Rabu, 23 Januari 2013

INDONESIA MENGGUGAT

Pendahuluan.

Kami.....Orang Indonesia yang disebut Rakyat Indonesia, sebagai pemegang kedaulatan tertinggi atas Negeri Indonesia berdasarkan Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, memohon dengan hormat kepada Ketua MPR RI, Ketua Mahkamah Konstitusi, maupun Presiden Republik Indonesia, untuk meninjau kembali, serta mengkaji ulang Amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

Ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab :
Atas dasar apakah Undang-Undang Dasar 1945 di Amandemen?
Para Penggagas maupun Konseptor Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, apakah sudah paham maupun ngerti hakekat roh kejiwaan Undang-Undang Dasar 1945?
Siapkah orang-orang hebat dan terhormat, yang diprakarsai Prof. Dr. H. M. AMIEN RAIS, M. A. Mempertanggung-jawabkan secara lahir maupun batin, Nasib Indonesia?
Kami......Orang Indonesia yang miskin dan bodoh, tidak pandai bicara maupun merangkai kata, akan tetapi kami punya hati. Roh perjuangan luhur bangsa belumlah mati. Hati ini berkata : Tidak rela.
Terlebih sebagai rakyat pemegang kedaulatan bangsa dan negara tidak tahu menahu, mau dibawa kemana Bahtera Indonesia?
Dus, apa artinya kedaulatan rakyat?

Landasan Pemikiran dan Kejiwaan.

Undang-Undang Dasar 1945 BAB I Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2
Bunyinya demikian :
Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke IV :
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila ke IV Pancasila :
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Apa itu Negara Kesatuan?
Untuk menjawab pertanyaan ini Kita......Orang Indonesia harus paham Phylosofie Indonesia. Banyak orang mengaku sebagai Orang Indonesia tetapi belum mengerti hakekat Indonesia.

Phylosofie Indonesia.
I   : Idiologi.
N  : Nasional.
Do  : Demokrasi.
Ne  : Negara.
S  : Satu (Kesatuan).
I   : Iman (Keimanan).
A   : Asa (cita-cita luhur).
Jika dirangkai : Menjadi Idiologi Nasional Demokrasi Negara Kesatuan atas dasar keimanan serta cita-cita luhur. Orang yang mengaku berkebangsaan Indonesia hendaknya beridiologi nasional atau beridiologi kebangsaan. Pola pikir kebangsaan inilah yang mengarahkan pandangan bangsa pada persatuan dan kesatuan.

Dus, mengatur serta menata masyarakat berbangsa dan bernegara haruslah menggunakan pola pikir kebangsaan. Bukan menurut saya, menurut partai, menurut agama, suku, golongan maupun kelompok tertentu.
Pola pikir kebangsaan itu lahir dari Jiwa Sosial Kebangsaan, bukan berangkat dari jiwa-jiwa yang egois. Sosial itu : Semua orang saling peduli satu sama lain. Jiwa-Jiwa yang peduli inilah sebagai Roh Dasar Berkebangsaan Indonesia. Itulah Jiwanya Para Pejuang Rakyat yang gagah berani, patriotik revolusioner, tak kenal takut dan tak takut mati. Diikat erat dengan tali kerukunan serta persatuan di dalam Satu Kesatuan Sosial Kebangsaan. Jiwa Sosial Kebangsaan inilah yang disebut sebagai Jiwa Pancasila.

Dus, dengan demikian orang yang berjiwa Pancasila otomatis beridiologi Pancasila. Idiologi Pancasila ini diujudnyatakan di dalam sistem demokrasi. Demokrasi Indonesia adalah Demokrasi Negara Kesatuan.

Demokrasi Indonesia.

Demokrasi Indonesia artinya demi mengangkat orang kekurangan/kesusahan sampai merasa aman, nyaman, sejahtera seperti yang diidam-idamkan.
Demokrasi Pancasila itu sederhana, mudah dipahami oleh wong cilik maupun wong bodho. Demokrasi yang berorientasi pada Amanat Penderitaan Rakyat. Rakyat itu : Rasa kurang yang terpendam. Dimana beban-beban kekurangan, beban-beban kesusahan serta beban-beban penderitaan yang mesti diangkat, dientaskan, dan diperjuangkan, supaya rakyatku cukup (hidup berkecukupan) yaitu cukup sandang, cukup pangan maupun cukup papan.
Idam-idaman rakyat itu sederhana yaitu bagaimana hidupnya cukup, aman, nyaman, damai dan sejahtera. Kehidupan Demokrasi Indonesia dikemas di dalam satu kesatuan yaitu satunya kehendak sosial, pandangan sosial maupun tindakan sosial yang disebut Demokrasi Kesatuan Sosial Indonesia. Ke semuanya itu di dasarkan pada keimanan bangsa pada Sang Maha Pencipta serta didorong oleh keinginan luhur (cita-cita luhur). Luhur itu : lurus hati, jujur apa adanya. Inilah yang melahirkan sebagai bangsa yang berbudi pekerti yang luhur.

