Minggu, 20 Januari 2008

Pakta Kebangsaan

Sikap diri sebagai kader bangsa Indonesia

VISI

Pancasila dan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945

MISI

Yang ke-1 : Bertekad turut serta mengawal “9” (sembilan) Pusaka Bangsa Indonesia yaitu (1) Bendera Sang Saka Merah Putih, (2) Sesanti Bhinneka Tunggal Ika, (3) Soempah Pemoeda 1928, (4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, (5) Pancasila, (6) Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, (7) Undang-Undang Dasar 1945, (8) Wawasan Nusantara NKRI, (9) Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai Kejuangan 45, berikut nilai-nilai luhur budaya nusantara yang adiluhung seperti kearifan lokal, nilai-nilai gotong royong, musyawarah mufakat, budi pekerti, dan lain sebagainya. [Acuan : Halaman 69 Prosiding Ikatan Cendekiawan Demokrat Indonesia 45, Diskusi Publik Jiwa Semangat Nilai Nilai Kejuangan 45 Roh Kenegarawanan, 19 Desember 2005]

Yang ke-2 : Bertekad turut serta mewaspadai “7” (tujuh) unsur-unsur Ketahanan Bangsa Indonesia yaitu (1) Kehidupan Keagamaan tidak Rawan, (2) Kehidupan Ideologis tidak Retak, (3) Kehidupan Politis tidak Resah, (4) Kehidupan Ekonomis tidak Ganas, (5) Kehidupan Sosial Budaya tidak Pudar, (6) Kehidupan HanKamNas tidak Lengah, (7) Kehidupan Ekologis tidak Gersang. [Acuan : Halaman 126, Pancasila Menjawab Globalisasi, R. Soeprapto, ISBN 979-96772-2-X, 2004]

Dan yang ke-“3” : Bertekad turut serta menumbuhkembangkan jiwa, semangat, nilai-nilai sikap Kepemimpinan Kebangsaan 45 yakni 4 (empat) sikap yang “demokratis, transparan dan terbuka, rasional, efisien dan efektif” dan 5 (lima) sikap yakni “Satia Haprabu (setia kepada Negara), Haniaken musuh (mengeliminir musuh yaitu disintegrasi), Tan Sa-tresna (setia kepada semua tanpa pilih kasih), Hing palagan hamungkasi (menyelesaikan tiap tugas perjuangan/pemba-ngunan sampai tuntas), dan Gineung Pratidina (setiap hari melatih diri, berolah jiwa, berolah pikiran dan berolahraga)”. [Acuan : Halaman 120 Materi Pendukung Pembudayaan Jiwa, Semangat Dan Nilai-nilai Kejuangan 45, DHN45, 2005, tentang “Kepemimpinan Kebangsaan Yang Mampu Mengemban Cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945”, DR H Roeslan Abdulgani]

Tema Program

Bertekad turut serta membangun kedigdayaan Negara bangsa dan karakter anak bangsa Indonesia menuju kemampuan bangsa dan Negara Indonesia yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat untuk mencapai kerakyatan yang Adil dan Makmur.

Jakarta, 10 Agustus 2006


Daftar Tatanilai PAKTA KEBANGSAAN
No Tatanilai Tersurat

Pusaka Bangsa Indonesia
Sang Saka Merah Putih 1292
Sesanti Bhinneka Tunggal Ika 1365
Soempah Pemoeda 1928
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1928
Pancasila 1945
Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945
Undang Undang Dasar 1945
Wawasan Nusantara NKRI 1957
Jiwa, Semangat & Nilai-nilai Kejuangan 45


Ketahanan Bangsa Indonesia
Kehidupan Keagamaan tidak Rawan
Kehidupan Ideologis tidak Retak
Kehidupan Politis tidak Resah
Kehidupan Ekonomis tidak Ganas
Kehidupan Sosial Budaya tidak Pudar
Kehidupan HanKamNas tidak Lengah
Kehidupan Ekologis tidak Gersang


