Senin, 20 Agustus 2007

13 juta anak kelaparan & 100 juta orang miskin !

Di tengah-tengah banjirnya berita-berita tentang korupsi di negeri kita, yang di antaranya ada yang meliputi jumlah sampai triliunan atau ratusan miliar Rupiah, dan banyaknya kasus penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan di kalangan tokoh-tokoh eksekutif, legislatif, judikatif, partai-partai politik, pengusaha-pengusaha besar dll dll, maka ada berita yang bisa membikin banyak orang kaget, atau marah, atau tercengang. Berita ini adalah yang menyatakan bahwa 13 juta anak-anak Indonesia menderita kelaparan karena kekurangan makanan !!!.

Menurut harian Suara Pembaruan tanggal 11 Juli 2007, Badan Dunia yang menangani masalah pangan, World Food Programme (WFP) memperkirakan, anak Indonesia yang menderita kelaparan akibat kekurangan pangan saat ini berjumlah 13 juta orang. Direktur Regional Asia WFP, Anthony Banbury, mengatakan bahwa anak-anak yang kelaparan itu tersebar di berbagai tempat di Tanah Air khususnya di tiga kawasan, yakni perkotaan, daerah konflik, dan daerah rawan bencana.

Ketika membaca berita yang macam ini, sungguh, wajarlah kiranya kalau banyak orang bertanya dengan berang dan teriak keras: “Mengapa bisa terjadi yang begini ini di negeri kita yang dikatakan orang sebagai negeri kaya ?” Dan, juga, sepatutnyalah kalau ada orang-orang yang mengatakan bahwa adanya 13 juta anak-anak Indonesia yang kelaparan itu membikin kita semua bertanya-tanya : apa sajakah yang tidak beres di negara kita? Dan siapa-siapa sajakah yang bersalah dan harus bertanggungjawab?

Kelaparan dan kemiskinan

Banyaknya anak-anak yang kelaparan (mohon diperhatikan: 13 juta anak itu tidak sedikit!) agaknya mengharuskan kita semua untuk peduli atau peka-rasa terhadap keadaan yang menyedihkan bangsa ini. Sebab, anak-anak yang kelaparan itu pada umumnya juga mengalami berbagai macam penderitaaan lainnya lagi yang menyedihkan. Kalau untuk makan saja sudah kekurangan, maka tentu saja, akan lebih sulit lagi untuk mendapatkan lain-lainnya untuk bisa hidup biasa. Anak-anak ini, biasanya kemudian menderita kurang gizi, kurang vitamin, mudah kejangkitan penyakit, sulit sekolah, tidak bisa belajar baik, tidak bisa hidup normal seperti anak-anak lainnya dll dll. Jelaslah bahwa berbagai akibat amat negatif ini merupakan kerugian besar bagi generasi bangsa yang akan datang.


Apalagi, keadaan negara dan bangsa kita yang menyedihkan dengan adanya kelaparan anak-anak yang begitu besar jumlahnya itu diperburuk lagi oleh besarnya jumlah penduduk yang miskin di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2007 sebanyak 37,17 juta jiwa. Bagi kalangan pengamat, data kemiskinan BPS ini bertentangan dengan realitas (Media Indonesia, 4 Juli 2007).


Sedangkan menurut laporan Australia-Indonesia Partnership (Juli 2004) “Lebih dari separuh penduduk Indonesia yang berjumlah 210 juta rawan terhadap kemiskinan. Pada tahun 2002, Bank Dunia memperkirakan 53% penduduk atau sekitar 111 juta jiwa, hidup di bawah garis kemiskinan standar internasional yaitu US$ 2 per hari. Kemiskinan bukan hanya sekedar masalah pendapatan dan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari yang tidak memadai. Banyak penduduk miskin dan kurang mampu belum memiliki akses ke pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dan gizi yang cukup. Sekitar 25 juta penduduk Indonesia buta huruf. Hampir 50 juta jiwa menderita gangguan kesehatan, sementara jumlah yang sama tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan. Banyak komunitas tidak memiliki infrastruktur dasar yang memadai seperti penyediaan air bersih, sanitasi, transportasi, jalan raya dan listrik. Persepsi bias terhadap perempuan masih berlaku, sementara konflik sosial dan agama serta bencana alam telah menyebabkan jutaan penduduk mengungsi dan terjerumus ke lembah kemiskinan atau sangat rawan akan kemiskinan” (kutipan laporan selesai).


Terburuk dalam 36 tahun terakhir!


Keadaan negara yang sangat buruk dewasa ini juga telah dipaparkan oleh Bomer Pasaribu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR sebagai berikut : « Kondisi masyarakat Indonesia saat ini merupakan yang terburuk dalam 36 tahun terakhir. Hal itu dilihat dari melonjaknya angka kemiskinan serta meledaknya angka pengangguran, yang bila tak segera diatasi akan menjadi masalah besar bangsa, » katanya dalam makalah yang disampaikan pada Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 di Medan, Dia mengatakan, seiring dengan melonjaknya angka kemiskinan, angka pengangguran juga makin meledak. Tahun 2004, pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 9,7 persen, sementara tahun 2005 meningkat menjadi 10,3 persen.

"Akibat parahnya kesulitan ekonomi, pengangguran diperkirakan meningkat menjadi 11,1 persen tahun 2006. Bila ditotal dengan seluruh jenis pengangguran di Indonesia tahun 2006 diperkirakan mencapai 41 persen atau lebih dari 40 juta orang," katanya. (Antara News, 7 Juli 2007)


Dengan melihat angka-angka 13 juta anak-anak kelaparan, dan lebih dari 100 juta orang hidup dengan kurang dari $ 2 sehari, serta sekitar 40 juta orang menganggur, maka jelas bahwa kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini adalah buruk sekali, bahkan yang terburuk dalam 36 tahun terakhir !


Perlu gerakan moral untuk “membrontak”!


Mengingat keadaan yang sangat menyedihkan demikian ini, maka terasa perlu sekali adanya gerakan moral yang dilancarkan oleh sebanyak mungkin kalangan dan golongan untuk menyuarakan -- secara lantang dan sesering mungkin ! -- kemarahan atau protes kita. Gerakan moral yang seyogianya didukung oleh segala macam bentuk kegiatan ini bisa dilakukan oleh partai-partai politik, dan segala macam ormas dan ornop, serta kelompok dan golongan dalam masyarakat luas. Partisipasi aktif kaum buruh, tani, pemuda, mahasiswa, perempuan, kaum miskin kota, amat penting dalam gerakan moral ini.


Juga, dalam gerakan moral ini, para intelektual, seniman, sastrawan, wartawan, penyair, pelukis, artis, perlu didorong untuk “membrontak” dengan berbagai cara dan bentuk terhadap keadaan yang menyedihkan ini. Artikel-artikel ilmiah perlu dibuat, segala macam tulisan perlu dikarang, lagu-lagu perlu digubah, ceramah dan seminar perlu diadakan, segala macam pertemuan perlu diselenggarakan, untuk menyalurkan protes, dan sekaligus membangkitkan semangat perlawanan dan menggugah keberanian untuk mengubah keadaan.


Gerakan moral semacam ini akan bisa merupakan jalan atau cara meningkatkan kesedaran bersama untuk melakukan segala macam perlawanan terhadap kelaparan anak-anak, terhadap kemiskinan yang menimpa begitu banyak penduduk dan terhadap pengangguran yang menganga begitu lebar itu. Seringnya diangkat terus masalah-masalah ini, dalam berbagai bentuk dan cara, oleh sebanyak mungkin kalangan dan golongan juga bisa merupakan “peringatan” bagi para penguasa dan “tokoh-tokoh” di berbagai lembaga pemerintahan dan masyarakat bahwa bangsa dan negara kita sedang menghadapi problem-problem yang cukup dahsyat dan mengerikan.


Gerakan melawan korupsi sebagai partner


Gerakan moral untuk melawan kelaparan anak-anak, kemiskinan, dan pengangguran, yang didukung oleh berbagai macam kelompok dan golongan dalam masyarakat ini bisa menjadi sekutu atau kawan seiring dengan gerakan moral melawan korupsi, yang juga merupakan penyakit parah bangsa kita. Sebab, korupsi juga merupakan bagian dari sebab-sebab berbagai masalah yang diderita rakyat. Oleh karena itu, dalam kedua macam gerakan moral tersebut seyogianya semua fihak berusaha saling membantu, saling mendukung, saling mendorong, dengan menjauhi persaingan yang tidak sehat atau permusuhan yang tidak menguntungkan kepentingan bersama.


Mengingat besarnya dan luasnya berbagai masalah-masalah parah tersebut, maka alangkah baiknya kalau dalam gerakan moral ini tidak banyak dipersoalkan ideologi, atau aliran dan faham politik, atau agama dan keyakinan. Baik golongan Islam, maupun Katolik atau Protestan, baik yang Hindu maupun Buda, atau baik yang nasionalis maupun yang kiri, semuanya perlu didukung atau dibantu kegiatan mereka, asal terbukti tulus, jujur, bersih dan sungguh-sungguh untuk melawan kelaparan, kemiskinan dan pengangguran.


Gerakan moral melawan berbagai ketimpangan sosial yang serius ini, bisa juga merupakan kritik terhadap kebejatan moral – terutama di kalangan elite dan “tokoh-tokoh” – yang korup, dan tega hidup foya-foya dengan mewah berlebih-lebihan, ketika sebagian besar rakyat kita dalam kesusahan yang penuh derita. Sebab, sikap mental sebagian besar “kalangan atas” masyarakat Indonesia terhadap kehidupan rakyat banyak pada umumnya adalah sangat buruk, bahkan sangat banyak yang tidak peduli sama sekali. Banyak di antara mereka yang sudah menjadi pengkhianat kepentingan rakyat. Mereka inilah yang harus dikritik, atau dihujat, dan dijadikan salah satu di antara sasaran gerakan.


Apa sajakah sebabnya dan siapakah yang salah?


Selain itu, diangkatnya sering-sering berbagai masalah besar tersebut di tengah-tengah masyarakat merupakan juga pendidikan politik bagi orang banyak. Sebab, dalam mempersoalkan kelaparan jutaan anak-anak, atau kemiskinan yang besar-besaran, atau pengangguran yang luas, atau korupsi yang merajalela, agaknya terpaksalah akhirnya mempertanyakan apa-apa sajakah sebab-sebabnya, atau apa sajakah atau siapakah yang salah dan bagaimanakah kiranya mengatasinya atau mengubahnya.


Pandangan kritis atau yang mempertanyakan itu semuanya, yang diajukan oleh banyak orang, akan memungkinkan tumbuhnya kesadaran tentang perlunya solidaritas dalam perjuangan untuk melawan musuh yang sama juga, yaitu yang berupa kesenjangan sosial yang sangat parah.. Kesadaran kolektif ini kemudian bisa meningkat ke tingkat yang lebih tinggi lagi, yaitu pengenalan yang lebih baik terhadap sebab-sebab segala masalah besar tersebut.


Ketika berbagai masalah besar yang menyedihkan tersebut diatas diangkat dan ditelaah dalam-dalam, maka akan nampak dengan jelaslah bahwa berbagai akarnya itu terletak dalam sistem pemerintahan, dan politik, dan pengelolaan negara, (dan juga faktor manusianya!) yang sudah disandang sejak lama, yaitu sejak Orde Baru yang diteruskan oleh berbagai pemerintahan sesudahnya, sampai sekarang. Jadi, masalah-masalah besar itu adalah penyakit yang sudah kronis selama puluhan tahun, yang tidak dapat diatasi oleh pemerintahan yang sudah berganti-ganti, tetapi yang pada pokoknya tetap menjalankan politik yang sama atau itu-itu juga.


Karena selama 32 tahun Orde Baru tidak bisa diadakan perubahan-perubahan radikal dalam kehidupan rakyat, demikian juga halnya selama pemerintahan yang berganti-ganti sesudahnya, maka kemungkinan untuk adanya perubahan-perubahan besar di kemudian hari juga tetap tipis sekali, kalau sistem kekuasaan politik yang lama masih diteruskan. Perubahan besar atau radikal atas nasib rakyat hanya bisa terjadi kalau ada perubahan radikal dalam kekuasaan politik, yang memungkinkan dilaksanakannya perubahan-perubahan besar yang menguntungkan kepentingan rakyat banyak.


Jadi, berdasarkan pengalaman 32 tahun Orde Baru ditambah sekitar 10 tahun pasca-Suharto bisalah kiranya diramalkan bahwa jumlah anak-anak yang kelaparan, dan jumlah penduduk miskin serta pengangguran akan tetap besar di kemudian hari, selama berbagai politik pemerintahan tidak dirobah secara radikal, dan diganti dengan yang betul-betul mengabdi kepada kepentingan rakyat banyak.


Salah besar, kalau “nrimo” saja !


Bahwa 62 tahun sesudah diproklamasikannya kemerdekaan negara kita, sekarang ini masih terdapat 13 juta anak-anak yang kelaparan, dan lebih dari 100 juta orang masih miskin, serta sekitar 40 juta orang tidak punya pekerjaan tetap, adalah suatu hal yang keterlaluan !!! Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah kalau kita menyuarakan kemarahan dan menghujat berbagai politik pemerintahan yang menyebabkan lahirnya masalah-masalah besar yang menyengsarakan begitu banyak orang, dan dalam jangka waktu lama pula.


Adalah kuajiban kita semua yang luhur, dan juga hak kita semua yang sah dan adil, untuk bersama-sama memperjuangkan terberantasnya berbagai masalah besar tersebut di atas, sambil mengajak berbagai kalangan mana pun dan golongan apa pun untuk bangkit mengusahakan terjadinya perubahan sistem politik dan pemerintahan, dan menjadikannya betul-betul pro-rakyat.


Agaknya, perlu menjadi kesadaran kita bersama bahwa keadaan negara dan rakyat yang begitu menyedihkan dewasa ini sama sekali bukanlah takdir Ilahi, dan bahwa kelaparan jutaan anak-anak serta kemiskinan 100 juta orang lebih atau pengangguran 40 juta orang bukanlah pula kehendak Tuhan. Adalah tugas bersama kita semua untuk merubah keadaan yang menyengsarakan rakyat banyak itu. Dan adalah salah sama sekali kalau kita bersikap “nrimo” saja.


Hanya melalui jalan dan cara itulah maka masyarakat adil dan makmur -- yang dicita-citakan rakyat Indonesia bersama dengan Bung Karno -- akan dapat dicapai. Pengalaman berbagai negeri di Amerika Latin (antara lain Venezuela dan Bolivia) memberikan contoh yang menarik, tentang pentingnya perubahan kekuasaan politik guna mengadakan perubahan fundamental demi kepentingan rakyat banyak. Dan bukannya dengan cara-cara Orde Baru beserta berbagai pemerintahan yang menggantikannya.


Juga, pengalaman kita bersama selama puluhan tahun membuktikan dengan jelas sekali, bahwa hanya melalui perubahan sistem kekuasaan politik yang betul-betul pro-rakyatlah kita akan bisa menciptakan masyarakat adil dan makmur, sehingga bisa mentrapkan Pancasila secara nyata (dan menurut jiwanya yang asli, dan bukannya Pancasila palsu à la Orde Baru) dan sungguh-sungguh menjunjung tinggi-tinggi Bhinneka Tunggal Ika.


Paris, 15 Juli
Catatan A. Umar Said
http://kontak.club.fr/13%20juta%20anak%20kelaparan%20&%20100%20juta%20orang%20miskin.htm


Tentang Bung Karno dan Suharto dan 17 Agustus 45

Dalam memperingati HUT Kemerdekaan (17 Agustus) yang ke-62, kiranya banyak sekali soal-soal serius atau masalah-masalah besar yang patut kita renungkan bersama. Sebab, selama 62 tahun, rakyat dan negara kita telah mengalami banyak sekali peristiwa besar dan berbagai situasi penting - yang positif maupun negatif - yang akan tercatat selamanya dalam sejarah bangsa.

Perlulah kiranya terlebih dulu diingat oleh kita semua bahwa selama umur Republik Indonesia yang 62 tahun itu separonya – presisnya 32 tahun – negara dan rakyat kita ada di bawah cengkeraman diktatur militer Orde Baru. Sekarang makin jelas bagi banyak orang bahwa 32 tahun Orde Baru di bawah pimpinan Suharto dan konco-konconya, merupakan bagian dari sejarah Republik Indonesia yang paling gelap dan paling pengap selama ini ( bahkan, mungkin juga yang paling hitam sepanjang masa!)

Berlainan dengan periode antara 1945 sampai 1965 (selama 20 tahun) di bawah pimpinan Presiden Sukarno, yang merupakan periode yang bisa dibanggakan oleh bangsa Indonesia sebagai periode revolusi merebut kemerdekaan, dan perjuangan menentang neokolonialisme dan imperialisme (terutama AS), dan pemupukan solidaritas rakyat-rakyat Asia-Afrika, maka periode 1966-1998 (selama 32 tahun) di bawah pimpinan Jenderal Suharto adalah kebalikannya sama sekali.

Perbedaan sosok Bung Karno dan Suharto

Para pengamat politik yang berpandangan objektif dan jernih, dan para sejarawan yang bersikap jujur, tentunya melihat perbedaannya yang jauh dan besar sekali antara Republik Indonesia di bawah pimpinan Bung Karno dan Republik Indonesia di bawah Orde Baru atau rejim militer Suharto. Dan demikian juga kiranya, semua orang yang mendambakan terciptanya masyarakat adil dan makmur dan persatuan bangsa tentunya melihat juga jauhnya perbedaan antara sosok yang agung dari Bung Karno sebagai bapak bangsa - dan pejuang besar serta pemimpin rakyat - dibandingkan dengan sosok yang rendah dan kerdil sekali dari Suharto.

Kalau kita renungkan dengan dalam-dalam, dan kita pelajari sejarah bangsa dengan baik-baik, maka nyatalah bahwa Bung Karno adalah satu-satunya pemimpin bangsa yang sampai sekarang ini paling besar jasanya kepada rakyat dan bangsa Indonesia, dan paling unggul dalam banyak hal, dibandingkan dengan pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya. Ini kelihatan jelas sekali kalau kita kaji kembali – dengan baik-baik dan dengan fikiran yang jernih dan hati yang jujur – sejarah perjuangan rakyat kita sejak lahirnya Budi Utomo sampai dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 45. oleh Sukarno-Hatta.

Siapa saja yang mempelajari –secara objektif dan menyeluruh -- sejarah perjuangan bangsa sampai tercapainya kemerdekaan akan melihat dengan jelas bahwa Bung Karno-lah yang sejak mudanya sebagai mahasiswa sudah menunjukkan dengan nyata tekadnya untuk mempersatukan perjuangan bangsa. Dalam usia mudanya ini ia belajar politik dari perjuangan pemimpin besar Sarekat Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto.

Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme

Adalah sangat menarik sekali untuk dicatat bahwa dalam usia sekitar 25 tahun ia telah membuat (dalam tahun 1926) satu tulisan yang sangat panjang dan bagus sekali, yang berjudul Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme. Dari tulisan yang sangat panjang ini kelihatan dengan jelas sekali bahwa sejak usianya yang semuda itu Bung Karno sudah mempunyai gagasan-gagasan besar atau pandangan jauh tentang pentingnya persatuan perjuangan di antara golongan nasionalis, golongan Islam dan golongan Marxis di Indonesia.
Tulisan yang merupakan dokumen politik yang bersejarah ini, yang aslinya dimuat dalam Suluh Indonesia Muda dalam tahun 1926, dapat dibaca sekarang oleh siapa saja dalam buku Dibawah Bendera Revolusi jilid pertama. Dalam tulisan panjang yang terdiri dari 23 halaman ini Bung Karno telah menuangkan prinsip-prinsip besar gagasannya mengenai persatuan bangsa. Dari tulisan yang dibuatnya dalam usia semuda itulah kita semua bisa melihat dengan jelas pendiriannya tentang pentingnya persatuan (atau kerjasama) antara nasionalisme, Islamisme dan Marxisme dalam perjuangan rakyat di Indonesia melawan kolonialisme dan imperialisme.

NASAKOM dan Indonesia Menggugat

Rupanya, pandangannya yang ini jugalah yang sejak itu menjadi pembimbing utama sepanjang perjuangannya dalam memimpin gerakan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan, sampai proklamasi 17 Agustus 45 dan, juga, sesudah berdirinya Republik Indonesia. Bahkan, ketika Republik Indonesia mengalami berbagai gangguan dari fihak kolonialisme dan imperialisme (Belanda, Inggris, dan AS terutama) Bung Karno dengan gigih dan teguh tetap berusaha bersikap setia kepada gagasan-gagasan besar yang sudah dimilikinya sejak umur sekitar 20 tahunan. Ini kelihatan nyata sekali dalam sikapnya menghadapi DI-TII, RMS, PRRI-Permesta, perjuangan merebut kembali Irian Barat dll dll.