Jiwa Sosial Kebangsaan disebut juga dengan istilah Sosio-Nasionalisme, dimanivestasikan di dalam demokrasi kesatuan sosial kebangsaan yang disebut juga dengan istilah Sosio-Demokrasi. Yang berlandaskan pada keimanan serta cita-cita luhur yang disebut dengan Ketuhanan. Inilah yang oleh Bung Karno disebut Tri Sila sebagai rohnya Pancasila. Jika mau diperas lagi menjadi inti sari yaitu Ekasila ialah Gotong Royong. Jadi gotong royong itu pada hakekatnya adalah Phylosofie Indonesia yang menjadi Karakter Indonesia. Saling bergandeng tangan, bahu membahu, saiyek saeko proyo, berdiri sama tinggi duduk sama rendah, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, holo pis kuntul baris. Bukankah ini idam-idaman kita semua Orang Indonesia?

Indonesia adalah Negara Republik.
Republik berasal dari kata Rech yang artinya Hukum dan Publika yang artinya Rakyat. Jadi Republik itu artinya Hukum Rakyat.
Sudahkah Indonesia itu Republik?
Hakekat hukum rakyat adalah : harus utamakan kepentingan umum (sosial) atau harus utamakan kepentingan sosial. Artinya suatu tatanan atau aturan yang dibuat oleh rakyat untuk menata serta mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, supaya aman, nyaman, dan sejahtera.
Kiblat Hukum Indonesia itu kemana? Diakui atau tidak, hukum kita itu adalah warisan Kolonialisme Belanda, Eropa, maupun Amerika.
Hukumnya bangsa penjajah yang pada hakekatnya bersifat memaksa dan menghukum. Yang dipaksa maupun dihukum adalah rakyat yang terjajah maupun tertindas. Lha hukum warisan kolonialisme penjajah diterapkan di negeri yang katanya sudah merdeka, apakah pantas?

Sehingga rakyat ditindas oleh hukum. Ini namanya bukan Republik! Sebab rakyat ditempatkan sebagai obyek hukum, rakyat belum menjadi subyek hukum. Apalagi yang namanya Hukum Dasar Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 adalah tuangan roh kejiwaan rakyat yang berjuang mati-matian mengusir penjajah dengan korbanan harta, darah, dan nyawa.
Pahit getirnya perjuangan rakyat, turun-temurun beratus-ratus tahun lamanya, ditindas, disiksa, diperkosa, dijarah serta dipenjara yang berujung pada kematian. Itulah jeritan pekik-pekik merdeka.
Rakyat itu tentara-tentara sosial tanpa gaji, upah maupun embel-embel apapun. Yang ada hanyalah siap kontrak mati.

Kita ini “nemu”, tinggal menikmati indahnya alam kemerdekaan. Banyak para pahlawan tak dikenal, tak pernah sedetik-pun menikmati Indahnya Alam Kemerdekaan.
Mengapa, orang-orang pinter yang sudah mengatasnamakan rakyat duduk dikursi-kursi jabatan, lupa, “nglali” pada darah rakyat yang mengalir membasahi Ibu Pertiwi.
Ini adalah dampak dari Demokrasi Feokaliber yang berebut kursi. Kursi itu artinya aku kuasa, rakyat, siapa peduli?
Demokrasi Feokaliber.

Artinya dengan entengnya, mengobral janji, orasi, dan kampanye untuk meraih kursi. Rakyat diperalat sebagai kuda tunggangan untuk menduduki kursi goyang kekuasaan, setelah duduk dikursi jabatan : Siapa peduli rakyat?
Mestinya Pemilu itu artinya : adalah percaya memilih wakil yang utamaberubah arti menjadi percaya memilih lantaran uang sebab dengan uang, urusan apapun nanti gampang.