Kepemimpinan Kebangsaan 45

4 (empat) sikap
Demokratis
Transparan dan Terbuka
Rasional
Effisien dan Effektif

5 (lima) sikap
Setia kepada Negara
Mengeliminasi musuh yaitu DisIntegrasi
Setia kepada semua tanpa pilih kasih
Menyelesaikan tiap tugas perjuangan/pembangunan sampai tuntas
Setiap hari melatih diri berolahjiwa, berolah pikiran dan berolahraga


Syarat Indonesia Digdaya
Merdeka
Bersatu
Berdaulat
Adil
Makmur


Tatanilai Melekat

Soempah Pemoeda
Satu Nusa Indonesia
Satu Bangsa Indonesia
Satu Bahasa Indonesia


Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 1928
Indonesia Bersatu
Indonesia Bahagia
Indonesia Abadi


Pancasila 1945
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusya- waratan/Perwakilan
Keadilan Sosial


Hakekat Pancasila 1945
Kebenaran
Kebaikan
Kejujuran
Keadilan
Kebersamaan

Yang berdasarkan moral2 Ketuhanan Yang Maha Esa

Pembukaan UUD 1945
Kemerdekaan
Peri Kemanusiaan
Peri Keadilan
Berkat Rakhmat Allah Yang Maha Kuasa
Keinginan luhur
Berkehidupan Kebangsaan yang bebas
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Memajukan Kesejahteraan Umum
Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Melaksanakan Ketertiban Dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial


Batang Tubuh UUD 1945 (berungkapan Tatanilai Kenegaraan)

Penjelasan UUD 1945
Hukum Dasar Tertulis & Tidak Tertulis dan Cita-cita Hukum (rechtsidee)
Pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara wajib memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
Semangat para penyelenggara Negara, semangat para pemimpin pemerintahan
Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat)

Nilai2 Operasional Jiwa, Semangat & Nilai-nilai Joang 45
Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Jiwa dan Semangat Merdeka
Nasionalisme
Patriotisme
Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka
Pantang mundur dan tidak kenal menyerah
Persatuan dan Kesatuan
Anti Penjajah dan Penjajahan
Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendiri
Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya
Idealisme kejuangan yang tinggi
Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan Negara
Kepahlawanan
Sepi ing pamrih rame ing gawe
Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan dan kebersamaan
Disiplin yang tinggi
Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan

Kepemimpinan Pancasila 1945

[Tim Khusus Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1969]

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing2 menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut2 kepercayaan yang ber-beda2 sehingga terbina kerukunan hidup
Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain


Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia
Saling mencintai sesama manusia
Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro
Tidak se-mena2 terhadap orang lain
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
Berani membela kebenaran dan keadilan
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lainnya


Sila Persatuan Indonesia
Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan
Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara
Cinta tanah air dan bangsa
Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber Bhinneka Tunggal Ika


Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama
Musyawarah untuk mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harhat dan martabat manusia serta nilai kebenaran dan keadilan


Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mengembangkan perbuatan2 yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong
Bersikap adil
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
Menghormati hak2 orang lain
Suka memberi pertolongan kepada orang lain
Menjauhi dikap pemerasan terhadap orang lain
Tidak bersikap boros
Tidak bergaya hidup mewah
Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
Suka bekerja keras
Menghargai hasil karya orang lain
Ber-sama2 berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial


Ajaran Lima Pintu Utama

[Prabu Liman Senjaya Kusumah, negara Galuh Pakuan, 1545 M]
Semiaji (cerminan Kemanusiaan)
Bratasena (cerminan Persatuan)
Harjuna (cerminan Keadilan)
Nakula (cerminan Kerakyatan)
Sadewa (cerminan Ketuhanan)


Lima Bangunan Utama

[Prabu Susuk Tunggal, negara Soenda, 1345 M]
Bima Resi / Sadewa (pengaturan Tatacara & Pelaksanaan Keagamaan)
Punta Dewa / Bratasena (pengaturan Persatuan & Kesatuan Rakyat)
Narayana / Sri Kresna (pengaturan tegaknya Peri Kemanusiaan)
Madura / Kakak Sri Kresna (pengaturan hak2 Kerakyatan)
Suradipati / Harjuna (pengaturan Keamanan, Kesejahteraan, Keadilan)