Dengan membaca tulisannya Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme ini, dan juga banyak tulisan atau pidato-pidatonya lainnya yang terkumpul dalam dua jilid buku Dibawah Bendera Revolusi, maka kita akan mengerti mengapa ia mengatakan dirinya sebagai seorang Muslimin yang sosialis, atau seorang nasionalis yang berpandangan Marxis atau seorang yang berhaluan-fikiran Marxis sekaligus juga nasionalis dan Muslim. Dengan mengkaji dalam-dalam berbagai tulisan, pidato dan ucapannya, kita juga akan memahami bahwa konsepsi politik Bung Karno mengenai NASAKOM adalah perealisasian atau pelaksanaan dari gagasan-gagasan besarnya sejak muda belia. (Tentang hal-hal ini masih banyak sekali yang bisa ditulis di kemudian hari dan dikaji bersama-sama).

Kehebatan lainnya Bung Karno sebagai orang muda yang revolusioner juga kelihatan dalam pidato pembelaannya (tahun 1930) di depan pengadilan kolonial Belanda ketika ia dituduh melakukan pembrontakan terhadap kekuasaan penjajah Belanda. Pidatonya yang berjudul Indonesia Menggugat ini menjadi sangat terkenal dan merupakan dokumen politik monumental dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Karena, dalam pidato pembelaannya ini tidak saja ia mengecam habis-habisan kolonialisme dan imperialisme, tetapi juga menyerukan perlawanan terhadap penjajahan bangsa kita pada waktu itu.

Bung Karno dan 17 Agustus 45 adalah satu

Oleh karena itu, bagi kita semua yang peduli akan sejarah bangsa, ketika kita sedang menyongsong perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus, tidak bisa tidak ingatan kita pasti melayang juga kepada tokoh besar bangsa yang bernama Sukarno ini. Sebab, nama Sukarno tidak bisa dipisahkan dari 17 Agustus 1945. Atau, dalam kalimat yang lain, Sukarno dan 17 Agustus 1945 adalah satu. 17 Agustus adalah perwujudan dari hasil perjuangan yang puluhan tahun yang dilancarkan Bung Karno sebagai pimpinan gerakan nasional untuk kemerdekaan. Itulah sebabnya maka Bung Karno telah mendapat persetujuan bersama dari banyak golongan untuk (bersama-sama dengan Bung Hatta) memproklamasikan kemerdekaan, atas nama seluruh bangsa Indonesia.

Tetapi, kita semua yang mengikuti dengan teliti berbagai perkembangan sosial-politik di Indonesia akan melihat dengan gamblang bahwa sejak Suharto melakukan pengkhianatan besar-besaran terhadap Bung Karno, maka bangsa Indonesia kehilangan pemimpin besarnya, kehilangan guru bangsanya, kehilangan pemersatu bangsanya. Perkembangan selama 62 tahun Republik Indonesia menunjukkan dengan jelas sekali bahwa tidak ada pemimpin Indonesia yang mempunyai ketokohan seagung atau setinggi Bung Karno. Sekarang ini makin kentara dengan jelas, bahwa walaupun sudah dikhianati oleh Suharto, Bung Karno masih tetap dipandang oleh banyak orang sebagai tokoh terbesar bangsa, yang tidak ada tandingannya, sampai sekarang.

Seperti yang bisa kita amati bersama-sama, dengan mengkhianati Bung Karno, Suharto (dan konco-konconya, baik yang dalamnegeri maupun yang luarnegeri) telah menterlantarkan hasil-hasil besar revolusi, menghancurkan cita-cita para perintis kemerdekaan, memporak-porandakan jiwa revolusioner bangsa, merusak dan membusukkan Republik Indonesia. Dengan mengkhianati Bung Karno dan menghancurkan kekuatan pendukung politiknya (yang terdiri dari golongan kiri, dan terutama dari kalangan PKI), maka Suharto telah menyatukan diri dengan musuh bebuyutan rakyat Indonesia sejak lama, yaitu imperialisme.

Pengkhianatan Suharto terhadap Bung Karno


Oleh karena itu, kalau kita bicara tentang 17 Agustus, maka otomatis kita akan ingat kepada jasa-jasa besar Bung Karno. Dan ketika ingat kepada keagungan Bung Karno terpaksalah kita ingat juga kepada pengkhianatan Suharto (dan konco-konconya). Sebab, dengan mengkhianati Bung Karno dan menggulingkannya dari kekuasaan politiknya, Suharto telah membikin mandegnya revolusi bangsa Indonesia, serta membuat berbagai kerusakan berat atau penyakit besar dalam tubuh bangsa dan negara Republik Indonesia. Akibat kerusakan dan pembusukan dalam tubuh bangsa dan negara kita ini sampai sekarang masih kita warisi di banyak bidang.

Mungkin sekali, lima sampai sepuluh generasi bangsa kita yang akan datang akan mencatat bahwa pengkhianatan Suharto terhadap Bung Karno adalah peristiwa bersejarah yang akibat negatifnya sangat besar sekali bagi bangsa dan Republik Indonesia. Sebab, dengan pengkhianatan Suharto terhadap Bung Karno itu telah dibangun Orde Baru. Dan kita semua mengalami atau menyaksikan bahwa masa Orde Baru (1966-1998) adalah periode yang paling buruk yang dialami bangsa Indonesia. Kiranya, tidak salahlah kalau di kemudian hari akan ditulis oleh para sejarawan atau berbagai pakar bahwa periode Orde Baru adalah periode yang banyak menimbulkan pembusukan, kerusakan, dan kebobrokan, yang menyebabkan berbagai penderitaan dan penyiksaan bagi banyak sekali orang.

Karena, selama masa Orde Baru yang sangat panjang itu ratusan juta rakyat Indonesia “dikerangkeng” - dengan cara-cara yang bengis dan kejam sekali -- oleh golongan militer (terutama TNI-AD) yang jumlah total-jenderalnya tidak sampai satu juta orang. Para pendiri Orde Baru telah membikin terbunuhnya jutaan orang tidak bersalah, juga membikin terpenjarakannya ratusan ribu orang kiri dalam jangka waktu yang lama sekali. Kira-kira 20 juta orang anggota keluarga (dekat dan jauh) para korban Orde Baru telah dibikin menderita puluhan tahun oleh berbagai macam perlakuan, sampai sekarang.

Sukarno sejajar dengan pemimpin-pemimpin dunia

Bagi mereka yang banyak membaca dan mempelajari sejarah berbagai bangsa di dunia akan bisa melihat bahwa keagungan sosok dan citra Bung Karno itu sejajar dengan keagungan sosok pemimpin-pemimpin besar lainnya seperti Sun Yatsen, Mao Tsetung, Chou Enlai, Ho Chiminh, Jawaharlal Nehru, Abdul Gamal Nasser, Joseph Bros Tito, Che Guevara, Ernest Mandela. Dan sebaliknya, mereka juga bisa melihat kekerdilan sosok Suharto dan kerendahan moralnya yang sejajar dengan “pemimpin-pemimpin” korup seperti Marcos, Chiang Kaishek, Lon Nol, Mobutu, Caucescu, Pinochet, dan sebangsanya lainnya.

Kehebatan atau keunggulan Bung Karno dibandingkan dengan pemimpin-pemimpin Indonesia lainnya adalah banyak sekali. Bukan saja adalah seorang intelektual yang banyak membaca buku politik dan sejarah berbagai bangsa di dunia, ia adalah seorang yang bisa membuat tulisan dengan bahasa dan gaya yang menarik. Ia mahir dalam menggunakan bahasa Indonesia secara bagus sekali, tetapi juga lancar sekali berbahasa Belanda, Inggris, dan menguasai bahasa Jerman dan bahasa Perancis walaupun serba sedikit. Bukan saja bahwa ia pandai berpidato dengan cara yang bisa “menghanyutkan” perasaan dan fikiran banyak orang, tetapi juga isinya yang dalam. Tetapi, di atas segala-galanya, Bung Karno besar dan unggul tinggi sekali berkat rasa pengabdiannya kepada kepentingan rakyat banyak, dan karena “gandrungnya” terhadap persatuan bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, ketika kita semua sedang menyongsong Hari Kemerdekaan 17 Agustus, dan mengingat akan segala kebesaran dan keunggulan Bung Karno sebagai pemimpin sejati bangsa Indonesia, maka kelihatan jugalah, sebagai kontrasnya, kekerdilan sosok Suharto. Kekerdilan Suharto dibandingkan dengan keagungan Bung Karno, bukan saja karena Suharto adalah serdadu kolonial KNIL waktu mudanya, melainkan juga karena kerendahan moralnya. Bukan saja ia adalah diktator yang dengan tangan besi sudah membikin “pengap” seluruh Indonesia selama 32 tahun, ia juga ternyata adalah maling terbesar dalam sejarah Republik Indonesia.

Kekerdilan sosok Suharto

Kekerdilan sosok Suharto dan kerendahan moralnya juga nampak dengan jelas kalau kita ingat bahwa Bung Karno wafat ketika ia menjadi “tahanan” dalam keadaan sakit dan tidak punya apa-apa, karena ia tidak mau menumpuk kekayaan baginya dan keluarganya. Kita bisa bandingkan dengan Suharto yang walaupun sudah di-“lengserkan” oleh generasi muda dari jabatannya dalam tahun 1998, sekarang ia masih bisa hidup dengan segala kemewahan dan kemegahan dari uang haram yang dicurinya secara besar-besaran dari rakyat dan negara.

Dengan banyaknya berita tentang berbagai kasus korupsi yang dilakukan Suharto yang melibatkan jumlah sampai triliunan Rupiah, dan juga besar dan luasnya jaring-jaringan gelapnya di dalamnegeri maupun luarnegeri, maka sudah makin jelas dan nyatalah sekarang bagi banyak orang bahwa Suharto adalah bukan saja pengkhianat terhadap Bung Karno dan rakyat Indonesia, melainkan juga penjahat atau maling besar, yang merupakan sampah bangsa. Dalam buku sejarah bangsa Indonesia, perlulah kiranya ditulis nantinya bahwa Suharto bukanlah orang yang pernah berjasa bagi bangsa. Melainkan, bahwa Suharto adalah “tokoh” negatif bangsa, yang telah mendatangkan banyak kerusakan besar dan pembusukan parah bagi rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia.

Besarnya kerusakan dan parahnya pembusukan yang sudah ditimbulkan Suharto dengan Orde Barunya kelihatan juga dari banyaknya persoalan parah yang dihadapi bangsa dewasa ini di bidang politik, sosial, ekonomi dan moral, sebagai warisan yang diteruskan oleh berbagai pemerintahan yang silih berganti sejak 1998.

Indonesia membutuhkan pimpinan sekaliber Bung Karno

Dalam kaitan ini, adalah hal yang amat menyedihkan dan memprihatinkan bahwa sesudah 62 tahun merdeka, di Republik Indonesia masih terdapat 13 juta anak-anak yang kurang makan dan kelaparan, di samping adanya pengangguran sekitar 40 juta orang. Keadaan yang menyedihkan ini ditambah lagi dengan adanya lebih dari 40 juta orang miskin, dan sekitar 100 juta orang yang hidupnya kurang dari 2 dollar US sehari. Yang juga amat perlu disesalkan dan diprihatinkan adalah merajalelanya korupsi di segala bidang dan di segala tingkatan , yang mencerminkan kerusakan moral atau kebejatan akhlak yang melanda seluruh bangsa secara ganas.

Semuanya ini menunjukkan bahwa bangsa kita dan Republik Indonesia sudah sangat membutuhkan adanya pimpinan yang sekaliber dan setulus Bung Karno, yang mampu mempersatukan bangsa atas dasar-dasar Bhinneka Tunggal Ika (yang sungguh-sungguh), Pancasila (juga yang sungguh-sungguh). Bangsa kita memerlukan munculnya seorang pemimpin yang mampu membikin gagasan-gagasan besar seperti yang sudah dituangkan dalam dua jilid buku Dibawah Bendera Revolusi.

Sekarang dapatlah kiranya dinyatakan dengan tegas bahwa Republik Indonesia dan bangsa Indonesia tidak membutuhkan sama sekali orang-orang sekaliber dan sejenis Suharto, yang dari pengalaman sudah terbukti tidak mendatangkan kebaikan sama sekali, melainkan kebalikannya.

Paris, 13 Agustus 2007


Catatan A. Umar Said
http://kontak.club.fr/Tentang%20Bung%20Karno%20dan%20Suharto%20dan%2017%20Agustus%2045.htm

Jumat, 17 Agustus 2007

MEMBEDAH DILEMATIKA NASIONAL

Peringatan Hari Lahir Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 2006 sekarang ini, diwarnai dengan bangkitnya kesadaran akan haknya sebagai pemilik kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Momen sejarah perjuangan bangsa ini adalah produk perjuangan rakyat dengan segala persyaratan dan kelengkapan berdirinya suatu negara. Tanggal 17 Agustus 1945 adalah merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang disampaikan kepada segenap bangsa dimuka bumi ini, bahwa bangsa Indonesia telah mendapatkan negara Indonesia dengan Dasar Negara Pancasila dan Konstitusi Undang-undang Dasar 1945. Penataan dan penyelenggaraan negara harus tunduk kepada hikmah kejiwaan yang terkandung didalam konstitusi nasional Undang-undang Dasar 1945. Oleh sebab itu, maka diwajibkan bagi setiap warga negara dan terlebih bagi para calon pemimpin bangsa untuk mengkaji Pancasila dan ketatanegaraannya. Kami sebagai penerus perjuangan bangsa sangat menghargai jasa-jasa para pahlawan pendiri negeri ini, serta dengan rasa hormat yang sedalam-dalamnya akan meneruskan jejak para pahlawan untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Semoga artikel Membedah Dilematika Nasional ini bermanfaat bagi kita semua, terlebih bagi para muda penerus perjuangan bangsa.


Pendahuluan
Kita sebagai warga negara yang merasa ikut bertanggung-jawab terhadap baik dan buruknya kehidupan berbangsa dan bernegara, kami merasa prihatin melihat keterporak-porandaan ketatanegaraan dan sistem penyelenggaraan negara. Apalagi melihat hancurnya persatuan nasional yang berkepanjangan, yang berdampak terjadinya benturan antara rakyat dengan kekuasaan, hilangnya kemanunggalan TNI dengan rakyat dan tidak adanya harmonisasi kinerja para fungsionaris kelembagaan negara. Ditambah lagi dengan munculnya polemik pro-kontra Amandemen Undang-undang Dasar 1945 dan pro-kontra kembali kepada Undang-undang Dasar 1945. Masalah-masalah ini bermunculan, karena berjangkitnya penyakit bangsa masa lalu. Oleh sebab itu perlu mutlaknya kita, untuk segera mencarikan sarana penyembuhan terhadap penyakit bangsa yang sangat membahayakan bagi kehidupan dan masa depan Indonesia. Bertolak dari sinilah, maka kami menggunakan Momen Nasional Hari Lahir Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 2006.
1. Bagaimana memahami dan memecahkan berbagai masalah nasional secara obyektif dan rasional.
2. Masalah Nasionalisme dan Demokrasi Nasional Indonesia.
3. Masalah perbedaan Revolusi Indonesia dengan Revolusi Perancis
4. Mengapa setelah merdeka, Undang-undang Dasar 1945 tidak digunakan didalam penataan dan penyelenggaraan negara.

Kita ini adalah suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.
Didalam mencarikan solusi terhadap masalah-masalah nasional itu, haruslah menggunakan dasar pandang nasional dan pikiran nasional.
Dasar pandang nasional disebut Philosopy Nasional dan pikiran nasional disebut Ideologi Nasional.
Jadi untuk memecahkan masalah nasional, adalah suatu keharusan, harus menggunakan Philosopy dan Ideologi nasional.

Untuk itu, disini kita harus berdiri sebagai subyek bangsa, dan mereka yang sekarang ini berpolemik, harus merasa diri sebagai bangsa Indonesia.
Kita sama-sama sebagai subyek bangsa, marilah kembali kepada jati diri bangsa, yaitu bangsa yang mencintai tanah airnya, bangsa yang mencintai bangsanya, dan bangsa yang mencintai konstitusinya.
Ketiga bab inilah yang menentukan, bahwa Indonesia itu sebagai negara, yaitu ada bangsa, ada tanah air, dan ada konstitusi.

Kita sudah bernegara ?

Negara ini kita deklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan kita umumkan kepada seluruh bangsa ini dan seluruh bangsa-bangsa di dunia, bahwa tanggal 17 Agustus 1945 telah berdiri suatu negara Indonesia yang sempurna, dengan konstitusi dan segala kelengkapan berdirinya suatu negara.
Konstitusi kita ini tidak ada lain, yaitu Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai dasar negaranya.

Kalau kita sebagai subyek bangsa, disini kita harus menggunakan kata kita, tidak ada saya, tetapi kita bangsa Indonesia yang mempunyai konstitusi Undang-undang Dasar 1945.
Jadi pada saat terbentuknya negara Indonesia itu, tidak ada konstitusi lain, tidak ada dasar negara lain, selain Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila !
Negara Indonesia ini adalah bikinan bangsa Indonesia !
Dibentuk oleh bangsa Indonesia sendiri, yang berjuang mati-matian merebut kedaulatan.
Bukan mengemis dari pihak lain dan bukan dimerdekakan oleh bangsa lain.

Konstitusi Undang-undang Dasar 1945 ini, juga dirancang jauh sebelum Indonesia merdeka.
Dipersiapkan sebagai sarana penataan negara, kalau Indonesia nanti merdeka dan sebagai sarana perwujudan kehendak bangsa.
Setelah negara Indonesia berdiri, kemudian dibentuklah lembaga-lembaga negara.
Lembaga-lembaga negara itu juga sebagai sarana atau sebagai alat, dimana didalamnya diisi oleh orang-orang yang membawa mission bangsa yang sudah merdeka itu.
Mission yang dibawa oleh semua fungsionaris kelembagaan negara itu, adalah mewujudkan cita-cita bangsa atau mewujudkan kehendak bangsa, yaitu :
Membentuk masyarakat bangsa yang didalamnya dibuat Undang-undang dan segenap peraturan yang bersumber kepada hikmah kejiwaan Undang-undang Dasar 1945.
Sebagai sarana untuk mewujudkan tatanan masyarakat :
- yang didalamya terselenggara kesejahteraan lahir maupun batin bagi segenap bangsa Indonesia,
- terselenggaranya ketentraman bagi masyarakat Indonesia,
- terwujudnya kemakmuran dan terselenggaranya keadilan bagi masyarakat Indonesia,
- serta terselenggaranya keamanan dan perdamaian bagi kehidupan seluruh bangsa Indonesia, dengan kata lain adanya perlindungan keamanan bagi kehidupan seluruh bangsa Indonesia.

Itulah yang namanya Mission Nasional !

Jadi di Indonesia yang ada adalah mission nasional, yaitu kesatuan mission.
Fungsionaris kelembagaan di berbagai lembaga negara itu, berkewajiban untuk mewujudkan misi nasional ini, didalam fungsionalnya masing-masing.
Jadi didalam kelembagaan negara itu, walaupun mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi mempunyai misi yang sama.

Misalnya, lembaga legislatif.
Lembaga legislatif mempunyai fungsi sebagai pembuat Undang-undang.
Karena didalam membuat Undang-undang itu mereka membawa Misi Nasional, maka Undang-undang yang dibuat itu harus mengabdi kepada misi nasional.
Jadi setiap Undang-undang yang dibikin, harus memuat misi nasional, untuk dilaksanakan oleh lembaga eksekutif.

Oleh sebab itu, kalau kita ingin melihat hasil kerja legislatif, untuk kepentingan rakyat atau bukan, maka dibaca Undang-undangnya itu bermuatan misi nasional atau tidak !

Undang-undang yang dibuat lembaga legislatif ini, sebagai landasan untuk membuat peraturan-peraturan pemerintahan.
Didalam realitasnya, produk dari Pelaksanaan Undang-undang ini menguntungkan rakyat atau tidak ?
Artinya mewujudkan misi nasional atau tidak ?
Ini kalau kita ingin mengetahui kinerja lembaga eksekutif.