Dirangkum oleh : DR Ir Pandji R. Hadinoto, MH / eMail : pakar45@yahoo.com

Politik Indonesia Digdaya

Teori filsuf Rene Descartes [1596 – 1650] “cogito ergo sum” (saya berpikir jadi saya ada) yang dianggap sumber legitimasi kelahiran sikap individualisme sejak tahun 1500an dan bermuara politik kolonialisme & liberalisme, diakui Prof Dr Jan Romijn sebagai manifestasi perilaku yang menyimpangi Pola Umum Kemanusiaan (Aera van Europe, 1954

Pendahuluan :

Tatanilai Kearifan Lokal Nusantara (TKLN) “Mamayu Hayuning Bawono” (MHB) yang bermakna “mengelola, menjaga dan melestarikan alam semesta untuk kepentingan kesejahteraan seluruh penghuni alam semesta termasuk manusia” adalah salah satu misi manusia hidup di dunia selain menjadi Khalifah Allah di bumi dan beribadah kepada Allah. MHB ini sesuai Firman Allah QS Huud (11) : 61 “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu memakmurkannya, QS Asy-Syura (26) : 183 “Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” dan QS Al-Ar’fat (7) : 56 “ Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Allah memperbaikinya”. Salah satu wujud MHB kini yakni Konservasi Alamiah yang menjadi pilihan strategik bagi Climate Justice ketika Climate Change dan Global Warming muncul menjadi ancaman dunia akibat “penyakit” gas buangan CO2 secara berkelebihan. Namun di Bali, tempat masyarakat dunia berembug peta jalan penyelamatan lingkungan hidup, justru masyarakat adatnya telah memiliki terlebih dahulu kesadaran pelestarian lingkungan hidup melalui a.l. wujud upacara Nyepi yang ditenggarai berdampak hemat produksi gas buangan CO2 itu. Dengan kata lain TKLN sebenarnya telah secara bijaksana menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup. Identik dengan kebijakan luhur itu, maka seharusnya Konservasi Budaya TKLN dapat juga menjadi pilihan strategik untuk jadi perangkat obat “penyakit multi kompleks” masyarakat Negara yang sedang berkembang seperti yang kini dihadapi Indonesia a.l. maraknya Tindak Pidana Korupsi / rendahnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, rendahnya peringkat Indeks Pembangunan Manusia Indonesia skala dunia, tingginya tingkat Populasi Kemiskinan – Kebodohan – Pengangguran, Ketidakmandirian Pangan – Sandang – Papan – Prasarana Umum, Kesenjangan Daya Saing Bangsa, Ketidakadilan & Ketidakpastian Hukum, Ketidakmerataan Kesejahteraan/ Keadilan Sosial, Kesadaran Daulat Pasar lebih daripada Daulat Rakyat, Keberpihakan Kepentingan Golongan lebih daripada Kepentingan Bangsa & Negara, Degradasi Orientasi Kebangsaan, terkuasainya mayoritas nilai ekonomis sumber2 daya alam, sumber daya telekomunikasi dan sumber daya lembaga perbankan & lalulintas keuangan oleh pihak asing, dlsb. Belajar dari lintasan budaya dan sejarah, maka Kepribadian Budaya TKLN yang diyakini bertumbuh sejak 20 abad sebelum Masehi itulah yang justru mendasari kekuatan bathiniah warga bangsa Indonesia memintasi masa penjajahan kolonialis sejak tahun 1602 sampai dengan tahun 1945, yang kini disebut sebagai Soft Power. Dan kemudian dikembangkan pada tahun 1945 sampai dengan 1949 sedemikian rupa oleh Budaya Joang 45 sebagai nilai tambah perjuangan bangsa guna meraih pengakuan Indonesia Berdaulat pada tanggal 27 Desember 1949. Sumbangan kecendekiawanan atau intelektualitas melalui dunia pendidikan diakui pula telah membangun kesadaran Semangat Kebangsaan Indonesia, berawal dari Boedi Oetomo oleh mahasiswa STOVIA, Batavia (kini Jakarta, 1908) yang berlanjut menjadi Politik Kebangsaan Indonesia melalui Soempah Pemoeda (Batavia,1928), sehingga mampu kemudian berakumulasi menjadi Proklamasi Indonesia Merdeka [17 Agustus 1945] dan berbekal Budaya Joang 45 ketika itulah maka Indonesia Berdaulat dapat lantas berpasangan dengan Indonesia Merdeka. Dengan kata lain, perangkat sistim pendidikan berkelanjutan yang dibentuk sejak 24 Pebruari 1817 dan bermodal dasar Budaya TKLN itu setidaknya terbukti menjadi bekal perjuangan Indonesia Merdeka yang Berkedaulatan. Sehingga dalam konteks kekinian, paling tidak pembekalan masyarakat tentang BTKLN khususnya Budaya Joang 45 seharusnya dapat diharapkan diperlakukan sebagai warisan luhur bangsa Indonesia yang dapat ekstra pro aktif, efektif, produktif dan konstruktif dijadikan perangkat cadangan strategis bagi sikap moral Kebangsaan menuju Indonesia Digdaya dengan skala “best fit” terbaik, sebagaimana Ramalan Jayabaya 2033 – 2100 M, sekaligus sebagai obat yang komprehensif guna mengatasi penyakit multi kompleks tersebut diatas, yang dalam skala tertentu dapat dianggap sebagai bentuk “penjajahan lain”. Artinya, saatnya kini, jelang tahun 2012 yang diterawang sebagai peralihan peradaban manusia, revitalisasi Soft Power itu strategik nilainya bagi keberlanjutan NKRI.

Budaya Joang abad-21 itu Pakta Kebangsaan :

Komponen Pakta Kebangsaan (PK) dirakit saat penyusunan Rekomendasi Lokakarya Nasional Wawasan Kebangsaan & Cinta Tanah Air bertempat diatas KRI Tanjung Nusanive 973 [Mei 2006] dan diluncurkan tanggal 10 Agustus 2006 bertempat di Gedung. DHN45, Jakarta. PK ini berkandungan 123 TKLN yang telah teruji dipergunakan oleh masyarakat di Indonesia dan bermanfaat mujarab, yakni Tatanilai Tersurat terdiri dari Pusaka Bangsa Indonesia (1) Sang Saka Merah Putih [1292], (2) Sesanti Bhinneka Tunggal Ika [1365], (3) Soempah Pemoeda [1928], (4) Lagu Kebangsaan Indonesia Raya [1928], (5) Pancasila [1945], (6) Proklamasi Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, (7) Undang Undang Dasar 1945, (8) Wawasan Nusantara NKRI [1957], (9) Jiwa, Semangat & Nilai-nilai Joang 45; Ketahanan Bangsa Indonesia (10) Kehidupan Keagamaan tidak Rawan, (11) Kehidupan Ideologis tidak Retak (12) Kehidupan Politis tidak Resah, (13) Kehidupan Ekonomis tidak Ganas, (14) Kehidupan Sosial Budaya tidak Pudar, (15) Kehidupan HanKamNas tidak Lengah, (16) Kehidupan Ekologis tidak Gersang; Kepemimpinan Kebangsaan 45, 4 (empat) sikap (17) Demokratis, (18) Transparan dan Terbuka, (19) Rasional, (20) Effisien dan Effektif dan 5 (lima) sikap (21) Setia kepada Negara, (22) Mengeliminasi musuh yaitu DisIntegrasi, (23) Setia kepada semua tanpa pilih kasih, (24) Menyelesaikan tiap tugas perjuangan/ pembangunan sampai tuntas, (25) Setiap hari melatih diri berolahjiwa, berolah pikiran dan berolahraga; Syarat Indonesia Digdaya (26) Merdeka, (27) Bersatu, (28) Berdaulat, (29) Adil, (30) Makmur; berikut Tatanilai Melekat yaitu Soempah Pemoeda [1928] (31) Satu Nusa Indonesia, (32) Satu Bangsa Indonesia, (33) Satu Bahasa Indonesia; Lagu Kebangsaan Indonesia Raya [1928] (34) Indonesia Bersatu, (35) Indonesia Bahagia, (36) Indonesia Abadi; Pancasila [1945] (37) Ketuhanan Yang Maha Esa, (38) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, (39) Persatuan Indonesia, (40) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, (41) Keadilan Sosial; Hakekat Pancasila 1945 (42) Kebenaran, (43) Kebaikan, (44) Kejujuran, (45) Keadilan, (46) Kebersamaan, yang berdasarkan moral2 Ketuhanan Yang Maha Esa; Pembukaan UUD 1945 (47) Kemerdekaan, (48) Peri Kemanusiaan, (49) Peri Keadilan, (50) Berkat Rakhmat Allah Yang Maha Kuasa, (51) Keinginan luhur, (52) Berkehidupan Kebangsaan yang bebas, (53) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (54) Memajukan Kesejahteraan Umum, (55) Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, (56) Melaksanakan Ketertiban Dunia yang berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial; Penjelasan UUD 1945 (57) Hukum Dasar Tertulis & Tidak Tertulis dan Cita-cita Hukum (rechtsidee), (58) Pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara wajib memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, (59) Semangat para penyelenggara Negara, semangat para pemimpin pemerintahan, (60) Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat); Nilai2 Operasional Jiwa, Semangat & Nilai-nilai Joang 45 (61) Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (62) Jiwa dan Semangat Merdeka, (63) Nasionalisme, (64) Patriotisme, (65) Rasa harga diri sebagai bangsa yang merdeka, (66) Pantang mundur dan tidak kenal menyerah, (67) Persatuan dan Kesatuan, (68) Anti Penjajah dan Penjajahan, (69) Percaya kepada diri sendiri dan atau percaya kepada kekuatan dan kemampuan sendiri, (70) Percaya kepada hari depan yang gemilang dari bangsanya, (71) Idealisme kejuangan yang tinggi, (72) Berani, rela