Kemudian di lembaga yudikatif.
Karena sekarang ini yang ada adalah Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung ini adalah lembaga peradilan dan bukan lembaga pembuat hukum.
Karena lembaga peradilan nasional, berarti menangani masalah keadilan.
Realisasi dari peradilan yang dilaksanakan oleh fungsionalnya itu, harus dapat mengayomi masyarakat dan mewujudkan peradilan yang seadil-adilnya bagi masyarakat, sesuai dengan mission nasional yaitu menciptakan suatu ketentraman hidup.
Jadi baik dan buruknya kinerja para fungsionaris peradilan dapat dilihat dari, bisa menciptakan ketentraman hidup masyarakat bangsa atau tidak ?
Memihak kepentingan orang banyak atau memihak kepentingan beberapa gelintir orang !
Tetapi kalau justru mengorbankan kepentingan rakyat, ini berarti bertentangan dengan misi yang diembannya.
Sebagai penerus perjuangan bangsa, marilah kita lihat kinerja para fungsionaris kelembagaan negara selama ini !

Apakah menguntungkan rakyat atau justru
mengorbankan kepentingan rakyat ?

Para fungsionaris kelembagaan negara itu, adalah membawa misi yang sama, yaitu Misi Nasional.
Jadi tidak ada atau tidak boleh membawa misi pribadi, maupun misi golongan.

Masuklah sekarang kepada permasalahan
yang menjadi Dilema Nasional.

Pada saat kita mendirikan negara, dimana di dunia ini sudah ada negara-negara, dan mayoritas dari bangsa-bangsa yang memiliki negara itu, konstitusi yang dianut adalah produk dari Revolusi Perancis.
Jadi lembaga-lembaga negara yang dibentuk itu, sudah terpengaruh oleh Trias Politika.


Oleh sebab itu pertanyaannya adalah,
Indonesia memakai Trias politika atau tidak ?

Lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, ketiga lembaga negara ini bagi Negara Indonesia adalah satu mission dan yang berbeda adalah hanya fungsionalnya.
Meskipun berbeda fungsionalnya, tetapi harus mengabdi kepada satu mission nasional.
Jadi masing-masing lembaga dengan fungsinya yang berbeda-beda itu adalah untuk mewujudkan toto tentrem kerto raharjo bagi kehidupan bangsa.

Untuk dapat merealisasikan secara baik, kelembagaan -kelembagaan negara ini harus berjalan secara harmonis !
Dan untuk harmonisasi kerja kelembagaan maka secara periodik lembaga-lembaga ini harus bertemu untuk bermusyawarah, guna mendapatkan permufakatan bagi segenap fungsionaris kelembagaan, dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsanya.
Jadi lembaga-lembaga negara ini tidak berdiri sendiri-sendiri dan tidak terpisah, hanya terpisah secara fungsional, tetapi bersatu di dalam mewujudkan mission nasional.

Ketiga lembaga ini kedudukannya sejajar, tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih dominan.
Kalau sekarang ini merasa ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih dominan, maka sebetulnya sudah menyalahi mission nasional.

Berdirinya suatu negara Indonesia adalah produk perjuangan bangsa Indonesia. Jadi seluruh rakyat negeri ini, berjuang mati-matian dengan korbanan jiwa dan raga dalam perjuangan kemerdekaan, merebut kedaulatan negerinya dari tangan penjajah. Jadi Negara Indonesia itu adalah produk perjuangan, bukan warisan atau bukan pemberian bangsa lain.

Setelah berdiri suatu negara yang disebut Indonesia, yang berkuasa atas negara ini adalah seluruh rakyat Indonesia.
Hal itu yang disebut Indonesia Berkedaulatan Rakyat, yaitu rakyatlah yang berdaulat di negeri ini.
Rakyat diartikan, seluruh warga negara Indonesia, dimana:
- Rakyat berdaulat atas tanah air Indonesia.
- Rakyat berdaulat atas segala hal yang meyangkut kehidupan bangsa.
- Rakyat berdaulat terhadap konstitusi nasionalnya.

Yang dimaksud Kedaulatan adalah berkuasa yang tidak terbatas atau kekuasaan mutlak yang tidak boleh ditawar-tawar.
Jadi segala peraturan dan perundangan yang menyangkut keberadaan tanah air Indonesia, segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bangsa, dan Undang-undang, Keputusan, maupun Peraturan apa saja yang menyangkut keberadaan konstitusi nasional Undang-undang Dasar 1945 dengan dasar negara Pancasilanya, haruslah meminta persetujuan rakyat.

Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, juga merupakan produk perjuangan, bukan datang secara tiba-tiba menjelang proklamasi.
Secara histori perjuangan bangsa !
Bahwa kegandrungan akan persatuan bangsa ini sudah ada dalam kancah perjuangan, sebab kita yakin tanpa persatuan, bangsa ini tidak akan berhasil menumbangkan penjajah kapitalis kolonial Belanda.
Kesadaran akan pentingnya persatuan itulah, kemudian tercetus didalam Konggres Pemuda dari berbagai suku dan golongan, pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang menyatakan : Satu Tanah Air, Satu Bangsa dan Satu Bahasa yaitu Indonesia.

Para pejuang pada saat itu, sudah mencita-citakan kalau nanti Indonesia merdeka, Indonesia itu harus dibentuk Negara Kesatuan, yaitu : satu bangsa yang terdiri dari berbagai suku dan kelompok, satu negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau adalah satu tanah air Indonesia.
Artinya tidak ada negara-negara bagian !

Jadi sejak semula ditengah-tengah perjuangan kemerdekaan, para pejuang pada saat itu sudah menghendaki satunya negara, tidak ada yang menghendaki Negara Federalis, tetapi menghendaki Negara Kesatuan.
Oleh sebab itu, setelah tiba saatnya Indonesia merdeka, kemudian dibentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jadi bentuk Negara Kesatuan adalah produk perjuangan yang dilakukan dengan susah payah, dengan korbanan harta benda, jiwa dan raga, tidak boleh kemudian dirubah menjadi Negara Federal.
Kalau ini tetap akan dirubah, berarti tidak menghargai jasa-jasa para pahlawan kita, atau dengan kata lain mengkhianati perjuangan nasional.

Bukankah setiap warga negara harus mengerti dan memahami produk-produk perjuangan bangsanya, menghormati jasa-jasa para pejuang serta menghargai semua hasil perjuangan ?

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai jasa-jasa para pahlawannya, mengerti serta memahami sejarah perjuangan bangsanya”.

Jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak boleh dirubah menjadi Negara Federal Indonesia, sebab merupakan produk dari perjuangan bangsa yang harus dipertahankan !

Setelah kita memiliki negara, lalu kita ingin mengatur dalam pembangunan bangsa, kita harus memakai kesatuan kehendak.
Kalau dulu satu kehendak untuk merdeka, melepaskan diri dari penjajahan, dan mendirikan suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, maka didalam pembangunan bangsa ini :

Kita juga harus mempunyai satu kehendak,
Indonesia ini akan dibangun seperti apa ?
Harus ada kesatuan azas,
yaitu Indonesia akan dibawa kemana ?
Akan dibentuk dengan sistem apa ?
Sistem Kapitalis atau Sosialis ?

Maka harus ada kesatuan kehendak terlebih dahulu !
Kemudian kita sepakat membentuk suatu negara, dimana tanah air ini harus dimiliki bersama atau didaulat bersama, lalu dikerjakan bersama, hasilnya untuk sarana hidup bersama.
Dalam bahasa lain sistem ini disebut Sistem Sosialis.

Jadi Indonesia itu bertujuan untuk membentuk Masyarakat Sosialis Indonesia, dimana didalamnya terjamin kesejahteraan hidupnya, serta terselenggaranya ketentraman seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya sedikit orang yang bisa menikmati kesejahteraan dan ketentraman.
Inilah yang namanya Sosialisme Indonesia !

Jadi Indonesia bukan bertujuan untuk membentuk Masyarakat Kapitalis, tetapi untuk membentuk Masyarakat Sosialis Indonesia.
Itu sudah menjadi suatu azas kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia !

Didalam memecahkan permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara, harus ada kesatuan pikiran.
Kesatuan pikiran ini disebut Ideologi Nasional.

Kemudian didalam mengamati masalah kehidupan bangsa yang carut-marut semacam ini, hendaknya didalam memandang permasalahan itu, harus obyektif nasional !
Bukan hanya bersifat obyektif ilmiah !
Dengan demikian harus menggunakan cara pandang nasional !
Cara pandang ini disebut Philosopy Nasional.

Inilah yang harus dimengerti dan dipahami !
Ideologi Nasional itu seperti apa !
Kemudian Philosopy Nasional itu bagaimana ?
Ini yang harus segera dikaji !

Jadi untuk memecahkan masalah-masalah nasional, jangan menggunakan cara pandang Subyektif Individual atau Subyektif Golongan, tetapi harus menggunakan Pandangan Hidup Bangsa atau Philosopy Nasional.

“Bukankah Pancasila itu adalah Ideologi dan Philosopy Nasional?”

Karena itu bagi Kaum Intelektual Nasional, segeralah mempelopori untuk mengkaji Ideologi dan Philosopy Nasionalnya, kemudian merumuskan apa dan bagaimanakah Ideologi dan PhilosopyNasional itu ?
Bukankah ini merupakan kewajiban bagi Intelektual Indonesia ?

Setiap pandangan dan penilaian kita terhadap permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara, harus ada dasar phylosofinya, yaitu PhilosopyNasional.
Jadi bukan dengan pandangan Subyektif Individual dan bukan pandangan Subyektif Golongan !
Seperti sekarang ini, memandang permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara, menurut saya, menurut kelompoknya, dan lain sebagainya, lalu pandangan ini dipakai sebagai turutan.

Nah ! Turutan semacam ini, tidak bisa untuk memecahkan permasalahan nasional, Sebab yang menentukan adalah kita bersama.
Kita sebagai bangsa sudah memiliki turutan hidup berbangsa sendiri, yaitu Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Jadi Ideologi Nasional itu untuk memecahkan masalah nasional, dan Philosopy Nasional itu untuk memandang permasalahan nasional secara jeli, supaya pandangan itu bersih, dalam arti pandangan yang berlandaskan atas kebenaran nasional, bukan bertolak atas kebenaran pribadi atau kebenaran golongan.

Sebagai bangsa Indonesia, kita juga sudah memiliki landasan kebenaran, yaitu Konstitusi Nasional.
Jadi barang siapa yang tidak berjalan menurut konstitusi nasional, dalam kehidupan berbangsa ini,
Berarti tidak benar !

Jadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus ada kesatuan Ideologi dan kesatuan Philosopy!
Bukan Ideologi atau Philosopy menurut sana-sana !
Bukan Ideologi atau Philosopy negara lain !
Ini adalah negeri kita ! Sudah memiliki Ideologi dan Philosopy sendiri !

Kita patut kalau memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena anugerahNya, sebagai bangsa yang melahirkan suatu negara yang disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sempurna, dengan Konstitusi dan Dasar Negara, komplit dengan Philosopy dan Ideologinya.
Inilah suatu bangsa yang memiliki Kebanggaan Nasional !
Kalau kita sudah dapat memakai Philosopy dan Ideologi sendiri, maka kita sudah mandiri dibidang Philosopy dan Ideologi.

Kalau setiap bangsa didunia ini dalam memecahkan masalah-masalah nasionalnya, sudah memakai Ideologi Nasionalnya masing-masing, maka berarti bangsa-bangsa itu, telah dapat memikirkan bangsanya dengan Pikiran Sendiri !


Masalah Nasionalisme dan
Demokrasi Nasional Indonesia.
Jawab :
Kalau bicara masalah Nasionalisme, yang saya dengar sampai saat ini, masih simpang siur, belum menemukan arti yang sebenarnya.
Oleh sebab itu, saya minta saudara-saudara camkan dan saudara-saudara garis bawahi yang tebal !

Apa arti Nasionalisme itu !

Nasionalisme dalam arti kata, terdiri dari Nasional dan Isme.
Nasional artinya, adalah Kebangsaan.
Kebangsaan, adalah segala sesuatu dengan segala hal ikhwalnya yang menyangkut keberadaan negara dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Isme artinya, adalah suatu Paham.
Paham itu adalah suatu cita-cita, suatu idialisme, yang diyakini kebenarannya dan mutlak untuk diperjuangkan keterwujudannya.

Nah ! Nasionalisme Indonesia itu tumbuh, setelah bangsa ini menyadari, bahwa Indonesia adalah tanah airnya, yang berabad-abad dijajah oleh bangsa lain, dan kemudian tumbuhlah kehendak untuk mendapatkan kembalinya tanah air Indonesia ini, ditangan bangsa Indonesia.
Dari sini melahirkan suatu cita-cita, dan cita-cita ini ditempatkan sebagai cita-cita luhur bangsa dan diyakini kebenarannya.
Mengapa ?

Karena kita meyakini bahwa, tanah air Indonesia beserta kekayaan yang terkandung didalamnya ini, sebagai anugerah Yang Maha Kuasa kepada segenap bangsa Indonesia, yang harus dikuasai bersama, diolah bersama, dan digunakan sebagai sarana hidup bagi seluruh bangsa Indonesia.

Idialisme dan keyakinan bangsa Indonesia ini, tumbuh dan berkembang dari lubuk hati suatu bangsa, yang bertekad bulat ingin merebut kembali kekuasaan tanah air Indonesia.

Inilah yang disebut mutlak, tanpa ditawar-tawar, tanpa kompromi, harus diperjuangkan keberhasilannya sampai lebur kiamat !
Di depan telah saya katakan, bahwa setiap fungsionaris kelembagaan itu membawa mision, yaitu mision rakyat yang harus diwujudkan.

Nah ! Mission yang dibawa itu adalah, cita-cita, kehendak, yang sudah diyakini kebenaranya oleh seluruh rakyat Indonesia, yaitu ingin membuat suatu negara merdeka, dengan persatuan nasional yang kokoh kuat dan kukuhnya kedaulatan rakyat.
Juga untuk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman, keselamatan hidup, dan terwujudnya adil makmur yang sejati.
Inilah yang terkandung didalam kejiwaan yang tumbuh dan berkembang didalam jiwa bangsa Indonesia, yang disebut Nasionalisme itu !

Oleh sebab itu, setiap fungsionaris kelembagaan dan berbagai institusi negara, serta semua penyelenggara negara, dari presiden sampai lurah, haruslah berjiwa nasionalisme.
Jiwanya harus bermuatan Aspirasi Nasional !
Harus bermuatan Amanat Penderitaan Rakyat !
Itulah Jati Diri sebagai Pemimpin Bangsa Indonesia yang sebenarnya !

Nasionalisme Indonesia itu disebut sebagai Sosio-Nasionalisme Indonesia.
Itu jiwanya bangsa Indonesia !

Kami meyakini bahwa, setiap bangsa di muka bumi ini, mempunyai cita-cita yang sama dengan kita, bangsa Indonesia.
Kalau semua bangsa bercita-cita yang sama, berarti nasionalisme bangsa-bangsa itu sama, atau disebut Internasionalisme.
Jadi Nasionalisme Indonesia adalah Internasionalisme.
Begitu juga, tidak ada satu orangpun di dunia ini yang tidak menginginkan hidup tentram, sejahtera, aman dan adil makmur, sesuai cita-cita bangsa Indonesia ini.
Itulah yang kita sebut Kemanusiaan.

Inilah ! Pengertian bahwa, bangsa Indonesia adalah bangsa yang berjiwa besar, karena mencita-citakan kehidupan bangsa dan bangsa-bangsa, serta kehidupan umat manusia, untuk berkehidupan damai, tentram, sejahtera, adil dan makmur.

Oleh sebab itulah, dari mimbar ini, didalam suasana bangsa Indonesia memperingati Deklarasi Kemerdekaannya, yang diproklamasikan 61 tahun yang lalu, yaitu 17 Agustus 1945, marilah kita serukan !
Marilah kita kumandangkan, kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia ini !
Marilah kita bersatu-padu, membuka lembaran baru, kehidupan bangsa-bangsa dengan semangat nasionalisme.

Kita bangun Dunia Baru, yang bersih dari segala bentuk penjajahan dan penindasan, dengan mewujudkan bangsa-bangsa yang berdaulat, dibidang politik, berdikari dibidang ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.

Sekarang menginjak permasalahan demokrasi.

Demokrasi, dari arti kata, Demos dan Kratein.
Demos artinya, rakyat.
Kratein artinya, kekuasaan pemerintahan negara.
Kalau begitu, demokrasi berbicara masalah bagaimana menjalankan pemerintahan negara.
Berbicara masalah Demokrasi Indonesia, harus berpijak kepada kedaulatan rakyat.

Revolusi Indonesia, dilakukan oleh segenap rakyat Indonesia dan berhasil merebut kedaulatan dari tangan penjajah.
Produk yang dihasilkan adalah Kedaulatan Rakyat, yaitu kedaulatan bangsa Indonesia.
Itulah produk utama yang didapatkan oleh bangsa Indonesia, yaitu rakyat berkuasa mutlak atas tanah air Indonesia.

Setelah itu diumumkan terbentuknya suatu negara, yaitu satu tanah air, tanah air Indonesia, satu bangsa, bangsa Indonesia, dan satu konstitusi Undang-undang Dasar 1945 dengan dasar negara Pancasila.
Tiga hal tersebut, didaulat oleh seluruh rakyat Indonesia.
Inilah yang disebut, Rakyat Berdaulat Atas Negaranya.

Ini merupakan landasan kekuasaan didalam mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan negara.

Dibentuknya pemerintahan negara, bertujuan untuk mmewujudkan mision rakyat, yaitu terwujudnya Kesatuan Cita-Cita Bangsa Indonesia.
Karena negeri ini didirikan oleh seluruh rakyat Indonesia, maka rakyatlah yang harus mengatur negerinya sendiri, tidak boleh ada campur tangan dari bangsa-bangsa lain.

Didalam pengaturan perpolitikan negara, harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Inilah yang disebut, Demokrasi Politik Rakyat Indonesia,
yaitu kekuasaan rakyat terhadap segala bentuk perpolitikan negerinya.
Itulah yang disebut, Bangsa Indonesia Berdaulat dibidang Politik.

Didalam penyelenggaraan ekonominya, juga harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Ini yang disebut, Demokrasi Ekonomi, yaitu rakyat berkuasa membentuk suatu cara, dengan cara Indonesia sendiri, tanpa campur tangan bangsa-bangsa lain.
Inilah yang disebut, Bangsa Indonesia Berdiri Diatas Kaki Sendiri didalam pengaturan Ekonomi Nasionalnya.

Dus ! Kalau begitu, demokrasi itu merupakan suatu sistem pemerintahan negara dibidang politik dan ekonominya, untuk mewujudkan kehendak seluruh rakyat Indonesia.

Disini bisa ditarik kesimpulan, bahwa :
- Nasionalisme sebagai kandungan jiwa bangsa yang menghendaki toto tentrem kerto raharjo,
- Kedaulatan merupakan kekuasaan rakyat atas negara, yang menjadi sumber dari segenap aturan-aturan didalam penyelenggaraan negara,
- Demokrasi sebagai sistem perwujudan kehendak bangsa,

Demokrasi Politik adalah penyelenggaraan pemerintahan negara di bidang politik.
Bagaimanakah bangsa Indonesia yang dua ratus juta lebih ini, menyelenggarakan pemerintahan negara ?
Inilah kemudian, dibuat suatu sistem demokrasi perwakilan, dengan pemilihan para wakil-wakil rakyat, yang disebut Pemilihan Umum.
Ini adalah Demokrasi Perwakilan Indonesia.

Tidak ada sama sekali, kalimat-kalimat didalam Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan, bahwa pemilihan wakil-wakil rakyat itu, harus dengan partai politik.
Ini berarti, rakyat itu didalam memilih pemimpinnya, yang mencalonkan rakyat, yang memilih rakyat, untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan rakyat.

Pemilihan umum semacam inilah, yang sesuai dengan Demokrasinya Rakyat Indonesia !
Kalau begitu timbul suatu pertanyaan, bagaimana pelaksanaan Sistem Pemilihan Umum Tanpa Partai ini ?
Untuk itu, tanyalah kepada para cerdik pandai !

Nah ! Sampai disini saja, jawaban saya mengenai Demokrasi Indonesia.

Bagaimanakah perbedaan Revolusi Indonesia
dengan Revolusi Perancis ?

Yang disebut Negara itu, sebetulnya ada yang menguasai dan ada yang dikuasai. Disitu ada pemerintahan dan ada peraturan untuk mengatur kehidupan masyarakat-nya.