dan ikhlas berkorban untuk tanah air, bangsa dan Negara, (73) Kepahlawanan, (74) Sepi ing pamrih rame ing gawe, (75) Kesetiakawanan, senasib sepenanggungan dan kebersamaan, (76) Disiplin yang tinggi, (77) Ulet dan tabah menghadapi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan; Kepemimpinan Pancasila 1945 [Tim Khusus Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1969] Sila-1 (78) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing2 menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, (79) Hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut2 kepercayaan yang ber-beda2 sehingga terbina kerukunan hidup, (80) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya, (81) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain, Sila-2 (82) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia, (83) Saling mencintai sesama manusia, (84) Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro, (85) Tidak se-mena2 terhadap orang lain, (86) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, (87) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, (88) Berani membela kebenaran dan keadilan, (89) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lainnya, Sila-3 (90) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, (91) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara, (92) Cinta tanah air dan bangsa, (93) Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia, (94) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber Bhinneka Tunggal Ika, Sila-4 (95) Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat, (96) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, (97) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama, (98) Musyawarah untuk mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan, (99) Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah, (100) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur, (101) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harhat dan martabat manusia serta nilai kebenaran dan keadilan, Sila-5 (102) Mengembangkan perbuatan2 yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong, (103) Bersikap adil, (104) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, (105) Menghormati hak2 orang lain, (106) Suka memberi pertolongan kepada orang lain, (107) Menjauhi dikap pemerasan terhadap orang lain, (108) Tidak bersikap boros, (109) Tidak bergaya hidup mewah, (110) Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, (111) Suka bekerja keras, (112) Menghargai hasil karya orang lain, (113) Ber-sama2 berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial; Ajaran Lima Pintu Utama [Prabu Liman Senjaya Kusumah, Galuh Pakuan, 1545 M] (114) Semiaji (cerminan Kemanusiaan), (115) Bratasena (cerminan Persatuan), (116) Harjuna (cerminan Keadilan), (117) Nakula (cerminan Kerakyatan), (118) Sadewa (cerminan Ketuhanan); Lima Bangunan Utama [Prabu Susuk Tunggal, Soenda, 1345 M] (119) Bima Resi / Sadewa (pengaturan Tatacara & Pelaksanaan Keagamaan), (120) Punta Dewa / Bratasena (pengaturan Persatuan & Kesatuan Rakyat), (121) Narayana / Sri Kresna (pengaturan tegaknya Peri Kemanusiaan), (122) Madura / Kakak Sri Kresna (pengaturan hak2 Kerakyatan), (123) Suradipati / Harjuna (pengaturan Keamanan, Kesejahteraan, Keadilan). Dengan ingredient layaknya jamu atau obat lokal tersebut diatas, diharapkan terbentuk penjuru bagi para negarawan pejuang Indonesia memintasi waktu menuju Indonesia Digjaya tahun 2100 dengan Budaya Joang yang handal ketika mengarungi ancaman, hambatan, gangguan & tantangan akibat dampak politik globalisasi.