Pertama kali ada kekuasaan, yaitu Kekuasaan Perbudakan.
Kekuasaan itu berangkat dari : kuat, menang, kuasa, benar !
Artinya : yang kuat adalah yang menang, yang menang adalah yang kuasa, dan yang kuasa adalah yang benar.

Jadi Kekuasaan Perbudakan itu, rajanya adalah raja budak dan rakyatnya adalah kaum budak.
Rakyat budak itu mengabdi kepada raja.
Apapun kebutuhan raja, rakyat harus menyediakannya, jika melawan akan dibunuh !

Masyarakat makin lama makin berkembang. Mereka mulai memperhatikan adanya buah-buahan dan tanaman yang menghasilkan buah-buahan itu. Kemudian mereka mulai makan buah-buahan. Selanjutnya tumbuh pertanian.
Perhatian mereka berubah, bukan hanya untuk makan daging binatang buruan, tetapi mereka berorientasi bagaimana menanam buah-buahan dan lain-lain yang bisa dimakan.
Kemudian ada orang mencangkul !
Otomatis berkembang, bagaimana membuat alat-alat pertanian dan pertukangan.

Lalu raja berpikir, bagaimana mendapatkan kekayaan yang banyak.
Kemudian raja memerintah kaum tani, supaya tunduk kepada raja dengan Asok Bulu Bekti (Upeti-red), maka timbullah apa yang namanya Masyarakat Feodalis.
Di dalam masyarakat feodalis yang berkuasa adalah raja dan yang dikuasai adalah kaum tani.
Kaum tani yang menanam, tetapi hasilnya untuk raja, sehingga kaum tani hanya mendapatkan hasil yang sedikit dari hasil pertaniannya.


Didalam Masyarakat Feodal inilah, tumbuh kepercayaan-kepercayaan.

Karena kaum tani ini sangat erat hubungannya dengan tanah dan air, kemudian mereka percaya bahwa tanaman-tanaman yang bisa dimakan itu, ada yang memberi.
Yang memberi itu kalau sekarang disebut Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kalau dulu tidak mengerti disebut apa.
Setahu saya dari orang-orang tua saya, Sang Pemberi itu disebut Gusti Engkang Paring Gesang atau Tuhan Yang Memberi Kehidupan.
Itulah yang dipercayai sebagai pemberi sarana hidup.

Mereka juga meyakini bahwa Sang Pemberi itu ada tempatnya, yaitu ada di batu-batu besar, maupun di pohon-pohon besar.
Kemudian sebagai wujud bakti dan syukurnya kepada Sang Pemberi itu, mereka memberi sesaji-sesaji yang berwujud hasil-hasil pertaniannya.

Karena perkembangan masyarakat semakin beradab, istilah sesaji itu kemudian disebut Persembahan, dalam bahasa Jawanya, Pasung Pisungsung.
Pendek kata, pada saat itulah tumbuhnya berbagai kepercayaan, dan selanjutnya tumbuh agama.
Jadi kepercayaan dan agama itu, tumbuh pada jaman feodalis.


Kaum tani yang hidup melarat, juga menginginkan hidup kaya dan berkecukupan seperti kaum feodal.

Dari sinilah kemudian muncul orang berjualan atau berdagang, maka berkembanglah perdagangan, yaitu tumbuhnya apa yang disebut borjuis-borjuis kecil.

Berkembangnya perdagangan, diikuti dengan tumbuhnya industri alat-alat pertukangan,kemudian melahirkan kelompok masyarakat yang memiliki modal dan kelompok buruh yang menjadi pekerjanya.

Orang-orang borjuis itu banyak akalnya.
Supaya dagangannya laku, maka dikembangkan dekorasi-dekorasi dan pengemasan-pengemasan, kemudian ditawarkan kepada masyarakat.

Disinilah mulai ada benih-benih kapitalisme.
Jadi borjuis-borjuis kecil itu yang menjadi embrionya kapitalisme.
Petani yang hidup melarat, kontradiksi dengan kehidupan raja yang mewah dari hasil penindasannya kepada kaum tani.
Kontradiksi ini mendorong tumbuhnya gerakan-gerakan rakyat kaum tani, melawan kekuasaan feodalisme.
Kemudian gerakan-gerakan rakyat kaum tani dan kaum melarat itu, dihimpun oleh orang-orang cerdik pandai, yaitu orang-orang borjuis, untuk menumbangkan kerajaan atau kekuasaan feodalisme.

Kemudian terjadilah revolusi besar, atas nama rakyat, dengan dipimpin oleh Kaum Borjuis, yang kemudian kita kenal dengan Revolusi Perancis.

Setelah berhasil menumbangkan kekuasaan feodalisme itu, kaum borjuis membatasi kekuasaan raja dengan membuat tiga lembaga, legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Ini yang disebut dengan Trias Politika.

Lembaga legislatif diduduki oleh kelembagaan yang berfungsi untuk membuat Undang-undang.
Lembaga eksekutif berfungsi sebagai pelaksana Undang-undang.
Dan lembaga yudikatif berfungsi untuk membentuk mahkamah peradilan.

Fungsionaris yang duduk didalam lembaga legislatif dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum.
Orang-orang yang duduk didalam legislatif ini, diwakili oleh partai-partai politik.
Legislatif yang disebut parlemen ini, kemudian memilih Perdana Menteri.
Perdana Menteri ini membuat kabinet, dan kabinet ini disebut Kabinet Parlementer, sebab dipilih oleh parlemen.
Anggota-anggota parlemen yang diwakili oleh partai-partai ini, dipilih oleh rakyat secara demokratis.
Kemudian kekuasaan rakyat dipercayakan melalui parlemen kepada Perdana Menteri, untuk menjalankan kekuasaan, maka demokrasi ini disebut Demokrasi Parlementer.
Itulah hasil revolusi Perancis yang membagi kekuasaan negara menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan masing-masing lembaga tidak boleh mencampuri fungsional kelembagaan masing-masing.

Mulai saat itulah menjadi tonggak sejarah bergesernya feodalisme dan munculnya kapitalisme di dunia ini.
Jadi ini adalah perubahan masyarakat secara periodik, yaitu periodikisasi didalam perubahan sistem kenegaraan dan pemerintahan negara, dari jaman perbudakan, kemudian jaman feodalisme dan lahirlah jaman kapitalisme.

Jadi feodalisme me-negasi atau menggugurkan perbudakan dan kemudian kapitalisme me-negasi atau menggugurkan feodalisme.

Sistem kapitalisme selanjutnya, berkembang menjadi kapitalisme industri. Kapitalisme industri ini membutuhkan modal bergerak dan tidak bergerak, membutuhkan tenaga kerja, juga membutuhkan bahan mentah dan pemasaran.
Kemudian mereka mencari daerah yang ada bahan mentahnya dan daerah itu menjadi lahan untuk dieksploitasi kekayaannya.
Akhirnya mereka menjadi krasan dan menetap di daerah itu.
Daerah itulah yang dinamakan Daerah Koloni.
Indonesia menjadi daerah koloni companion Belanda atau kapitalis-kapitalis Belanda, bukan daerah koloni negara Belanda.


Kolonial-kolonial itu disebut Kapitalis Kolonial.

Kalau sekarang, yang namanya kapitalis kolonial itu sudah kolot.
Kapitalisme sudah berkembang dari kapitalisme kolonial berkembang menjadi kapitalis imperial.
Karena bangsa yang memiliki daerah-daerah yang dieksploitasi itu, berontak untuk mengusir para kapitalis kolonial itu, maka kaum kapitalis mengembangkan cara penjajahannya dengan tentara dan senjatanya, ini sudah disebut Kapitalisme Imperial.

Nah ! Ditengah-tengah perjuangan bangsa Indonesia merebut kedaulatan dari penjajah kolonialis Belanda, terjadilah Perang Dunia II.
Kemudian masuklah Jepang pada tahun 1942, menjajah Indonesia sebagai daerah koloni Belanda.


Jadi Revolusi Indonesia menghadapi dua kekuatan penjajahan yaitu : kolonialisme Belanda dan imperialisme Jepang, maka terjadilah Perang Segitiga.

Dalam perang segitiga ini, runtuhlah kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia.

Revolusi Indonesia terus berjalan, melawan penjajahan imperial facisme Jepang.
Banyak korbanan-korbanan jiwa dan raga, didalam melawan kekejaman dan keganasan pasukan Jepang ini.
Indonesia betul-betul, sangat menderita !
Kekayaan Indonesia dikuras habis.
Kaum tani dipaksa untuk menanam tanaman-tanaman komoditi yang dibutuhkan oleh Jepang.
Kerja paksa yang sangat berat, ditambah dengan siksaan-siksaan yang dilakukan oleh tentara Jepang terhadap bangsa Indonesia.
Didalam penjajahan imperial facisme Jepang inilah, penderitaan bangsa Indonesia habis-habisan.
Ditengah-tengah perjuangan bangsa Indonesia melawan kekejaman imperial facisme Jepang ini, sekutu menjatuhkan bom atomya di Hirosima dan Nagasaki. Kemudian Jepang menyerah kalah dengan Sekutu.
Pada saat-saat itulah, Indonesia menyatakan kemerdekaannya.


Revolusi Indonesia, untuk mewujudkan negara merdeka !

Negara merdeka yang dicita-citakan, adalah membentuk negara kebangsaan, yang merdeka, bersatu, berdaulat, bisa mewujudkan keadilan dan kemakmuran.
Revolusi Indonesia hasilnya adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia, lengkap dengan Konstitusi Undang-undang Dasar 1945 dan Dasar Negara Pancasila yang dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Nah ! Kamu sebagai penerus perjuangan bangsa, haruslah memahami momen sejarah bangsa Indonesia ini.
Suatu dialektika sejarah, dimana bangsa Indonesia berpuluh tahun, berevolusi merebut kedaulatannya dari tangan penjajah kapitalis kolonial Belanda, yang kemudian datang penjajah baru, imperial facisme Jepang.

Bangsa Indonesia menghadapi dua kekuatan penjajahan itu.
Tetapi semangat revolusi Indonesia tidak padam ! Justru semakin membara, berkobar-kobar api revolusi di benak para pejuang Indonesia !
Sang Saka Merah Putih terikat di setiap kepala para pejuang, berarti idialisme Indonesia merdeka, tidak pernah pudar.
Merah Putih terikat dileher para patriot-patriot Indonesia, berarti siap mati untuk kemerdekaan Indonesia.
Merah Putih terikat di ujung-ujung bambu runcing, berarti dengan semangat merah putih, siap menerjang musuh-musuh Indonesia.
Bambu runcing ! Dari ratusan berkembang menjadi ribuan bambu runcing ! Dari ribuan menjadi puluhan dan ratusan ribu bambu runcing !

Dengan semangat merdeka atau mati !
Bak burung Rajawali, menukik dari angkasa !
Laksana singa kelaparan, dalam menerkam mangsanya !
Dengan semangat Banteng Ketaton !
Dengan amarah patriotisme !
Meluap-meluap darah merah satria Indonesia !
Menerkam ! Menerjang ! Mengenyahkan dan menghancurkan segala bentuk kemurkaan dengan budaya kerakusannya, yang mau menguasai Bumi Indonesia tercinta !

Kalau kamu nanti jadi pemimpin, rubahlah penulisan-penulisan sejarah, yang ditulis oleh penulis-penulis sejarah kompromis. Penulis-penulis sejarah liberalis !
Yang mengabdi kepada kepentingan penjajahan, bukan mengabdi kepada kepentingan bangsa sendiri.
Yang justru mencari-cari kelemahan bangsa sendiri dan membangga-banggakan bangsa lain, demi uang dan tawaran kekuasaan.

Nah ! Bukalah matamu ! Bukalah telingamu !
Sudahkah kau lihat ! Sudahkah kau dengar.
Kicauan-kicauan kaum penjilat, kaum penipu, kaum penjual bangsanya sendiri !
Dengan dalih kemanusiaan !
Dengan dalih mensejahterakan kaum melarat bangsanya !
Meminta-minta, mengemis-ngemis kepada bangsa lain, tetapi menjual kaum miskin Indonesia didalam mendapatkan uang dan kekuasaan untuk kepentingan sendiri.
Kini alam telah melihat !
Akal bulus, akal-akalannya kaum penjilat , yang sekarang bercokol didalam kekuasaan, dikalangan kaum pinter.
Didalam mendapatkan uang dan kekayaannya !
Didalam mendapatkan kekuasaan !
Mencari-cari kelemahan Undang-undang Dasar 1945, sebagai konstitusi nasionalnya! Mengobrak-abrik ketatanegaraan !
Menjungkir-balikkan fungsi kelembagaan !
Para elite politik dengan partainya, mengadu domba rakyat demi kemenangan didalam perebutan kekuasaan, dengan dalih pesta demokrasi, sehingga membuat persatuan nasional berantakan seperti ini !
Mengadu domba tentara dengan rakyat !
Menipu pemuda-pemuda dan mahasiswa, dengan demonstrasi-demonstrasi, untuk mengobarkan dendam antar kelompok, sehingga pemuda dan mahasiswa tidak mengerti arah dan Hakekat Revolusi Indonesia !
Ini merupakan taktik angkara murka dunia, didalam melumpuhkan kekuatan nasional demi terwujudnya budaya penjajahan, untuk menguasai Indonesia !


Pertanyaan yang terakhir :

Mengapa setelah merdeka, Undang-undang Dasar 1945 tidak digunakan didalam penataan dan penyelenggaraan negara

Setelah bangsa Indonesia mengumumkan Deklarasi Independennya, selang beberapa bulan, tepatnya tanggal 10 November 1945, datanglah penjajahan baru, yang berkedok kembalinya kolonialis Belanda ke Indonesia.


Sekutu masuk menjajah Indonesia !

Masuknya penjajahan baru ini, mendapatkan perlawanan hebat dari pejuang-pejuang yang progresif revolusioner.
Dengan kibaran sang merah putih, dengan beribu-ribu bambu runcing, dengan senjata seadanya, dengan semboyan rawe-rawe rantas malang-malang putung, walaupun harus berkalang tanah, bercermin bangkai, sekali merdeka tetap merdeka, penjajahan baru ini dilawan habis-habisan.

Nah ! Perhatikanlah ! Fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri ini.
Dimana Revolusi Indonesia tidak pernah berhenti, walaupun sudah mendapatkan kemerdekaannya !
Gelombang kemarahan bangsa Indonesia terhadap penjajahan sekutu , meluas di seluruh tanah air ini.
Dan bergeloralah semangat revolusi !
Laksana petir menyambar-nyambar !
Bagai badai menerjang dan menerpa ke sana-sini !
Menghancurkan dan meluluhlantakkan pasukan sekutu !
Walaupun berjatuhan korban beribu-ribu patriot Indonesia, sebagai Bunga Bangsa !

Atas perlawanan yang tak pernah mengenal menyerah inilah, sekutu mengambil taktik perang, dengan Imperialis Modern-nya, yaitu berkolaborasi dengan orang-orang Indonesia, yang sebelumnya sudah ada persekongkolan sejak hancurnya kolonialis Belanda.
Perhatikanlah kembali !
Bagaimana liciknya angkara murka,
Membuat suatu tipu muslihat,
Membuat suatu skenario,
Membuat suatu sandiwara,
dengan bermacam-macam bentuk perjanjiannya,
dari perjanjian Srambatan, Linggar Jati, Renville, sampai didirikannya negara boneka Republik Indonesia Serikat, dengan Undang-undang Dasarnya,
Dan puncaknya !
Penyerahan kedaulatan, yang seakan-akan Belanda menyerahkan kedaulatannya kepada Indonesia.

Tonggak sejarah ini, dimanipulasi oleh para penulis sejarah, seolah-olah Indonesia merdeka atas pemberian Belanda !
Dan mereka mendengung-dengungkan bahwa pada saat penyerahan kedaulatan itu, adalah lahirnya bangsa Indonesia.

Orang-orang semacam inilah, yang menabur penyakit terhadap genarasi penerus, untuk tidak mengerti sejarah perjuangan bangsanya !

Nah ! Sudahkah kamu mengerti ?
Bagaimana muslihat kaum penjajah luaran dengan taktisnya yang jitu, mengelabuhi bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa, didalam menancapkan penjajahan politiknya di negeri Indonesia ?

Dengan dalih penyerahan kedaulatan dari tangan Belanda ke tangan Indonesia, kemudian diikuti dengan berlakunya Undang-undang Dasar Sementara.
Bertolak dari keberadaan Undang-undang Dasar Sementara inilah, mereka menyisihkan Undang-undang Dasar 1945, sebagai konstitusi Indonesia.
Kemudian dilanjutkan, dengan dibentuknya multi partai.
Dengan dibentuknya multi partai ini, diselenggarakan pemilu, dan kemudian dibentuklah Badan Konstituante, yaitu badan negara yang berfungsi untuk membentuk Undang-undang Dasar.

Nah ! Jelaslah disini, kaum birokrasi Indonesia mentaati betul-betul perintah yang telah diprogramkan oleh penjajah luaran, untuk mengganti Undang-undang Dasar 1945 menjadi Undang-undang Dasar yang Liberalis.
Disini kita harus mengerti !
Bahwa demokrasi yang mereka terapkan ke dalam ketatanegaraan Indonesia adalah Demokrasi Liberal.

Pada saat inilah tertancapya Sistem Penjajahan Politik oleh Penjajah Luaran, yaitu Penjajah Imperialis Modern di dalam ketatanegaraan Indonesia.

Nah ! Ini merupakan momen sejarah perjuangan bangsa yang belum pernah dikuak oleh kaum cerdik pandai dan oleh para penulis sejarah Indonesia.
Dimana disaat ini, terjadi metamorfose atau perubahan bentuk penjajahan di Indonesia, yaitu : perubahan penjajahan dari Penjajahan Kapitalis Kolonial menjadi Penjajahan Kapitalis Imperial Modern, didalam penjajahan politiknya, sampai saat ini.
Sistem kepartaian didalam ketatanegaraan Indonesia saat ini, adalah kelanjutan daripada penjajahan politik masa lalu !


Sudah merdekakah bangsa ini ?

61 tahun Indonesia merdeka, yang didapatkan baru dalam bentuk kemerdekaan fisik, yaitu keberhasilan mengusir penjajahan dengan tentara dan senjatanya, tapi penjajahan politik, hadir dengan keganasan-keganasannya, yaitu exploitation de lhom par lhom dan exploitation de nation par nation, penghisapan manusia atas manusia yang dilakukan oleh bangsa sendiri dan penghisapan kekayaan bangsa Indonesia oleh bangsa lain.
Penindasan dilakukan terhadap setiap gerakan melawan kekuasaan, dengan penangkapan-penangkapan, dimasukan didalam kamp-kamp kosentrasi, dan pembunuhan-pembunuhan biadab yang dilakukan bangsa sendiri terhadap bangsanya, atas perintah bos-bos luarannya.

Jadi jelaslah bagi kita, didalam mengamati kondisi nasional saat ini.
Sekarang ada sekelompok orang-orang Indonesia, yang punya kesempatan menduduki singgasana kekuasaan negara, mengamandemen Undang-undang Dasar 1945.
Ini adalah kelanjutan !
Ini adalah suatu usaha untuk merubah Undang-undang Dasar, untuk mengganti Undang-undang Dasar, menjadi Undang-undang Dasar Liberalis, untuk membuat Undang-undang Dasar Federal Indonesia.

Nah! Kalau jaman revolusi kemerdekaan, kaum-kaum penghianat negara bersekongkol dengan kaum penjajah luaran, dengan berbagai tipu muslihat, dengan cara yang selicik-liciknya, mau merubah Undang-undang Dasar 1945 menjadi Undang-undang Dasar Federal.
Bukankah yang dikerjakan oleh pemimpin-pemimpin saat ini, sama dengan apa yang dikerjakan oleh penghianat-penghianat itu ?
Nah! Bagi mereka itu, patut diberi predikat sebagai apa ? Apakah mereka ini juga diprogram oleh penjajah luaran ? Apakah mereka ini dikasih uang oleh bos-bosnya, penjajah luaran ?
Jawabnya !
Yes !

Nah ! Kalau kamu, mau mengerti kondisi nasional saat ini, dimana muncul polemik pro dan kontra amandemen Undang-undang Dasar 1945, dan pro-kontra terhadap isu kembali kepada Undang-undang Dasar 1945, cermatilah, apa yang sudah saya sampaikan kepadamu tadi !

Pertama, yang menyangkut masalah pro dan kontra amandemen Undang-undang Dasar 1945.

Kaum yang menyatakan sebagai Kaum Reformis itu, yang berkepentingan untuk mengamandemen, justru bertujuan untuk mengubah Undang-undang Dasar 1945 menjadi Undang-undang Dasar Federal !
Mereka itulah, yang patut dikatakan sebagai orang-orang yang gandrung akan masa lalu !
Masa dimana kaum reformis Indonesia, kaum kompromis Indonesia, mendapatkan uang dan kekuasaan dari kaum penjajah luaran.
Mereka menggunakan senjata masa lalu, senjata kaum penghianat negara, juga untuk mendapatkan uang dan kekuasaan, demi kesenangan pribadi dan kelompoknya.

Yang kedua, isu kembali kepada Undang-undang Dasar 1945, sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Didepan sudah saya katakan, sudah saya kuak sedalam-dalamnya, usaha kaum Imperialis Luaran yang dibantu oleh kolaborator-kolaboratornya yang ingin menghapus Undang-undang Dasar 1945 dipersada ibu peritiwi, tanah air Indonesia ini, dan itu berhasil !
Bukan hanya merubah, tapi mengganti dengan Undang-undang Dasar baru, yaitu Undang-undang Dasar Sementara.

Dengan digantikannya Undang-undang Dasar 1945 menjadi Undang-undang Dasar Sementara itulah, segala sistem penataan dan penyelenggaran negara, berubah total !
Ini yang saya sebut sebagai Penjajahan Politik, sampai saat ini !

Bukan hanya berubahnya sistem ketatanegaraan kita !
Tetapi juga perubahan total terjadi didalam pikiran, didalam jiwa, Didalam selera, para pemimpin Indonesia !
Beralihnya moralitas, pikiran, selera dan asas sosialis Indonesia, berubah total menjadi moralitas kapitalistis.

Bukan moral kerakyatan.
Bukan moral keutamaan.
Tetapi moral kapitalis !
Walaupun harus mengorbankan kepentingan nusa dan bangsanya !

Jadi yang dimaksud oleh orang-orang Indonesia, yang nasionalismenya masih bersemayam di benak hatinya, yang masih punya kebanggaan atas kepemilikan terhadap tanah air Indonesia, yang masih punya kecintaan terhadap tanah air dan bangsanya,
yang masih menghargai produk-produk perjuangan daripada pahlawannya, untuk kembali kepada moralitas nasionalnya !
Untuk kembali kepada sistem dasar penataan dan penyelenggaran negara, menurut konstitusi nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Undang-undang Dasar 1945.

Nah ! Sampaikanlah kepada segenap bangsa ini, yaitu bangsa Indonesia tercinta, dimanapun mereka berada, tidak pandang bulu !
Golongan apa, agamanya apa, sukunya apa !
Bekas PKI, bekas Masyumi, bekas DI
atau bekas PRRI-Permesta-pun !


Suruhlah memilih satu diantara dua !

Mau ikut kaum reformis, mengobrak-abrik negerinya! Atau ikut kelompok yang menghendaki kembali kepada Undang-undang Dasar 1945, demi keselamatan bangsa dan negaranya !
Bagi pulihnya persatuan nasional, untuk membuka jalan baru menuju pembagunan nasional, untuk mewujudkan kehendak bangsa ini, yaitu : terwujudnya kesejahteraan hidup seluruh bangsa, untuk mewujudkan ketentraman bagi kehidupan bangsa, untuk mewujudkan adil makmur yang sejati bagi kehidupan seluruh bangsa ini.
Demi terselenggaranya kehidupan antar bangsa yang bersahabat, hidup berdampingan secara damai, bersama-sama bangsa-bangsa sedunia untuk mewujudkan kesejahteraan dunia, untuk mewujudkan keadilan masyarakat bangsa-bangsa dan untuk mewujudkan perdamaian dunia !

Inilah Gaung Revolusi Indonesia !
Dengan api revolusi yang nan tak kunjug padam !
Lewat mimbar ini, membakar, mengelora, dari lubuk hati sedalam-dalamnya !
Hati rakyat Indonesia yang tertekan,
Hati rakyat yang merasa tertidas oleh bangsanya sendiri !
Bangkit ! Untuk membebasakan dirinya dari cengkeraman Imperialis,
dengan cakar- cakar bangsa sendiri !

Rakyat sudah marah !
Rakyat sudah melek matanya !
Rakyat sudah muak dengan segala perilaku kekuasaan, yang gagal melaksanakan misionnya !
Rakyat sudah tidak percaya dengan pemimpinnya !
Yang korup !
Penipu !
Bukan melaksanakan kehendak rakyat, tapi justru memperkaya diri dan kelompoknya, dengan mengorbankan kepentingan rakyat !

Yang terakhir !

Melihat gejolak alam ! Alamya Indonesia !
Bumi Indonesia !
Gunung Indonesia !
Air Indonesia !
Angin Indonesia !
Dan Api Indonesia !
Sudah tidak bersahabat, dengan tatacara pemimpin Indonesia, didalam mengelola negerinya !

Kalau kita lihat, rakyat dari Sabang sampai Merauke,
mereka sudah muak dengan kekuasaan !

Ini suatu pertanda !
akan tumbangnya kemurkaan, yang mencengkeram tanah air Indonesia berpuluh-puluh tahun !

Nah ! Bersiap-siaplah, hai kamu !
Para penerus perjuangan bangsa !
Satria Indonesia yang berjiwa besar !
Yang memahami, dasar negara dan ketetanegaraannya !

Songsonglah !
Datangnya Indonesia Baru,
yang bersih dari segala kemunafikkan,
penipuan, fitnah, terror !

Dengan kepolosan jiwamu !
Dengan kejujuran hatimu !
Dengan kebesaran jiwamu !
Dengan jiwa patriotikmu !
Dengan jiwa kepahlawananmu !
Bangulah negeri ini !
Tatalah negeri ini !
Wujudkanlah, apa yang telah dicita-citakan bangsamu berpuluh tahun,
bahkan beratus-ratus tahun !
Bawalah bangsa ini, menjadi bangsa yang besar !
Menjadi bangsa yang berjiwa besar !
Yang nanti siap untuk mempelopori bangsa-bangsa, untuk membangun dunia baru ! To build the world anew.
Suatu tatanan kehidupan bangsa, yang bersih dari segala bentuk penjajahan dan penindasan !

Supaya setiap bangsa menemukan kedaulatannya masing-masing ! Supaya setiap bangsa menemukan jati dirinya sebagai bangsa masing-masing ! Supaya setiap bangsa menemukan nasionalismenya masing-masing !
Supaya setiap bangsa berdaulat di bidang politiknya masing-masing, berdikari didalam pengaturan ekonominya masing-masing, dan supaya setiap bangsa di bawah kolong langit ini, merdeka, didalam memeluk budayanya, sebagai kepribadian bangsanya !
Kalau bangsa-bangsa di dunia telah menemukan tiga prinsip itu : berdaulat di bidang politik, berdikari dibidang ekonomi, dan merdeka didalam memeluk budaya nasionalnya, sebagai kepribadian bangsanya, Niscaya ! Penjajahan diatas bumi ini, akan habis, lebur kiamat dengan sendirinya !

Nah ! Tadi saya sudah bilang yang terakhir, artinya stop dengan pertanyaanmu ! Pesanku kepadamu !
Sampaikanlah, jawaban-jawabanku kepadamu ini, kepada bangsamu, terutama sekali kepada seluruh pemuda dan generasi muda Indonesia, supaya menjadi Tolak Balak, dari berbagai penyakit kemurkaan !
Taburkanlah, diseluruh muka bumi ini, sebagai biji keutamaan, agar tumbuh berkembang menjadi konsumsi rohani, konsumsi jiwa, didalam pembangunan manusia seutuhya, pembangunan lahir dan batin kehidupan kemanusiaan.


HAKEKAT PANCASILA

Sebelum merdeka, bangsa Indonesia sudah menangis karena tertindas, menangis karena tersiksa, menangis karena kemelaratan sebab kekayaan Indonesia dirampas oleh penjajah. Karena tekanan dan penindasan dirasakan oleh tubuh dan jiwanya, kemudian menumbuhkan suatu kesadaran yaitu Kesadaran Nasional, dan berkembang menjadi Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan.
Ditengah-tengah perjuangan pergerakan kemerdekaan itu, Bung Karno dengan sahabat-sahabatnya, pejuang pendiri negeri ini dengan pengorbanan harta, jiwa dan raganya tumbuh cita-cita ingin memiliki Indonesia yang lepas dari segala bentuk penjajahan dan penindasan.


Pada tahun 1918, Bung Karno baru berumur 17 tahun, beliau masih sangat muda tetapi sudah tumbuh kesadarannya, sudah bergelora gerak jiwanya, dan sudah berniat untuk berjuang apapun resikonya, ingin mencarikan phylosofi atau dasar pandangan hidup bagi bangsanya kalau Indonesia nanti merdeka. Bung Karno sudah meyakini bahwa “suatu bangsa akan mendapatkan kejayaannya kalau bangsa itu telah menemukan phylosofinya”.
Berangkat dari gelora jiwanya itulah Bung Karno tidak henti-hentinya mempelajari semua buah pikir dari ahli pikir dunia yang disebut filsafat. Buah pikir dari mempelajari itu semua diperas santannya dan santan itu dinamakan Marhenisme. Marhenisme sebagai phylosofi perjuangan untuk menumbangkan kolonialisme Belanda.
Jadi setelah sepuluh tahun sejak berangkat bergelora jiwanya ingin mencari phylosofi bagi bangsanya, beliau menemukan phylosofi perjuangan itu. Phylosofi perjuangan itu disebut Filasafat Nasional. Di dunia ini belum ada filsafat nasional, yang ada baru di Indonesia dan filasafat nasional tersebut adalah hasil buah pikir Bung Karno.
Akhir tahun 1929, Bung Karno sudah mengumumkan dan mensosialisasikan filasafat nasional tersebut supaya dimengerti dan dipahami oleh bangsa Indonesia. Kalau Indonesia nanti merdeka di dasari oleh dasar negara yang diberi nama oleh Bung Karno Tri Sila, yaitu :
1. Sosio Nasionalisme
2. Sosio Demokrasi
3. Ketuhanan atau Dasar Iman

Kemudian para pendiri negeri ini menyiapkan dasar negara pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang BPUPKI pidato Bung Karno diterima secara aklamasi sebagai Dasar Negara Indonesia dengan nama Pancasila.1 Juni 1945 sebagai tonggak sejarah yang tidak boleh kita lupakan oleh bangsa Indonesia, sebagai Hari Lahir Pancasila.
Pancasila kemudian dituangkan didalam Mukadimah UUD 1945, sebagai Dasar Negara, sebagai Jiwa Bangsa, sebagai Phylosofi Nasional atau Filsafat Bangsa, sebagai Idiologi Bangsa, serta sebagai Way of Life dan Azas Bangsa.

A. Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Makna negara
Dari buku-buku sejarawan dunia, ada bermacam-macam makna negara, itu dahulu waktu tumbuh negara. Tetapi sekarang ini dunia sudah terbagi atas bangsa-bangsa yang sudah memiliki negara dan hidup didalam negara masing-masing, sehingga tidak perlu memusingkan dengan buku-buku dahulu. Jadi pikiran kita sekarang untuk memikirkan keadaan sekarang.
Bagaimana syarat berdirinya suatu negara ? Sekarang ini sudah berdiri negara-negara di Eropa, Asia, Afrika dan Indonesia, tetapi mengapa masih ditanyakan syarat berdirinya negara.
Syarat berdirinya negara :
1. Ada tanah air
2. Ada bangsa yang menempati
3. Ada konstitusi atau aturan dasar

Di Indonesia syarat berdirinya negara itu sudah ada. Sudah mempunyai tanah air, tanah air Indonesia ! Sudah ada yang menempati, penduduk bangsa Indonesia ! Dan sudah mempunyai konstitusi atau aturan dasar, UUD 1945 !

2. Pancasila itu mendasari apa ?
Pancasila sebagai dasar atau fundamen, sedangkan bangunannya adalah negara. Negara akan kukuh kuat apabila fundamennya kuat. Fundamen bangunan Indonesia yang disebut Pancasila itu bagaimana ? Ini perlu dicamkan baik-baik ! Ini diperuntukkan bagi setiap warga negara Indonesia, karena ini dasar negara Republik Indonesia yang harus dipahami oleh setiap warga negara Indonesia.
Setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk memahami dasar negaranya. Ini harus ditetapkan menjadi TAP MPR sebagai ketetapan rakyat supaya, “setiap warga negara Indonesia wajib mengerti dan memahami dasar negara Pancasila, bagi yang menolak dan tidak mengakui dasar negara Indonesia diusir dari negara Indonesia, karena dia bukan warga negara Indonesia”. Ini harus diangkat sebagai wajib kewarganegaraan !

3. Mengapa Pancasila mejadi Dasar Negara ?
Hal ini memang patut dipertanyakan bagi kita semua yang memikirkan masalah negara, yang mencintai negeri ini, dan yang dibenaknya menanyakan Pancasila itu seperti apa ? Pancasila itu bagaimana ?
Bangsa-bangsa didunia mempertanyakan mengapa Indonesia mempunyai dasar negara Pancasila. Ini spesifik, khusus Indonesia ! Bangsa-bangsa lain datang ke Indonesia ingin tahu tentang Pancasila. Mereka harus bertanya kepada siapa ?
Sekarang ini kita berharap, mengharapkan Rahmat Illahi, Rahmat Yang Maha Kuasa untuk mengantar Para Pemuda dan Generasi Penerus Perjuangan Bangsa “supaya mengangkat Pancasila ke Permukaan Persada Bumi Pertiwi Indonesia, dan dapat dimengerti oleh setiap warga negara”. Sampaikanlah ini kepada segenap bangsa Indonesia khususnya kepada pemuda dan generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia, sebagai generasi yang bertanggung-jawab atas baik dan buruknya bangsa ini.
Pancasila itu hanya nama, Trisila itu hanya nama, Ekasila itu hanya nama, jadi jangan bikin masalah dengan nama. Yang kita permasalahkan adalah Dasar Negara. Jangan mempermasalahkan lahirnya Pancasila, tapi masalahkanlah apa sebetulnya kejiwaan yang terkandung didalam Pancasila sebagai Dasar Negara.

B. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Pancasila sebagai Jiwa Bangsa, atau merupakan Psiko Nasional. Apapun namanya ! Apa arti sebuah nama kalau dia tidak hidup !
Selama ada bangsa Indonesia, disitu pasti ada Pancasila ! Karena sudah dinyatakan Pancasila itu sebagai jiwa bangsa Indonesia. Jiwa bangsa ini sudah dituangkan didalam Mukadimah UUD 1945 sebagai Suara Nurani Bangsa.
Karena itu kalau ingin mengerti Pancasila, pelajarilah jiwa bangsa ini.
- Bagaimana Jiwanya, sebelum bangsa Indonesia mempunyai negara ?
- Bagaimana Jiwanya, waktu masih dijajah ?.
- Bagaimana Jiwanya, setelah berjuang menghadapi penjajahan ?
- Bagaimana Jiwanya, setelah merdeka ?

Itulah yang terkandung didalam Mukadimah UUD 1945. Disitu suara nurani bangsa Indonesia ! Karena itu Mukadimah UUD 1945 merupakan suara nurani bangsa, suara batinnya bangsa, dan sudah menjadi konstitusi kita. Konstitusi UUD 1945 sebagai suara nurani, bahasa nurani, amanat rohani, amanat penderitaan rakyat. Ini semua merupakan amanat jiwa, tangisnya rakyat, penderitaannya rakyat, keluh kesahnya rakyat, dan kemelaratannya rakyat.
Pancasila sebagai jiwa bangsa terdiri dari tiga poin dasar :
- Dasar pertama adalah paham atau isme-nya bangsa, yaitu apa yang menjadi cita-citanya bangsa atau apa yang sudah menjadi pahamnya bangsa.
- Dasar kedua adalah sistem perwujudan paham atau sistem perwujudan aspirasi. Paham harus diwujudkan dalam perjuangan. Paham itu aspirasi yang sudah diyakini kebenarannya dan harus diwujudkan dalam perjuangan selama hayat masih dikandung badan.. Jadi sudah ada dua poin pokok yaitu : paham dan sistem perwujudan paham itu.
- Dasar ketiga adalah dasar iman. Dua aspek dasar , yaitu : paham dan sistem perwujudan paham, didasari oleh dasar iman yang disebut Ketuhanan.

1. Poin Dasar Pertama “Isme atau Paham”
Selama bangsa ini ada, paham akan tetap diwujudkan ! Itu adalah isme !

a. Nasionalisme
Nasionalisme adalah Isme atau pahamnya Bangsa. Karena ini cetusan hati nurani bangsa Indonesia, maka disebut juga nasionalisme bangsa Indonesia, berarti isme-nya bangsa Indonesia, berarti aspirasi-nya bangsa Indonesia, atau “cita-cita yang sudah diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia untuk diperjuangkan keterwujudannya, walaupun sampai akhir jaman”.
Paham itu sudah dilestarikan dan diwujudkan didalam konstitusi, dan sudah tersurat didalam Mukadimah UUD 1945 yaitu :
1. Supaya hidup didalam suatu negara yang mendapatkan kesejahteraan lahir dan batin.
2. Supaya hidup mendapatkan ketentraman didalam negerinya sendiri.
3. Hidup didalam negara yang kaya raya ini harus makmur.
4. Didalam penataan pembagian rejeki harus adil.
5. Butuh pengayoman supaya selamat hidupnya didalam masyarakat bernegara.

Itu cita-cita kita ! Apakah akan berhenti cita-cita semacam itu ? Itu akan lestari sepanjang jaman ! Itu cita- cita kita sejak saat berjuang sampai saat ini, yang tidak akan berhenti kita perjuangkan !

b. Internasionalisme
Cita-cita bangsa seperti yang disebutkan diatas, bukan hanya cita-cita bangsa Indonesia saja. Setiap bangsa-bangsa di dunia juga mempunyai cita-cita semacam ini. Ingin sejahtera, ingin tenteram, ingin adil makmur dan ingin aman hidupnya di negeri masing-masing. Tidak ada yang mencita-citakan sengsara hidupnya dan tidak selamat hidupnya.
Jadi kita berpikir bukan hanya untuk bangsa Indonesia dan mencita-citakan bukan untuk bangsa kita sendiri, tetapi kita mencita-citakan bersama untuk bangsa-bangsa dan juga untuk mewujudkan aspirasi internasional.
Kita bersama-sama dengan bangsa-bangsa di dunia, menyatukan aspirasi, menyatukan cita-cita dan menyatukan perjuangan didalam mewujudkan cita-cita ini secara internasional. Kita mengajak semua bangsa-bangsa didunia untuk mewujudkan aspirasi internasional, ini yang disebut Internasionalisme.
Jadi nasionalisme Indonesia adalah Internasionlisme, sebab kita berpikir untuk kepentingan bangsa-bangsa dan bukan hanya berpikir untuk kepentingan nasional saja. Kita berjuang bersama-sama, bersatu didalam cita-cita dan bersatu didalam mewujudkan cita-cita bersama, yaitu internasionalisme atau isme-nya bangsa-bangsa.
Kita tidak akan berseteru dengan bangsa lain, sebaliknya kita mengajak damai kepada bangsa manapun. Sebab dengan perdamaian dan persatuan bangsa-bangsa, kita dapat mewujudkan cita-cita bersama atau internasionalisme.

c. Sosialisme
Pengertian Sosialisme, Sosio berarti masyarakat, dan Sosial berarti segala sesuatu yang menyangkut kehidupan masyarakat atau kehidupan sosio. Sedangkan Isme berarti paham. Jadi Sosialisme berarti “pahamnya masyarakat manusia”.
Di dunia ini manusia ingin hidup sejahtera, walaupun tanpa negara. Manusia yang tidak mengerti lika-liku persoalan negara, tidak mengerti masalah politik, masalah nasional ataupun masalah internasional, juga ingin tenteram dan sejahtera hidupnya.
Ini berarti aspirasi nasional kita adalah aspirasinya masyarakat dunia atau aspirasinya manusia sedunia yang bersifat universal. Jadi sosialisme adalah isme-nya manusia atau disebut Humanisme. Humanisme adalah cita-citanya semua manusia, baik secara pribadi maupun secara kekeluargaan. Semua manusia menginginkan suatu tatanan hidup yang bisa mewujudkan kesejahteraan, ketenteraman, keadilan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat. Jadi nasionalisme Indonesia atau cita-cita bangsa Indonesia adalah cita-cita kemanusiaan atau sosialisme.
Kalau kita mempelajari apa yang disepakati oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 1 Juni 1945, telah mencetuskan suatu paham bangsa. “Paham akan senantiasa abadi dan tidak akan tergoyahkan, kalau masih goyah itu berarti bukan paham” !
“Suatu bangsa yang memiliki paham yang kokoh tetapi lupa akan pahamnya, maka bangsa itu akan berjalan tidak tentu arah dan akan mengalami kehancuran “ !
Hal diatas adalah poin dasar yang pertama yaitu Isme-nya Bangsa. Nasionalisme Indonesia bukan hanya cita-cita bangsa Indonesia, tetapi juga cita-citanya segenap bangsa di dunia atau isme-nya internasional, bahkan merupakan cita-citanya setiap manusia di dunia ini. Karena itu, Nasionalisme Indonesia juga merupakan Internasionalisme dan sekaligus Sosialisme.
Ini adalah aspirasi atau pahamnya bangsa dan bangsa-bangsa serta pahamnya kemanusiaan, didalam upaya mencapai sarana hidup yang sesuai dengan kehendak jiwanya yaitu Tata Tentrem Kerto Raharjo, yang artinya cita-cita bangsa ini yang menghendaki tatanan atau aturan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bisa mewujudkan ketenteraman, keadilan dan kemakmuran, serta keamanan dan kesejahteraan.