Ramalan Jayabaya pengganti GBHN :

Pertanda zaman sebagai warisan luhur TKLN ini terbagi dalam 3 (tiga) zaman besar atau Trikali, masing2 berjangka waktu 700 tahun yaitu Kali-swara, kali-yoga dan kali-sangara. Setiap zaman besar terbagi atas 7 (tujuh) zaman kecil atau Saptala kala, yang masing2 berdurasi 100 tahun. Sedangkan tiap zaman kecil terdiri dari 3 (tiga) masa kala yang berumur 33 – 34 tahun. Dan Indonesia kini berada di jangka waktu tahun 2001 – 2100 atau disebut Kala-surasa (warga bangsa hidup dalam suasana aman, damai, adil dan sejahtera, dengan catatan rentang2 tahun 2001 – 2033 disebut Masa-kala-daramana (warga bangsa hidup rukun dan pemaaf tersebab oleh semakin meluasnya wawasan hidup), tahun 2033 – 2066 disebut Masa-kala-watara (warga bangsa lebih mengedepankan hidup sederhana daripada kemewahan tersebab semakin meratanya kemakmuran), dan tahun 2066 – 2100 disebut Masa-kala-isaka (warga bangsa dapat menikmati hidup rukun, tenteram, aman, damai, adil dan sejahtera tersebab meningkatnya kesadaran akan arti pentingnya pegangan hidup). Kekayaan bangsa berupa Ramalan Jayabaya ini adalah Rakhmat Tuhan YMK, seperti juga Merah Putih sebagai panji kesatuan balatentara [Singosari, 1292] sampai dengan Wawasan Nusantara [NKRI, 1957], termasuk peralihan rezim kekuasaan penyelenggara Negara pada tahun2 1966 dan 1998.

Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa :

Kalau Bank of South telah diprakarsai sebagai aksi nyata kebangkitan negara2 Amerika Latin menjawab kemandirian sebagai perlawanan terhadap politik globalisasi, maka Indonesia Bangkit kini seharusnya muncul tidak sekedar wacana, tekad dan pernyataan semata apalagi janji. Bermodalkan penjuru kejuangan bernama Pakta Kebangsaan itulah, diharapkan para elite pimpinan pusat dan daerah pilihan rakyat dapat lebih mampu memiliki keberanian guna membentuk aksi nyata berupa paket2 kebijakan (politik hukum), misalnya, yang lebih pro daulat rakyat ketimbang lebih pro daulat investor asing. Khusus bagi Indonesia, pilihan lebih pro rakyat itu adalah sikap kemuliaan sebagai politisi publik, mengingat dari pembelajaran lintasan budaya dan sejarah Indonesia, benang merah berupa Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa itu sungguh nyata kehadirannya, para spiritualis Indonesia dapat dimintakan nasehat mengenai kebenaran hal ini. Artinya, pernyataan tersebut di Pembukaan UUD 1945 tidaklah sekedar kalimat hukum tanpa roh, namun sungguh sebagai buah kajian dan kesimpulan nalar dan bathin para Bapak Bangsa Indonesia [1945]. Artinya, kepada para elite politisi publik itu kini dituntut mata bathinnya guna mengakomodasi aspirasi rakyat pemilihnya, sebagai penghormatan atas peringatan Indonesia Berdaulat tanggal 27 Desember 1949, memasuki tahun kritis 2008 yang faktanya dihantui oleh ketidakmanfaatan fluktuasi harga minyak mentah dunia bagi Indonesia pasca keberlakuan UU MiGas 2001 beserta perUUan turunannya dan proyeksi tebar pesona perebutan kekuasaan elite politikus. Dengan kata lain, setiap penyimpangan sikap terhadap Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa bagi Indonesia sejak peradaban bangsa Indonesia yang terbangun 20 abad SM, adalah sikap pengkhianatan. Oleh karena itulah, keberadaan Pakta Kebangsaan bermuatan 123 TKLN itu dirangkum dengan maksud dan tujuan guna menyegarkan dan meluruskan kembali sikap nalar dan bathin para politikus pembijak publik di Indonesia sekaligus sebagai aksi nyata bagi rekayasa sosial Politik Indonesia Digdaya.

Individualisme itu penyimpangan Pola Umum Kemanusiaan :

Almarhum Prof MR Soediman Kartohadiprojo, mantan anggota Komisi Besar Indonesia Muda, 25 Mei 1929, dalam bukunya Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila [Desember 1969], khususnya Bab X Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia dan Filsafat Pancasila, mengungkapkan pernyataan Prof DR Jan Romejn (De Europese Geschiedenis als Afwijking van het Algemeen Menselijk Patroon, 1954) bahwa perilaku “man become a spiritual individual” warga benua Eropa diakui telah menyimpangi Pola Umum Kemanusiaan (Algemeen Menselijk Patroon) sejak tahun 1500an, karena berpikiran lebih bertitikberat mengikuti rasa atau pemikiran irrasionil. Cara berpikir ini diterapkan pada pergaulan hidup manusia yang membawa suatu pandangan bahwa manusia dilahirkan bebas, satu individu terpisah dari individu lainnya, masing2 dengan kepribadiannya, dengan kepentingannya, dengan kekuasaannya sendiri2. Manifestasi pemikiran ini digambarkan dengan baik oleh filsuf Rene Descartes [1596 – 1650] “cogito ergo sum” (saya berpikir jadi saya ada). Dari pengalaman empiris, perilaku individiualisme ini bermuara kebijakan kolonialisme dan liberalisme yang berujung seperti politik gun-boat, forced-buying, devide-et-impera dan kini berkembang a.l. neo-kolonialisme, neo-liberalisme berujung politik pre-emptive-strike. Pemahaman hadirnya perilaku penyimpangan dapat mendasari logika kenapa misalnya Statuta VOC [1602] bermuatan kontroversial yakni hak berdagang sekaligus hak berkekuasaan sebagai Negara di seberang lautan. Artinya, perilaku menyimpang ini kini seharusnya tidak patut lagi dikembangkan lebih lanjut berikut turunannya didalam kerangka harmonisasi pergaulan peradaban global abad-21, termasuk pengelolaan Climate Justice dlsb. Apalagi perilaku individualisme yang menyimpang ini sangat boleh jadi muncul secara situasional akibat tekanan keterputusan dari kebiasaan menikmati rempah2 Indonesia pasca tidak berfungsinya Konstatinopel [1453].