2. Poin Dasar Kedua “Demokrasi”
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan negara, bagaimana mewujudkan aspirasi nasional. Aspirasi nasional diwujudkan dengan dua macam demokrasi, yaitu : Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi.
Demokrasi politik untuk menjalankan penataan pemerintahan negara sesuai dengan kehendak masyarakat, yaitu supaya kita atur bersama negeri ini dan kita pimpin negeri ini melalui perwakilan yang hasilnya kita manfaatkan bersama. Itu adalah cita-cita setelah kita memiliki negara dan merupakan sistem perwujudan dibidang politik, sedangkan demokrasi ekonomi, pengertiannya adalah “kita olah bersama-sama tanah air ini dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan kita bersama”.
Itu adalah Demokrasi Indonesia, Demokrasi yang sejati. Kita kuasai bersama negeri ini, karena negeri ini adalah hasil perjuangan bersama. Negara kita atur bersama secara perwakilan, sebab tidak mungkin kalau semuanya ikut mengatur negara ini. Dibidang ekonomi, kita atur bersama secara kekeluargaan dengan koperasi. Hal ini sudah menjadi sistem dasar yang terkandung didalam UUD 1945.
Mukadimah atau Preambule UUD 1945 adalah Paham atau Isme, sedangkan Batang Tubuh UUD 1945 adalah Sistem, yaitu Sistem Pengaturan Negara.
Ingin merdeka atau bebas dari segala bentuk penjajahan dan penindasan adalah merupakan Kehendak Jiwa. Kemudian kita pertahankan kemerdekaan agar jangan sampai terjajah lagi. Kita menghendaki juga agar penjajahan diatas muka bumi ini harus dihapuskan. Jadi Isme kita ini adalah Isme Internasional.
Secara politik dan ekonomi, kita sudah mempunyai cita-cita internasional. Kita ingin menggalang persatuan nasional, ingin mewujudkan kesejahteraan dan perdamaian dunia. Ini bukan hanya cita-cita untuk bangsa kita sendiri, tetapi juga merupakan cita-cita kebangsaan dan bangsa-bangsa. Inilah yang dikatakan sebagai Cita-Cita Luhur Bangsa, bukan hanya untuk kita sendiri tetapi kita mengharapkannya untuk setiap bangsa.
Setiap bangsa ingin mendapatkan kedaulatannya sendiri, berdaulat dibidang politiknya sendiri, berdikari dibidang ekonomi dan memeluk kepribadiannya sendiri. Setiap bangsa ingin hidup berdampingan secara damai atau koeksistensi secara damai antar bangsa. Kalau sudah demikian maka tidak akan ada perang dan tidak akan ada benturan antar bangsa, sehingga cita-cita perdamaian dunia akan terwujud.
Jadi cita-cita bangsa Indonesia adalah cita-cita yang luhur. Luhur berarti “diakui oleh setiap umat manusia”.

3. Poin Dasar Ketiga “Ketuhanan atau Dasar Iman”
Poin yang ketiga yaitu Ketuhanan atau Dasar Iman adalah Alas atau Dasar dari poin dasar pertama dan poin dasar kedua, yaitu Isme dan Sistem.
- Bagaimana apabila Isme dan Sistem tidak didasari oleh Ketuhannan atau Dasar Iman ?
- Kita mengakui atau tidak, kalau Tanah Air Indonesia adalah Anugerah Yang Maha Kuasa ?
- Bangsa ini mengakui atau tidak, kalau Tanah Air Indonesia adalah Anugerah Yang Maha Kuasa ?
- Kalau ada satu batang hidung yang tidak mengakui bahwa Tanah Air Indonesia adalah Anugerah Yang Maha Kuasa, tanyakan dari mana asalnya ?

Tanah Air Indonesia adalah warisan leluhur. Tanah air Indonesia memang sudah diserahkan kepada leluhur bangsa Indonesia yang paling tua oleh Yang Maha Kuasa, untuk sarana hidupnya. Kita meyakini bahwa Yang Maha Kuasa menghendaki manusia untuk hidup, sehingga diberikan sarana hidup !
- Siapa yang membagi-bagi dunia ini atas bangsa-bangsa ?
- Apakah ada buku yang menyatakan bahwa dunia ini dibagi atas bangsa-bangsa oleh si A atau si B ?

Dunia ini terbagi atas bangsa-bangsa adalah Atas Kehendak Illahi, Kehendak Yang Maha Kuasa. Tanah Air Indonesia dibagi atas suku bangsa, diberi bahasa sendiri-sendiri dan diberi corak sendiri-sendiri adalah Atas Kehendak Illahi, Kehendak Yang Maha Kuasa. “Kita meyakini bahwa Tanah Air Indonesia ini adalah Anugerah Yang Maha Kuasa kepada Bangsa Indonesia”. Tanah Air Indonesia ini diberikan oleh Yang Maha Kuasa kepada kita semua untuk sarana hidup kita bersama.
Hal ini harus disampaikan kepada bangsa ini dan bangsa-bangsa di dunia, karena ini yang menjadi Dasar Iman Kita, apabila kita mau bicara masalah negara, masalah nasional dan masalah internasional. Tanpa dasar iman ini, kita tidak akan mampu memecahkan permasalahan manusia di seluruh jagad ini.
Kalau tanah air ini adalah Anugerah Yang Maha Kuasa, penghuni tanah air ini termasuk kita ini asalnya dari mana ? Kita adalah Titah Illahi.
Jadi negara ini baik tanah air maupun bangsa yang menempatinya berasal dari Yang Maha Kuasa, hanya konstitusi yang datangnya bukan dari Yang Maha Kuasa. Konstitusi datang dari otak dan perasaan manusia atau cipta, rasa, dan karsa manusia. Cipta, Rasa, dan Karsa Manusia ini asalnya dari mana ? Manusia mampu berpikirpun asalnya dari Yang Maha Kuasa. Kalau manusia berpikir masalah negara meninggalkan dasar iman, manusia semacam ini pantasnya disebut apa ? Manusia tidak boleh meninggalkan dasar iman ini !
- Perpolitikan harus punya dasar iman !
- Pandangan hidup harus didasari iman !
- Bicara masalah ekonomipun harus didasari iman !

Semua sepak terjang manusia kalau mau lurus, atau agar Way of Life manusia lurus maka harus sesuai dengan kehendak Illahi. “Lurus itu berarti sesuai dengan apa yang disabdakan Tuhan, apa yang sudah tersurat di jagad ini dan apa yang sudah tersurat didalam diri kita masing-masing”. Aspirasi Nasional tanpa didasari oleh iman adalah lamunan kosong, sebab hanya berangkat dari kemampuan pikir, tidak memahami dan tidak meyakini bahwa Sabda Illahi tidak akan terpikir oleh otak dan perasaan manusia.
Apabila kita bicara masalah Pancasila haruslah bicara masalah iman, sebab apabila meninggalkan iman berarti bukan Pancasila, dan apabila meninggalkan Pancasila, berarti bukan aspirasi nasional. Sehingga benar bahwa cita-cita bangsa Indonesia adalah luhur, sebab didasari oleh iman dan kemanusiaan. Itulah hakekat Pancasila, kesejatian Pancasila, atau prinsip-prinsip dasar Pancasila.

Disebut Pancasila tetapi mengapa hanya ada tiga prinsip dasar ?

Sebelum ada istilah Pancasila , ada istilah Trisila.
Trisila itu adalah :
1. Sosio Nasionalisme
Sosio Nasionalisme dipecah menjadi :
a. Nasionalisme
b. Internasionalisme
2. Sosio Demokrasi
a. Demokrasi Politik
b. Demokrasi Ekonomi
3. Dasar Iman atau Ketuhanan

Itulah yang disebut dengan Pancasila.

C. Pancasila sebagai Phylosofi Nasional atau Filsafat Bangsa

Hakekat Pancasila sebagai Dasar Negara ini, ada cabang-cabangnya atau sub-subnya, diantaranya adalah Pancasila sebagai Phylosofi Nasional. Bahasa lain dari Phylosofi Nasional adalah Filsafat Bangsa atau Pandangan Hidup Bangsa. Pandangan hidup itu adalah pekerjaan otak, pekerjaan batin dan pekerjaan jiwa atau pekerjaan cipta, rasa, karsa dan pangrasa atau cabang-cabang rasa.
Filsafat bangsa Indonesia memandang kehidupan ini dari pandangan lahir dan pandangan batinnya manusia. Oleh karena itu filsafat bangsa Indonesia disebut Filsafat Lahir Batin. Manusia hidup secara lahir dan secara batin sehingga yang dipandang adalah kehidupan lahir dan kehidupan batin. Kehidupan lahir dan kehidupan batin yang dipandang ini adalah sebagai Obyek Phylosofi, Obyek Pandangan Hidup, atau Obyek Filsafat bangsa ini. Dan yang memandang atau Subyek Phylosofi-nya adalah bangsa ini secara lahir dan batin.
Jadi obyek phylosofi-nya lahir batin dan subyek phylosofi-nya juga lahir batin. Kalau begitu “Pancasila adalah falsafah lahir batin”. Pancasila sebagai falsafah lahir batin, berarti mengakui adanya dunia lahir dan dunia batin atau dunia halus yang disebut metafisika. Keberadaan Tuhan itu adalah metafisika, sedangkan keberadaan hamba-hamba Illahi adalah fisika. Jadi Ketuhanan sebagai obyek phylosofi dan Ketuhanan itu adalah lahir dan batin.
Bangsa Indonesia hidup secara lahir dan batin memandang kehidupan ini dengan panca indera lahir dan panca indera batin. Pemahamannya dengan pikiran dan jiwa. Jadi filsafat bangsa Indonesia ini, lain dengan filsafat-filsafat di dunia ini.
Pancasila disebut sebagai phylosofi nasional atau filsafatnya bangsa Indonesia, maka setiap warga negara Indonesia harus berfilsafat. Bangsa Indonesia yang sudah memahami bab hidup haruslah berfilsafat hidup. Jadi setiap warga negara Indonesia harus berfilsafat hidup atau berpandangan hidup.
Filsafat Pancasila adalah filsafatnya bangsa Indonesia, berarti setiap warga negara Indonesia harus berfilsafat Pancasila. Untuk berfilsafat Pancasila harus mempelajari, mengerti dan memahami bab hidup atau falsafah hidup. Ini adalah kewajiban setiap warga negara Indonesia, dan pemimpin negara harus memimpin kewajiban tersebut. Pemimpin negara harus membuat tatacara atau sistem agar warga negara Indonesia mengerti dan memahami filsafat Pancasila, sebagai filsafat kebangsaan. Ini adalah syarat kalau mau menjadi pemimpin bangsa Indonesia masa depan !
Dalam teori filsafat, syarat filsafat harus ada obyek dan ada subyeknya. Obyek filsafat kebangsaan adalah hal-hal yang menyangkut kehidupan bangsa atau nasional. Nasional berarti keadaan suatu bangsa. Akhiran –al berarti keadaan. Seperti halnya sosial berarti keadaan sosio atau keadaan masyarakat. Jadi segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat adalah sosial.
Obyek phylosofi nasional kita adalah kehidupan masyarakat bangsa. Masyarakat bangsa disebut Sosio Nasional, yang didalamnya ada aspirasi nasional. Aspirasi bangsa ini menginginkan tatanan hidup bisa memberikan ketenteraman, keadilan dan kemakmuran, serta keamanan dan kesejahteraaan atau tata tentrem kerta raharja. Tata tentrem kerta raharja ini yang kita lihat. Jadi aspirasi nasional itu yang harus kita lihat, sebab terwujudnya aspirasi nasional adalah makna cita-cita bangsa ini. Agar cita-cita ini terwujud harus ada kesatuan pandang atau obyek pandang dan kesatuan subyek pandang. Ini adalah filsafat bangsa, maka kita bangsa ini memandang kepada obyek pandang nasional kita itu.
Setiap orang memandang sesuatu pasti mempunyai motivasi. Motivasi bangsa ini adalah untuk mencari sistem perwujudannya bagi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Ini adalah makna phylosofi nasional.
Dasar pandangnya adalah aspirasi nasional atau kehendak jiwa bangsa. Supaya kehendak jiwa bangsa itu terwujud maka mencari sistem atau metode.
Bangsa ini secara bersama-sama melihat kesatuan pandang atas dasar kesatuan aspirasi
Jadi filsafat nasional atau filsafat bangsa terdapat unsur-unsur : obyek pandang, subyek pandang, dasar aspirasi, dan sistem perwujudan aspirasi.
Ini sebagai landasan pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan bangsa.

D. Pancasila Sebagai Idiologi Bangsa
Filsafat bangsa sebagai landasan pemecahan permasalahan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan bangsa. Kalau sudah menjadi permasalahan dan berkaitan dengan tehnik perwujudan, itu disebut sebagai Idiologi. Idiologi adalah tata cara perwujudan atau tata cara memecahkan segala permasalahan. Idiologi, logi berarti ilmu dan ide berarti pikiran. Jadi Idiologi berarti ilmu berpikir atau metode berpikir atau cara berpikir.
Setiap pejuang berjuang dan berpikir masalah kebangsaan, bagaimana aspirasi nasional ini bisa terwujud. Idiologi sebagai cara berpikir maka harus ada yang dipikirkan. Idiologi nasional berarti berpikir masalah nasional. Yang memikir adalah seluruh bangsa ini, sebab ini adalah kesatuan pikiran. Kesatuan pikiran bukan berarti kita seluruh bangsa ini berpikir bareng, tetapi kesatuan pikiran warga negara Indonesia yang mau berjuang mewujudkan aspirasi bangsanya. Harus ada kesatuan phylosofi, kesatuan pikiran, dan yang dipirkan adalah bangsa ini.
Karena paham bangsa Indonesia sesuai dengan pahamnya bangsa-bangsa maka obyeknya juga internasional dan nasionalisme kita sesuai dengan sosialisme atau paham kemanusiaan. Sosialisme tidak pandang bangsa apapun dan yang tidak diakui bangsapun harus diperjuangkan hidupnya. Jadi Idiologi ini adalah idiologi nasional, juga idiologi internasional dan universal atau idiologi kemanusiaan.
Ini adalah cara berpikir setiap orang sebagai manusia, yang memikirkan kehidupan manusia. Cara berpikir perlu dasar pikir. Jadi untuk mencari cara bagaimana menyejahterakan masyarakat, maka harus menyejahterakan masyarakat manusia. Masyarakat manusia itu sudah ada dalam bangsa-bangsa, yang berarti pula kesejahteraan masyarakat internasional. Bagian masyarakat internasional itu ada di Indonesia, ini disebut nasionalisme. Bagian masyarakat nasional itu juga ada didalam keluarga, ini disebut keluarga-isme atau idiologi keluarga
Jadi kalau Idiologi Pancasila ini akan diterapkan, bukan hanya untuk kepentingan nasional bangsa Indonesia, tetapi juga untuk kepentingan keluarga atau sebagai idiologi keluarga. Untuk kepentingan pemecahan permasalahan keluarga, keadaan keluargalah yang dilihat sebagai obyeknya.
Politik ini kuasa manusia, sebab yang berpolitik itu adalah manusia. Politik itu adalah perebutan kekuasaan dan yang saling berebut kekuasaan itu juga manusia. Manusia berebut kekuasaan karena merajakan otak ! Mereka tidak berpikir kalau otak bisa berpikir karena sabda Illahi. Oleh karena itu dasar iman jangan kita tinggalkan !

E. Pancasila Sebagai Way of Life dan Azas Bangsa
Way of life itu jalan kebenaran. Only one way atau satu-satunya jalan untuk mewujudkan aspirasi nasional, untuk mewujudkan aspirasi internasional, dan untuk mewujudkan aspirasi kemanusiaan. Itu adalah kehendak luhur atau cita-cita luhur. Luhur karena itu memang Firman Allah. Orang lapar itu Firman Allah, Suratan Tuhan yang dibawakan kepada manusia semenjak manusia diijinkan hidup, dan dikehendaki sejahtera hidupnya, bukan hanya makan, tetapi memerlukan juga pendidikan, kesehatan, perumahan, dan lain-lain. Itu adalah kebutuhan hidup yang harus dijalani. Itu adalah way of life, jalan hidup, jalan kebenaran, sebab manusia harus berjalan diatasnya.
Apa yang akan kita tuju adalah kebenaran. Karena itu aspirasi nasional ditempatkan sebagai pahamnya bangsa yang sudah diakui kebenarannya. Jalan hidupnya bangsa adalah tertuju kepada terwujudnya aspirasi bangsa.
Karena itu gantungkanlah cita-citamu setinggi langit, yang berarti tidak terbatas. Jadi aspirasi bangsa kita tempatkan jauh tak terhingga. Itu tidak ada titiknya dan itu sebagai petunjuk arah. Itulah yang disebut azas. Azas adalah penunjuk jalan kalau bangsa ini berjalan kedepan.
Karena itu kita jangan mau diajak jalan kebelakang, jalanlah kedepan. Lihatlah azas didepan kita, pada tempat yang jauh tak terhingga. Gantungkanlah dibawah langit biru .Langit biru itu sebenarnya titik tak terhingga. Langit biru itu ada tetapi sejatinya tidak ada. Sedangkan Tuhan itu tidak ada tetapi sejatinya ada.
Way of life itu jalan kebenaran bagi bangsa ini. Only One Way, hanya satu jalan menuju kepada terwujudnya aspirasi nasional. Mengapa jalan kebenaran ? Karena sudah kita yakini kebenarannya dan akan kita wujudkan, walaupun sampai akhir jaman. Way of life berarti jalan hidupnya bangsa Indonesia, yang akan berhenti bersama gulung tikarnya jagad ini kembali kepada asalnya. Tidak tahu kapan dan tidak usah dipikirkan kapan ! Artinya, sampai anak turun kita tetap akan terus diperjuangkan, sampai terwujud apa yang kita cita-citakan. Ini harus dipahami oleh para pemuda dan generasi penerus perjuangan bangsa yang akan memikul beban baik dan buruknya negeri ini !