Kepemimpinan Politik Hukum Indonesia :

Tradisi peradaban leluhur dalam kerangka cipta-rasa-karsa TKLN, berwujud politik hukum nusantara, pertanda bukti ciri kepemimpinan berskala dunia, seperti ikhwal hak2 dasar manusia atau Hak Asasi Manusia [HAM] yang secara konstitusional telah tercantum di Prasasti Telaga Batu [682 Masehi] yakni a.l. kalimat “…baik jikalau kamu orang rendah, menengah ataupun orang bertingkatan tinggi…” yang setara dengan makna Persamaan atau Equality sesuai paham Human Rights. Prasasti Telaga Batu itu diyakini sebagai Naskah Konstitusi Kedatuan Sriwijaya [Moh. Yamin, Tatanegara Majapahit, Sapta Parwa III, 1962]. Dengan kata lain, kita perlu bersyukur bahwa ternyata peradaban Indonesia modern telah lebih dulu kenali tentang hak2 dasar manusia itu ketimbang peradaban2 modern di Inggris pasca Magna Charta [15 Juni 1215], Amerika bertanda Declaration of Independence [6 Juli 1776] dan Eropa bertonggak Declaration des Droits de l’Homme et du Citoyen [4 Agustus 1789], sebagai pertanda yang dikenali kemudian dengan istilah mendunia kini yaitu Human Rights. Demikian pula, Trias Politika Trayaratna [Majapahit, abad-14] ternyata lebih tua daripada Trias Politika John Locke [1690] dan Montesquieu [1748]. Seloka Bhinneka Tunggal Ika [Majapahit, abad-14] daripada E Pluribus Unum [Amerika Serikat, abad-18]. Kompilasi Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa [Gowa-Tallo, 1626] sebaya dengan praktek Anggaran Dasar VOC [1602]. Naskah Siksa Kanda Karesian [Pajajaran, 1518] yang a.l. Memuat ragam siasat tempur, lebih tua daripada praktek rekayasa tempur kolonialis Portugis, Spanyol dan VOC di bumi persada Nusantara, dlsb. Prakarsa Konperensi Asia Afrika [Bandung, 1955] adalah juga puncak peradaban kepemimpinan politik hukum Indonesia buah pemahaman yang mendalam tentang TKLN. Oleh karena itulah, yang ditunggu oleh rakyat Indonesia kini adalah paket2 kebijakan publik berkualitas kepemimpinan politik hukum Indonesia, khususnya tahun 2008, tidak sekedar pengekor atau “follower” terhadap kepentingan politik globalisasi, karena era globalisasi sudah pernah menjadi pengalaman empiris Nusantara sejak sebelum abad 1 Masehi sampai tahun 1453 ketika Jalur Sutera berhasil terselenggara secara harmonis a.l. mengantarkan produk unggulan Nusantara seperti rempah2 menjadi salah satu mata dagangan utama antar benua. Dengan kata lain, kepemimpinan politik hukum Indonesia di dunia jilid abad-21 adalah sepantasnya kini menjadi kemutlakan yang wajar dikreasikan oleh para pembijak publik menuju Indonesia Digdaya, sehingga kelak terhindarkan, misalnya, kemunculan istilah komprador seperti di Nusa Dua, Bali [COP-13, Desember 2007]. Dengan sendirinya, kualitas kepemimpinan pembijak publik adalah menjadi tidak sekedar managerialship tetapi leadership bahkan Guru Bangsa dan/atau Negarawan PETA (Pejuang Tanpa Akhir). Sekaligus saatnya kini diharapkan juga sikap Kepemimpinan generasi Indonesia Muda 2008 berbudaya joang Pakta Kebangsaan sehingga dapat lebih siap merebut iklim kebijakan harmonisasi atas politik globalisasi, saat hadapi keserentakan akan hadirnya peralihan peradaban manusia pasca tahun 2012 yad.
Jakarta, 14 Desember 2007

oleh : Pandji R. Hadinoto, DHN45, Pengamat Politik Hukum Indonesia, eMail : pakar45@yahoo.com