BAB IV
NORMA PERILAKU KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN BERNEGARA

A. Pengertian Norma Moral Kebangsaan
Norma itu adalah pembatasan. Norma kebenaran berbangsa dan bernegara disebut Norma Moral Kebangsaan. Kita bicara masalah kebangsaan, berarti ini adalah Norma Moral Kebangsaan, dimana Norma itu dibatasi oleh Konstitusi. Jadi normanya itu adalah konstitusi. Kalau kita mau berbicara masalah norma kebenaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus bersumber kepada Konstitusi Nasional, sebab norma moral itu sudah terikat dengan konstitusi, khususnya didalam Mukadimah UUD 1945.
Moral itu adalah perilaku. Norma moral ini untuk melihat baik atau buruknya moral adalah didalam perilaku. Perilaku dipimpin oleh gerak jiwa, sedangkan konstitusi kita jiwanya ada didalam Mukadimah UUD 1945. Mukadimah UUD 1945 adalah tuangan Jiwa Pancasila, yaitu Jiwa Bangsa. Jiwa bangsa yang berjuang mati-matian, jiwa bangsa yang patriotik, pantang menyerah, karena idialismenya sudah dianggap benar, sudah diyakini kebenarannya, sudah menjadi pahamnya bangsa yang berjuang pada saat itu. Dan akhirnya kita dapat mendirikan negara Indonesia. Kemudian membuat aturan negara, sebab telah merdeka dan mendapatkan kedaulatannya. Tatanan negara tersebut kemudian disebut Tata Negara.
Tata negara ini untuk mengatur kehidupan bernegara. Aturan bernegara inilah yang mengikat setiap warga negara Indonesia didalam perbuatan dan didalam perilaku berbangsa dan bernegara. Itulah yang kemudian kita sebut Konstitusi Nasional.
Konstitusi nasional sebagai Sumber Dasar Moral Kebangsaan, yaitu moral setiap warga negara Indonesia didalam perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi bangsa Indonesia disebut baik atau tidak baik , dilihat perilakunya menurut konstitusi atau tidak menurut konstitusi. Kalau bertentangan dengan konstitusi berarti tidak bermoral baik atau warga negara yang tidak bermoral baik.
Jadi ukuran moral baik dan tidaknya menurut konstitusi atau tidak menurut konstitusi. Sumber moral konstitusi kita ada didalam Mukadimah UUD 1945. Mukadimah UUD 1945 ini adalah tuangan jiwa bangsa dan jiwa bangsa itu sudah terkandung didalam Pancasila. Karena itu Pancasila disebut Jiwa Bangsa Indonesia.
Kita bicara masalah norma moral kebangsaan, berarti kita bicara Pancasila sebagai jiwa bangsa, karena moral itu adalah pekerjaan jiwa yang menumbuhkan perilaku. Seorang warga negara didalam kehidupan berbangsa dan bernegara berbeda dengan kehidupan pribadi atau rumah tangga, ini adalah moral keluarga atau moral masyarakat.
Ukuran moral kehidupan masyarakat itu banyak sekali. Agama, aliran kepercayaan, suku bangsa, semua mempunyai ukuran moral baik dan tidak baik masing-masing. Agama mempunyai dasar moral agama. Setiap masyarakat mempunyai norma moral sesuai dengan kondisi kehidupan masing-masing.

B. Pancasila Sebagai Norma Moral Kebangsaan
Yang kita bicarakan disini adalah Norma Moral Kebangsaan. UUD 1945 jiwanya ada di Pancasila. Pancasila adalah jiwanya bangsa. Kalau begitu kita semua sudah berjiwa Pancasila, sebab kita semua adalah bangsa.
Pancasila menjadi jiwa bangsa Indonesia ini sudah berpuluh-puluh tahun, tetapi mengapa kita tidak mau mengkaji dan tidak mau mengerti Pancasila itu bagaimana ?
Norma moral kebangsaan itu sumbernya ada di Pancasila. Itu yang disebut Moral Pancasila.
Kalau begitu sekarang kita berbicara Pancasila sebagai moral bangsa.
Pancasila sebagai moral sudah terikat dengan konstitusi. Karena Pancasila sudah terikat sebagai konstitusi, maka Pancasila juga terikat sebagai Norma Kebangsaan.
Jadi Pancasila itu sudah normatif. Dasar negara sudah normatif. Dasar bangunan ini sudah normatif. Karena itu Pancasila sebagai fundamennya dan batang tubuh UUD 1945 sebagai bangunan rumahnya. Jadi kita membuat rumah, kita membuat negara dengan fundamen Pancasila. Ini adalah dasar kejiwaan kontitusi nasional, yang disebut Dasar Idiil Negara dan batang tubuh UUD 1945 adalah Dasar Strukturalnya. Jadi kalau mau menilai seseorang bermoral kebangsaan baik atau tidak, tolok ukurnya orang itu mempunyai perilaku yang digerakkan oleh dasar kejiwaan yang terkandung didalam Pancasila atau tidak. Ini adalah dasar kejiwaan atau kita sebut dengan dasar idiil.
Kalau sudah bicara masalah kejiwaan yang terkandung didalam Pancasila, ada tiga faktor fundamental, yaitu : Paham, Sistem Perwujudan Paham dan Dasar Iman.

1. Paham
Paham adalah aspirasi yang sudah diyakini kebenarannya, yaitu keyakinan suatu bangsa, cita-cita suatu bangsa atau pahamnya suatu bangsa. Bukankah itu kejiwaan ?
Semua perilaku manusia di jagad ini, pasti bersumber dari kejiwaan, aspirasi atau cita-citanya. Tanpa cita-cita tidak ada gerak jiwa. Tanpa cita-cita tidak ada perbuatan, sebab kehendak itu dituntun oleh aspirasi. Tidak mempunyai kehendak berarti tidak hidup. Tanpa cita-cita, bangsa ini tidak ada perjuangan. Tetapi orang mempunyai cita-cita, lebih dahulu akan melihat atau memandang segala sesuatu yang kemudian menimbulkan kehendak.
Ada yang dipandang dan ada yang memandang segala sesuatu, itu yang namanya phylosofi, filsafat atau pandangan hidup. Kemudian menyadarkan otak atau pikiran. Jadi sebelum ada cita-cita harus ada kesadaran dahulu, kesadaran bahwa kita mempunyai negara Indonesia. Kesadaran bahwa kita ini adalah suatu bangsa. Itulah yang disebut sebagai Kesadaran Nasional.
Jadi tanpa kesadaran nasional, tidak ada Kebangkitan Nasional. Dengan kebangkitan nasional itu menumbuhkan Semangat Nasional. Tanpa semangat nasional tidak ada Pergerakan Nasional. Jadi tanpa pergerakan nasional, tidak ada Revolusi dan bangkit tanpa semangat tidak ada pergerakan.
Jadi urutan dalam perjuangan adalah : Kesadaran Nasional, Kebangkitan Nasional, Semangat Nasional, Pergerakan Nasional, baru kita bicara masalah Revolusi.
Jadi kalau mau bicara masalah perjuangan, kita harus bicara dahulu masalah Kesadaran Nasional.
- Kita, bangsa ini menyadari atau tidak bahwa kita berdiri sebagai suatu bangsa ?
- Suatu bangsa mempunyai rumah atau tidak ?
- Rumah kita adalah Muka Bumi Indonesia dan Tanah Air Indonesia sekarang ini miliknya siapa ?
- Bangkitkanlah kesadaran nasional kalau kita mau berjuang !
- Setelah sadar, bangkitkan !
- Bukan hanya bangkit satu orang, dua orang, tetapi kebangkitan nasional !
- Jadi itu adalah semangat kejiwaan !

Ini adalah teori perjuangan. Sebelum berjuang, kita harus mengerti dasar-dasar kejiwaaan dahulu.
- Kalau mau berjuang tetapi tidak mengerti kejiwaan, maka apa yang keluar ?
- Yang keluar itu adalah bawaan jiwa.
- Kalau jiwanya tidak ada itu bagaimana ?

Apa yang ada diotak dan diingat, kemudian dikeluarkan itu namanya teoritis. Teoritis tanpa kematangan, itu bukan ilmu sejati. Maka pahami terlebih dahulu, setelah paham berangkat dengan gerak jiwa.
Bangkitkan ! Kemudian tanamkan semangat perjuangan. Bangkitkan semangatnya ! Bukankah ini negara kita, kita sebagai bangsa Indonesia ?
Semua yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harus dikuasai negara, kemudian untuk kesejahteraan rakyat.
- Negara tidak mencari keuntungan !
- Negara harus menghidupi rakyat !
- Kalau kita menyadari sebagai bangsa, kita harus bagaimana ?
- Bukankah tanah air ini yang harus mendaulat adalah kita, seluruh rakyat !

Yang kita bicarakan ini adalah Tuntutan Jiwa. Jiwa yang sadar berbangsa dan bernegara. Bangsa yang punya semangat berkobar-kobar, punya semangat yang patriotik pantang menyerah didalam menghadapi lawan revolusi. Berjiwa progresif, berjuang maju bukan mundur. Revolusioner berarti berjiwa untuk merombak secara fundamental suatu sistem yang merugikan kehidupan bangsa, kemudian membangun suatu sistem yang menguntungkan orang banyak.
Kesadaran itu adalah jiwa. Semangat itu adalah jiwa. Berkobarnya semangat itu adalah jiwa. Kemudian ini mendorong adanya pergerakan, adanya revolusi yang berevolusi didalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda. Jadi yang tertuang itu adalah Kesadaran Nasional.
Kita berjuang dengan semangat yang berkobar-kobar, ini namanya Semangat Revolusi. Semangat revolusi ini tertanam didalam Mukadimah UUD kita, yang kemudian melahirkan kemerdekaan, melahirkan deklarasi 17 Agustus 1945.
Pancasila itu isinya semacam itu, yaitu jiwa suatu bangsa yang berjuang mati-matian dan berhasil memerdekakan dirinya. Jadi kalau kita, bangsa ini berjiwa, bersemangat patriotik, progresif revolusioner didalam menghadapi suatu sistem yang bertentangan dengan kehidupan rakyat, itulah jiwa Pancasila. Orang semacam ini yang namanya bergerak, berbuat sesuai dengan jiwa konstitusi nasional. Ini orang yang bermoral baik. Ini namanya Satria Utama, yang mau melanjutkan perjuangan bangsanya, sebab disana itu jiwa kaum pejuang.
- Siapakah yang merancang Dasar Negara, kalau Indonesia nanti merdeka ?
- Itu kan pejuang sejati, pejuang yang betul-betul berjiwa progresif.
- Siapakah yang berkumpul pada 1 Juni 1945 ?
- Mereka pejuang-pejuang yang menghendaki dasar negara merdeka, yang kemudian disebut Pancasila. Jadi Pancasila lahir ditengah-tengah kancah perjuangan yang patriotik dan progresif revolusioner.
- Tanpa semangat tidak mungkin !
- Kita belajar tanpa semangat untuk apa ?
- Tanpa semangat tidak ada pergerakan !
- Malas-malasan, tidur menjadi orang malas, hanya menggerutu, keluh-kesah, menunggu datangnya Ratu Adil.
- Ratu Adil itu ada dibenak kita, yaitu semangat, tanpa semangat tidak ada Ratu Adil !
- Sebab yang akan mengadili semua itu adalah kita, seluruh bangsa ini, rakyatlah yang harus menjadi hakim ! Tanpa semangat tidak bisa menjadi hakim !

Ini bicara moral, sebab ini bangsa yang harus berjuang. Karena itu moralnya harus moral perjuangan, bukan moral malas-malasan, lenggak-lenggok, nguler kambang, menunggu kedatangan Ratu Adil. Ini yang membunuh semangat kebangsaan kita !
Karena itu kita angkat lewat tulisan, spanduk atau apa saja, supaya momen lahirnya Pancasila ini sebagai tumbuhnya kesadaran nasional. Sadar bahwa kita ini sebagai bangsa ! Bukan hanya bangsa yang berkeluh-kesah, masa bodoh, karena negara sudah ada yang mengatur.

“Karena itu kita jadikan momen 1 Juni 2005 ini sebagai Kesadaran dan Kebangkitan Nasional”.

2. Sistem Perwujudan Paham
Didalam Pancasila , disitu ada prinsip-prinsip dasar didalam mewujudkan apa yang dikehendaki, apa yang dicita-citakan oleh bangsa ini yaitu paham atau isme. Bukankah ini harus diwujudkan. Kemudian disitu juga sudah dipersiapkan sistem dasar perwujudan aspirasi.
Jadi kehendak jiwa tadi dengan kesadarannya, dengan semangatnya, semua ini ingin diwujudkan dalam perjuangan. Berarti sistem ini bukankah sebagai dasar realita atau dasar perwujudan. Jadi Pancasila itu, yang pertama adalah adalah dasar kejiwaan, kemudian yang kedua dasar realita, bukan hanya struktur, kalau struktur itu adalah ketatanegaraan. Jadi ini adalah dasar realita, yaitu realisasi aspirasi nasiona, kehendak jiwa bangsa dan ini harus diwujudkan atau direalisasikan. Semua ini dasarnya adalah dasar realita, yaitu sistem dasar untuk mewujudkan aspirasi nasional atau kehendak jiwa bangsa.
Karena kehendak jiwa bangsa meliputi tata tentrem kerta raharja atau kesejahteraan lahir batin, maka harus diwujudkan dalam semua bidang kehidupan dengan tata cara yang sudah tersurat didalam batang tubuh UUD 1945.
Sekarang yang namanya pemimpin eksekutif, legislatif atau yudikatif, baik itu di pusat atau di daerah, mereka dikatakan pemimpin yang baik, kalau didalam realita perwujudan didalam bentuk mewujudkan Undang-Undang maupun Perundangan yang tidak menyimpang dari dasar realita yaitu sistem perwujudan didalam UUD 1945. Jadi baik atau tidaknya tergantung cocok atau tidak cocoknya dengan sistem dasar yang terkandung didalam UUD 1945.

Di bidang politik.
Sistem realita ini tidak boleh menyimpang dari kehendak luhurnya, yaitu kehendak jiwa. Sekarang ini, bangsa ini menghendaki ketenteraman hidup, tetapi demokrasi didalam merealisasikan atau mewujudkan ketenteraman, justru mewujudkan gontok-gontokan. Apakah pemilihan umum sekarang membuat ketenteraman masyarakat ? Sedangkan itu dikatakan sebagai alat untuk merealisasi aspirasi ketenteraman.
Ini adalah sistem perwujudan tetapi kenyataannya tidak membuat tenteram, sedangkan kehendak jiwa luhur kita menghendaki ketenteraman hidup. Kalau begitu ini tidak cocok, bukan sistem realita aspirasi nasional.


Di bidang ekonomi
- Di bidang ekonomi rakyat membutuhkan sejahtera yang adil dan merata !
- Sekarang ini bentuk kesejahteraan apa yang diterima oleh rakyat !
- Selama ini kita merasa disejahterakan atau tidak !

Ini realita didalam sektor ekonomi. Ini sistem realita yang bertentangan atau terbalik dari sistem dasar realita yang terkandung didalam UUD 1945. Perilaku para pemimpin didalam mewujudkan tidak mengarah terwujudnya aspirasi nasional. Ini bertentangan dengan sistem dasar realita yang terkandung didalam UUD 1945. Apakah ini pemimpin baik atau tidak ? Karena didalam realita justru bertentangan dengan sistem dasar realita, aspirasi nasional.
Jadi nilainya bukan hanya pada dasar jiwa, tetapi juga pada dasar realita bagaimana, bertentangan atau tidak dengan dasar realita UUD 1945. Jadi tolok ukurnya dari segi kejiwaan, kemudian baik atau tidaknya, bertentangan dengan sistem dasar realitanya atau tidak.
Jadi demokrasi politik dan demokrasi ekonomi itu adalah sistem dasar realita. Bukankah itu perwujudan dari kedaulatan didalam bidang yang bermacam-macam. Jadi sistem realitanya atau sistem perwujudannya harus sesuai dengan kehendak luhur atau aspirasi nasional.

3. Dasar Iman
Kita ini adalah bangsa yang beriman. Kita merasa diri bahwa tanah air ini adalah anugerah Yang Maha Kuasa. Ini sudah tersurat didalam Mukadimah UUD1945, bahwa kemerdekaaan itu adalah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan kita, bangsa ini mengakui bahwa kita adalah Titah Yang Maha Kuasa.
Kalau begitu tanah air dan bangsa yang menempati ini semua adalah Ciptaan Yang Maha Kuasa. Jadi faktor ketiga yang menentukan bangsa itu baik atau tidak adalah bangsa itu berdasarkan iman atau tidak, memakai dasar iman atau tidak. Jadi segala sektor kegiatan berbangsa dan bernegara semua harus dilandasi oleh dasar iman. Jadi kita tidak bisa meninggalkan Kuasa Illahi dalam berbicara masalah kegiatan yang mengarah kepada terwujudnya aspirasi nasional.
Tanah Air Indonesia ini adalah Anugerah Yang Maha Kuasa untuk seluruh bangsa ini. Berarti tanah dan air ini milik bangsa Indonesia, milik kita semua. Tetapi sekarang ini air sudah diprivatisasi dan dimonopoli oleh beberapa orang yang mempunyai uang, kemudian kita membeli air. Tanah juga dijual belikan. Bukankah ini sudah menyimpang, sebab Tuhan memberikan tanah dan air pada kita untuk sarana hidup. Tidak ada Firman Tuhan yang menyatakan bahwa “Tuhan memberikan tanah dan air untuk dijual” ! Mengapa dijual belikan, sedangkan Tuhan tidak menyuruh menjual-belikan !
Jadi didalam mengatur ekonomi harus berdasarkan atas, “tanah air ini diberikan oleh Yang Maha Kuasa untuk melestarikan hidup seluruh bangsa ini, bukan untuk dijual”. Di negara lain juga sudah diberi tanah air. Jadi ini harus dikembalikan dahulu kepada kepentingan rakyat, sebab tanah air ini diberikan untuk kepentingan bangsa ini.
Didalam perpolitikan juga harus memakai dasar ini. Kita berangkat untuk menyejahterakan bangsa ini. Kalau mau berpolitik bukankah harus berangkat terlebih dahulu membawa apa ? Yang dibawa adalah Aspirasi Nasional. Semua fungsionaris-fungsionaris kelembagaan negara dari pusat sampai ke daerah harus membawa misi yang sama, yaitu mewujudkan aspirasi nasional. Inilah misinya. Tetapi sekarang ada istilah apa misimu, apa visimu ? Sekarang ini jaman para pemimpin yang sama sekali tidak mengerti Norma Kebenaran Nasional, sebab kalau mengerti tidak akan berbuat semacam ini.
Hukum juga harus mempunyai dasar iman. Bukankah hukum itu adalah sanksi bagi pelanggar peraturan ? Melanggar Undang-Undang sekarang ada hukuman mati. Bukankah Tuhan menghendaki manusia di dunia ini untuk hidup, bukan untuk mati. Siapa yang membantu untuk ikut menghidupi orang, ini yang namanya berjalan diatas kebenaran. Menolong orang yang sengsara berarti berjalan diatas kebenaran. Tetapi kalau meracuni orang supaya mati, berarti bukan berjalan diatas kebenaran. Inilah yang dinamakan Jalan Kebenaran Illahi.
Sedangkan Kebenaran Konstitusional itu yang bagaimana ? Sekarang ini sudah ada Hukum Tuhan dan Hukum Manusia. Orang yang beriman akan mengerti bahwa, manusia di dunia ini disuruh untuk hidup. Jadi hukum nasional itu sebisa mungkin ikut kepada Hukum Tuhan. Kalau Tuhan itu bijaksana maka kita juga harus membuat hukum yang bijaksana. Tuhan itu Maha Murah, maka kita juga harus berbuatlah adil.
Memang semua yang ada di tanah air Indonesia ini diperuntukkan sebagai sarana hidup bangsa ini, sehingga kalau bangsa ini sudah berkecukupan baru dijual.
Sebagai kepala rumah tangga menanam rambutan misalnya, ini untuk anak-anaknya. Tetapi baru berbuah muda saja sudah dijual dan anaknya hanya makan sisa-sisa burung kalong. Ini bapaknya bagaimana ? Seharusnya biar anak-anaknya makan dahulu, kalau sudah bosan baru bilang kepada anaknya untuk dijual. Itu baru menjadi bapak yang baik. Anaknya mengerti kalau bapaknya yang menanam tetapi buahnya sudah menjadi milik orang lain. Itu namanya kita berbuat meninggalkan iman. Ini adalah nilai moralitas pemimpin sekarang.
Moralitas kebangsaan sebenarnya sudah terpimpin oleh konstitusi yaitu, Dasar Kejiwaan, Dasar Realitas, dan Dasar Iman. Inilah isinya Pancasila. Kalau begitu Pancasila disebut sebagai Moral Bangsa Indonesia. Jadi kita harus bermoral Pancasila, khususnya bagi para pemimpin. Jadi ini sebetulnya adalah bimbingan untuk para pemimpin.
Pemimpin harus terpimpin, terpimpin oleh moral konstitusi dan moral konstitusi ada didalam Mukadimah UUD 1945, yang disebut Pancasila. Pancasila sebagai moral dan juga sebagai norma, yaitu Norma Moral Kebangsaan. Jadi norma moral kebangsaan itulah yang menjadi pemimpin. Itulah pemimpinnya.
Jadi setiap warga negara didalam perilaku kebangsaan harus terpimpin. Demokrasi harus terpimpin, politiknya harus terpimpin, ekonomi harus terpimpin, hukum harus terpimpin, pembuat undang-undang harus terpimpin semua. Terpimpin itu berbeda dengan dipimpin. Demokrasi terpimpin, bukan berarti demokrasi dipimpin oleh seseorang, tetapi demokrasi yang terpimpin oleh konstitusi atau oleh moral nasional.
Ini berlaku untuk warga negara, bukan untuk rumah tangga. Setiap warga negara harus taat pada konstitusi nasional, sedangkan rumah tangga harus taat pada konstitusinya rumah tangga atau aturan rumah tangganya.
Norma Kebenaran Nasional atau Dasar Moral inilah yang menjadi ciri pokok orang Indonesia atau bukan orang Indonesia, sebab ini adalah Dasar Moralnya Orang Indonesia. Jadi kalau tidak mempunyai dasar ini berarti bukan orang Indonesia. Kalau begitu sekarang kita semua ini bukan orang Indonesia, karena tidak menyadari bahwa kita ini sebagai bangsa mempunyai dasar moral. Sampai saat ini moralitas kita ngalor-ngidul tidak jelas kemana.
- Sebagai bangsa menggunakan moralitas agama
- Sebagai bangsa menggunakan moralitas bangsa lain.
- Moralitas keluarga untuk mengatur negara.
- Moralitas pribadi untuk mengatur negara.

Inilah sebab pokok hancurnya negeri kita ! Jadi kalau kita sudah mengerti ini, memahami ini, kemudian kita laksanakan, berarti Kita Kembali Ke Jati Diri Sebagai Bangsa. Rediscovery of Our Psyco National ! Menemukan kembali phylosofi nasional kita ! Kita temukan kembali moralitas nasional kita yang pernah mengantarkan menjadi bangsa yang besar.
Kita pernah menjadi bangsa yang berjiwa besar. Inilah jiwa besar kita, yaitu Jiwa Pancasila. Kita menjadi bangsa yang morat-marit semacam ini, karena kita meninggalkan jiwa besar kita. Oleh sebab itu solusi satu-satunya didalam melepaskan belenggu krisis multidimensi yang mengikat bangsa ini yaitu dengan “Kembali Kepada UUD 1945”,
Artinya :
- Kembali kepada Jati Diri sebagai Bangsa Yang Berjiwa Besar.
- Kembali kepada Moralitas Jiwa Besar Kita, Pancasila.

Mari kita Sampaikan kepada bangsa kita, khususnya kepada para pemuda dan generasi penerus perjuangan bangsa, penentu baik dan tidaknya Indonesia mendatang. Kita tanamkan, kita tancapkan dibenak hati kita yaitu jiwa besar bangsa, kalau kita mau negeri kita yang akan datang menjadi bangsa yang besar !
Karena itu Bung Karno pernah menyatakan :
“Suatu bangsa akan mendapatkan kejayaannya, kalau bangsa itu telah menemukan phylosofinya” !

Phylosofi itu sudah kita temukan, mengapa bangsa Indonesia menjadi porak-poranda semacam ini ? Sebab apa ? Sebab kita tidak mau memakai Jiwa Besar Nasional Kita ! Jadi kalau kita kembali memakai jiwa besar nasional kita, niscaya kejayaan nusantara akan hadir di hadapan kita.
Itulah satu-satunya jalan, inilah satu bahtera, satu kemudi yang harus kita arahkan. “Kita para pemuda dan generasi penerus perjuangan bangsa harus mengarahkan bangsa ini sebagai Nahkoda ke Ambang Pintu Kejayaan Nasional Indonesia”.
Kebesaran Jiwa kita yang pernah menunjukan kepada kita kearah tercapainya Kejayaan Nusantara, sebagai bangsa yang besar, bangsa yang akan disegani oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia. Sabda Illahi diturunkan ditengah-tengah bangsa ini, diturunkan suatu syarat yaitu Jiwa Kebesaran Bangsa, bukunya bangsa Indonesia. Bangsa manapun yang memakai Jiwa Besar yang terkandung didalam Pancasila, mereka akan menjadi bangsa yang besar !







BAB III
KEDAULATAN RAKYAT

A. Makna Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan adalah kekuasaan mutlak yang tidak dapat diganggu gugat. Kedaulatan lahir pada jaman kerajaan atau jaman feodalisme. Disana peraturan itu lahir dari sabdanya raja. Konsekuensi hukumnya juga dari sabdanya raja. Kemudian apa yang keluar dari mulut raja ditulis dan tulisan itu diumumkan kepada rakyatnya yang harus ditaati. Siapa yang tidak menaati atau melanggar sanksinya adalah hukum kerajaan.
Tulisan itu disebut Diktat, sedangkan yang membuat diktat disebut Diktator. Diktator adalah orang yang membuat diktat untuk membatasi gerak rakyatnya dan membuat hukum atau peraturan untuk ditaati rakyatnya. Diktator Otoriter adalah kekuasaan mutlak ditangan seseorang, karena itu disebut juga Absolut Monarki, artinya kekuasaan yang tidak dapat diganggu gugat dan tidak ada batasnya atau absolut.
Kemudian ada Revolusi Perancis yaitu gerakannya kaum borjuis dan kapitalis-kapitalis muda yang berevolusi untuk mengubah sistem feodalis menjadi sistem kapitalis, dengan kedok perjuangan orang melarat. Itulah yang kemudian yang melahirkan kedaulatan rakyat, tetapi sebetulnya yang berdaulat adalah kapitalis dan borjuis dengan kedok rakyat.
Lahirnya negara Indonesia juga ditengah-tengah tumbuhnya kapitalisme muda atau kapitalisme yang sedang mendewasa. Karena itu namanya juga kedaulatan rakyat. Setelah membentuk negara maka lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari penjajahan Belanda, didalam suasana atau jaman kapitalis dewasa. Jadi yang namanya kedaulatan rakyat pada hakekatnya adalah kedaulatan kapitalis atau borjuis. Di dunia ini belum ada satupun negeri, walaupun ada istilah republik atau rakyat berdaulat tetapi belum pernah ada kedaulatan rakyat, karena ini adalah jamannya kapitalis.
Pada saat itu Bung Karno sudah mengatakan bahwa kapitalis adalah “the old establis forces”, kekuatan yang sudah loyo, padahal kapitalis pada waktu itu sedang konjungtur atau sedang mendewasa. Jadi Idialisme Bung Karno tentang “the new emerging forces”, suatu kekuatan baru yang sedang tumbuh itu adalah saat ini.

B. Kesadaran Bernegara
Saat ini kita ingin mengerti Nasionalisme, mengerti Dasar Negara, Nasionalisme Indonesia dengan sistem demokrasi tersendiri yaitu Demokrasi Indonesia. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang terpimpin oleh Konstitusi UUD 1945, sebagai tuangan jiwa dan sistem perwujudan kehendak luhur bangsa Indonesia.
Sejak Indonesia merdeka Konstitusi UUD 1945 dan Dasar Negara Pancasila belum pernah dipakai. Ini berarti tidak mau negara Indonesia, sebab kalau mau negara Indonesia harus mau Konstitusi UUD 1945 dan Dasar Negara Pancasila. Jadi ini sebetulnya sebagai sarana untuk meninggalkan atau menjauhkan rakyat dari pengertian terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Karena itu metode yang paling mudah adalah bagaimana masyarakat mengetahui kedudukannya sebagai bangsa. Ini namanya Kesadaran Nasional. Ini harus didengungkan bahwa kita harus kembali kepada kesadaran nasional, sebab tanpa kesadaran nasional apagunanya kita bicara kedaulatan rakyat.
- Kita merasa sebagai bangsa sebagai bangsa atau tidak ?
- Kalau kita sudah menyadari sebagai bangsa, kita merasa punya tanah air atau tidak ?
- Kita menyadari punya tanah air atau kesadaran bertanah air dan kita menyadari bahwa kita sebagai bangsa atau kesadaran berbangsa, kemudian kita punya kesadaran konstitusional apa tidak ?

Tiga Kesadaran ini tidak boleh lepas. Ini namanya Kesadaran Bernegara. Jadi bukan hanya kesadaran nasional, punya kesadaran berbangsa tetapi tidak punya kesadaran bertanah air dan tidak punya kesadaran konstitusional. Tiga Kesadaran ini harus disampaikan kepada bangsa ini, kepada penerus perjuangan bangsa.

C. Kedaulatan Sebagai Diktat Imani Nasional
Semenjak merdeka sampai saat ini belum pernah ada rakyat menolak Pancasila dan menolak UUD 1945. Negara Indonesia lahir sudah lengkap dengan konstitusinya. Hal ini harus disadari terlebih dahulu kalau mau mengerti kedaulatan sebab ini adalah Kedaulatan Negara. Jadi bukan hanya kedaulatan rakyat. Rakyat itu mendaulat negara, sehingga kalau rakyat tidak mengerti negara maka yang didaulat apa ?
Negara itu terdiri dari, tanah air, bangsa yang menempati dan konstitusi. Konstitusi itu adalah UUD 1945, baik Pancasilanya maupun batang tubuhnya. Setiap warga negara Indonesia atau bangsa ini secara keseluruhan mendaulat tanah air dan segala sesuatu kekayaan yang ada didalamnya serta mendaulat konstitusi. Konstitusi itu adalah wewenang rakyat. Jadi kalau mau merubah konstitusi rakyatlah yang harus menentukan. Wakil rakyat harus bilang kepada rakyat lewat referendum, bahwa seluruh rakyat Indonesia menghendaki perubahan konstitusi atau tidak.
Kalau bicara masalah negara tanpa dasar iman bagaimana ? Dasar iman itu adalah metafisika. Kalau kita bicara masalah iman, berarti kita bicara masalah Ketuhanan. Bicara masalah tanah air juga bicara masalah Ketuhanan. Tanah air Indonesia ini dari mana ? Itu yang harus kita jawab terlebih dahulu kalau mau bicara masalah kedaulatan.
Tanah air ini diakui telah diterima oleh bangsa ini sebagai diktat. Diktat yang telah diterima sebagai diktatnya bangsa yaitu Konstitusi. Diktatnya bangsa sudah tertuang didalam Mukadimah atau Preambule atau Pembukaan UUD 1945. Disana sudah dinyatakan suatu pernyataan imani yang sudah didiktatkan. Didalam Mukadimah UUD 1945 dinyatakan bahwa kemerdekaan ini adalah Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi kemerdekaan itu adalah Rahmat. Jadi tanpa Rahmat Illahi tidak ada Indonesia Merdeka.
Ditilik dari perjuangan luhur, tanpa rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa tidak mungkin mendapatkan kemerdekaan, ini adalah iman. Itu adalah imannya suatu bangsa, sebab ini adalah diktatnya bangsa. Konstitusi adalah diktatnya bangsa dan disana sudah tercantum suatu Diktat Imani Nasional, bahwa tanpa rahmat Yang Maha Kuasa tidak mungkin mendapatkan kemerdekaan, walaupun sudah diperjuangkan mati-matian. Itu adalah iman. Ditengah-tengah gejolak perjuangan, kita mengingat Kuasa Illahi menentukan segala-galanya.
Jadi sebelum ada bangsa ini, sudah ada bangsa yang berjuang. Bangsa Indonesia yang kemarin belum mengerti Indonesia ini diberikan kepada siapa dan lewat perjuangan apa. Tuhan sudah memberikan tanah air ini kepada nenek moyang kita untuk sarana hidupnya. Jadi ini diberikan kepada bangsa Indonesia setelah dunia ini dibagi atas bangsa-bangsa. Ini berarti tanah air ini adalah Anugerah Yang Maha Kuasa.
Kalau yang diberi atas nama bangsa Indonesia, maka Indonesia ini adalah milik seluruh bangsa ini dan dimiliki oleh bangsa ini. Kedaulatannya adalah Daulat Illahi yang diturunkan kepada bangsa ini untuk mendaulat negeri ini. Itu menjadi daulat yang tidak terbatas sebab yang memberi daulat adalah Tuhan.
Jadi kalau kita mau mengerti kedaulatan yang sejati, itu hanya pada Sabda Illahi atau Suratan Illahi yang sudah tersurat pada semua titah. Kalau sudah ditangan manusia, tidak ada yang sejati yang ada adalah kerelatifan (owah gingsir).
Daulat Tuhan atau Kemahakuasaan Tuhan diturunkan dalam wujud sabda, yang kemudian terjadilah aturan-aturan hidup (Pasilan Agung), kalau didalam dasar negara disebut Pancasila. Pandangan hidup manusia sifatnya relatif, karena itu kita harus berjalan atas kesejatian, yaitu atas dasar firman yang sejati yang sudah disertakan kepada semua yang hidup.
Semua bangsa berdaulat di setiap negerinya masing-masing. Setiap bangsa harus berdaulat di bidang politik, berdaulat di bidang ekonomi dan harus mempertahankan kepribadiannya.


D. Perbedaan antara bangsa dan rakyat
Sebelum ada perjuangan dan perebutan kekuasaan, dahulu belum ada rakyat, yang ada adalah bangsa. Sekarang ini yang ada adalah istilah bangsa-bangsa, bukan rakyat-rakyat. Dunia bangsa-bangsa, bukan dunia rakyat-rakyat. Jadi yang berlaku sekarang adalah bangsa-bangsa bukan rakyat-rakyat. Disamping itu ada istilah Rakyat Indonesia dan Bangsa Indonesia.
Sebelum ada gerakan-gerakan kebangsaan yang menuntut kemerdekaan karena penjajahan, belum ada istilah rakyat yang ada adalah bangsa. Jadi rakyat itu lahir di tengah-tengah suatu bangsa yang disebabkan oleh adanya kekuasaan. Jadi rakyat itu dikuasai atau dijajah, dan bangsa terjajah ini menyebut dirinya sebagai rakyat. Rakyat itu adalah kaum tertindas dan yang menindas itu adalah kekuasaan.
Sampai saat ini istilah rakyat masih ada sebab penindasan masih berlanjut. Tetapi apabila kedaulatan ini benar-benar dikuasai oleh rakyat maka disini tidak akan ada rakyat, sebab yang mengatur rakyat dan yang diatur juga rakyat. Yang membuat peraturan rakyat, semua rakyat bangsa ini, sehingga disini sudah tidak ada Penguasa.
Kita ini mau berjuang untuk rakyat, berarti berjuang untuk rakyat tertindas atau untuk kaum melarat yang dieksploitir oleh kekuasaan. Tetapi kalau istilah bangsa, kita seluruh penduduk Indonesia ini adalah Bangsa Indonesia. Penguasanya juga bangsa Indonesia.
Karena itu sekarang ini belum ada kedaulatan rakyat, karena kedaulatan sekarang ini ada ditangan penguasa. Oleh karena itu kedaulatan untuk rebutan, sebab siapa yang menang akan berkuasa. Hukum harus tunduk kepada yang berkuasa. Tanah air dan segala isinya dikuasai penguasa, sehingga airpun dijual. Didalam kedaulatan rakyat, air untuk diminum seluruh rakyat Indonesia, tidak membeli, sebab Tuhan memberikan tanah air ini bukan untuk dijual tetapi sebagai sarana hidup rakyat. Ini berarti tidak mengakui bahwa rakyat adalah pemilik negeri ini !
Rakyat diancam hukuman dan yang mengancam adalah penguasa. Ini adalah hukum penjajah ! Kalau rakyat berdaulat tidak ada ancaman kepada rakyat, tetapi sebaliknya rakyatlah yang mengancam kekuasaan sebab kekuasaan adalah wakilnya rakyat.

E. Kedaulatan Yang Akan Kita Tegakan
Kalau kedaulatan sekarang ini yang kita tegakkan berarti kita melestarikan kekuasaan dan melestarikan penindasan. Sebelum kita menegakkan kedaulatan, kita pelajari terlebih dahulu tata negara kita, dasar negara kita Pancasila, paham bangsa serta sistem perwujudannya. Kemudian sistem yang dijalankan sekarang ini sesuai dengan sistem dasar ketatanegaraan kita atau tidak ? Kalau tidak sesuai berarti telah mengkhianati konstitusi nasional kita ! Hukuman terhadap pengkhianatan konstitusi nasional itu apa ?
- Mari kita lihat mengapa rakyat bangsa ini tidak sejahtera hidupnya ?
- Mengapa rakyat bangsa ini tidak tenteram hidupnya ?
- Mengapa tidak ada keadilan ?
- Mengapa tidak ada kemakmuran ?
- Mengapa tidak ada kedamaian ?
- Mengapa tidak ada keselamatan ?
- Semua itu adalah Aspirasi Nasional yang harus dikaji !

Kalau sudah demikian maka kita melangkah untuk revolusi. Kita harus mengembalikan kontitusi itu kepada UUD 1945. Keporak-porandaan negara sekarang ini adalah akibat dari penyimpangan Konstitusi atau Way of Life kita. Kita sudah berbalik arah dari azas dan cita-cita nasional kita..
Karena itu sistem harus dibalik supaya rakyatlah yang mengatur dirinya. Rakyat itu tempatnya di desa-desa, maka dibangunlah kekuasaan rakyat di setiap desa. Jadi kalau mau menegakkan kedaulatan, kita harus kembali dahulu kepada UUD 1945, dari situlah kita baru bicara kedaulatan. Kedaulatan yang akan kita tegakan adalah kembali kepada revolusi kemerdekaan, berarti negara ini berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, karena perjuangan bersama-sama.


F. Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Bangsa
Kita ini masih bicara masalah kedaulatan, dan yang kita ketahui adalah kedaulatan rakyat, mengapa tidak kedaulatan bangsa ? Inilah yang harus dikaji ! Bukankah yang berdaulat itu adalah yang berevolusi, dan yang berevolusi itu adalah rakyat Indonesia.
Yang berjuang ingin mendapatkan negara Indonesia yang dijajah oleh penjajah bangsa lain itu disebut Bangsa Pejuang. Bangsa pejuang ini menempatkan diri sebagai musuh penjajah Belanda. Kalau tidak menempatkan diri sebagai musuh Belanda berarti bukan pejuang.
Jadi bangsa yang melawan penindasan dan penjajahan itu yang disebut Rakyat. Karena berjuang dan menang, kemudian merdeka. Jadi yang merdeka itu adalah rakyat yang tertindas, rakyat yang terjajah. Oleh Bung Karno ini disebut sebagai Kaum Marhaen, yaitu bangsa pejuang yang ingin melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan, pada waktu itu oleh penjajah Belanda. Maka setelah merdeka, yang berdaulat adalah rakyat yaitu Rakyat Pejuang. Jadi yang merdeka, lepas dari segala bentuk penindasan dan penjajahan, itu adalah rakyat.
Penerus pejuang negeri ini harus tahu bahwa kedaulatan rakyat itu dirampas oleh kekuasaan, sebagai kekuasaan yang berdaulat. Karena itu kekuasaan menempatkan rakyat justru sebagai rival yang harus diintelegeni, diwaspadai, dan dicurigai. Itulah realita kehidupan bangsa kita. Kalau tidak ada yang berusaha untuk mengerti dan memahami kondisi nasional kita, akhirnya semacam ini,
- Sekarang ini tinggal kita para penerus perjuangan bangsa ini bagaimana ?
- Para pemuda dan generasi penerus perjuangan bangsa bagaimana ?
- Mau berdaulat atau tidak di negeri ini ?
- Bagaimana cara kita meminta kedaulatan dari tangan penguasa ke tangan rakyat ?
- Bagaimana kedaulatan agar dipegang oleh rakyat atau oleh wakil rakyat yang sejati ?

Karena itu kita harus membuat suatu sistem realita perwujudan kedaulatan ini oleh rakyat. Karena rakyat tempatnya ada di desa-desa maka MPR itu harus kita bentuk di desa-desa. Kekuasaan tertinggi harus ada di desa. MPR di pusat itu hanya sebagai koordinator. MPR Desalah yang mempunyai wewenang untuk merecall wakil rakyat. Itu baru namanya rakyat berdaulat. Berdaulat ini bukan hanya di bidang politik, tetapi di semua bidang kehidupan bernegara. Semua lembaga negara dan semua kegiatan didaulat oleh rakyat. Baik di sektor ekonomi, hukum, keamanan, pertahanan, rakyatlah yang harus mendaulat. Kalau sudah begitu, itu baru namanya Negara Didaulat Oleh Rakyat. Hasil hutan, hasil laut, hasil tambang, semuanya harus didaulat oleh rakyat.
Karena itu tepat kalau kita membuat suatu wadah untuk berdiskusi, wadah untuk berdialog mengenai bagaimana rakyat berdaulat. Setelah mengerti kita tegakkan kedaulatan rakyat supaya rakyat betul-betul berdaulat di negeri ini. Setelah rakyat betul-betul berdaulat, bukan kedaulatan rakyat lagi tetapi Kedaulatan Nasional atau Kedaulatan Suatu Bangsa. Disitu tidak ada penindasan !