Wakil rakyat lupa, bahwa kepercayaan rakyat yang dimandatkan adalah bersifat sementara. Yaitu selama masih bisa dipercaya, termasuk Presiden sampai Lurah.
Mereka dipercaya sebagai Abdi Rakyat, bukan Penguasa, bukan Raja. Ironisnya : Kursi jabatan yang memabukkan telah merubah Karakter Indonesia. Bangsa ini menjadi pelupa, tak punya malu, gampang tersinggung, pemarah, iri hati dan pendendam.
Inilah biang perselisihan dan sengketa. Sehingga membuahkan sikap saling menyalahkan, menghakimi, fitnah, untuk menutupi kebohongan dan kesalahan.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 adalah produk dari Demokrasi Feokaliber (Feodalisme, Kapitalisme, dan Liberalisme).
Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi : kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
Ayat ini sudah dimanfaatkan serta disalah-gunakan oleh MPR untuk mengambil alih kedaulataan rakyat. kalimat : ................. dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Menjadi senjata ampuh untuk berbuat semau-maunya (sewenang-wenang) tanpa mendengar Aspirasi Rakyat, sehingga MPR berani bertindak atas diri sendiri, dengan mengatasnamakan rakyat. ini namanya penyelewengan Konstitusi Dasar. Hukum disalah-artikan, disalah-tafsirkan oleh orang-orang pinter keblinger, sebab di dalam dirinya tidak tertanam jiwa sosial kebangsaan melainkan roh yang egois.

Perubahan Undang-Undang Dasar pasal 37, menjadi acuan dasar untuk mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Pertanyaannya :
Atas dasar apa perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan?
Kriteria perubahan Undang-Undang Dasar 1945, tolok ukurnya apa?
Ketua MPR sampai anggota biasa MPR sudahkah hafal Undang-Undang Dasar 1945?
Ini merupakan hal sepele dan sederhana, tetapi sangatlah fundamental. Kalau hafal saja tidak, bagaimana mengerti maupun paham? Berani merubah, mestinya sudah menguasai (nglothok kering alur bengkongnya).
Kami siap bertaruh soal yang sepele ini, mari kita uji jiwa kebangsaan kita.
Inilah bahasa rakyat, polos, lugu, jujur apa adanya “bodo longa-longo koyo kebo”, tak kenal politik rekayasa.

Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara ditegaskan bahwa : memang untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana kebatinannya.
Undang-Undang Dasar negara manapun tidak dapat dimengerti jikalau hanya dibaca teksnya saja. Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin.

Dari penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut di atas, kalau boleh kami tahu bahwa, Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 itu di dalam suasana kebatinan yang seperti apa?
Reformasi itu sasarannya adalah Rezim Soeharto yang dianggap menyimpang/menyeleweng dari Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri, lahirlah periode kepemimpinan baru.
Mengapa Undang-Undang Dasar 1945 di kambing-hitamkan? Yang menyimpang itu Rezim Soeharto (Orde Baru), bukan Undang-Undang Dasar 1945 yang keliru.
Perhatikan ilustrasi di bawah : Orang pemeluk agama yang berdosa, menyimpang dari Injil, Al Quran, Weda, maupun Tripitaka, mestinya yang disalahkan orangnya, bukan kitab sucinya yang disalahkan?

Orang belajar Matematika kesulitan, tidak bisa mengerjakan soal. Jangan menyalahkan rumus atau dalil-dalilnya, salahkan orangnya, kenapa tidak belajar sehingga tidak paham dan mengerti?
Demikian pula Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, suasana kebatinan maupun roh kejiwaannya saja belum paham lalu disalah tafsirkan, diotak-atik, direkayasa, menjadi bemper-bemper kekuasaan, dipoles indah, disulap sedemikian rupa sebagai Topeng-Topeng Kemunafikan untuk mengelabuhi rakyat.
Setelah musuh-musuh politiknya berhasil membongkar sandiwara penyelewengan dan penyimpangannya, mengapa Undang-Undang Dasar 1945 kembali menjadi korban politik? Disalahkan serta dikambing-hitamkan dengan dalih Reformasi, Demokrasi, maupun Hak Asasi Manusia.

Orde Reformasi berhasil mengibarkan bendera baru di Negeri Indonesia, akan tetapi tokoh-tokoh reformasi sejati justru ditinggalkan. Kemudi Bahtera Nusantara diambil alih dan dibelokkan arahnya bahkan dibalik total.
Ini maunya siapa? Di balik semua ini siapa yang bertanggung jawab? Bahkan sampai detik hari ini, Rakyat Indonesia diam. Turut mengamini Amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
Ini oleh sebab tidak mengerti, atau tidak peduli, atau masa bodoh? Ini yang menjadi keprihatinan dan perenungan bangsa kita.

Maklumat Rakyat

Oleh sebab reformasi, tidak berhasil mengembalikan Indonesia pada karakter yang sesungguhnya, dimana krisis kebangsaan di segala bidang sudah memutar balik laju serta arah Bahtera Indonesia. Sehingga berdampak pada keroposnya Indonesia. Kolaborasi berkorupsi sebagai satu kesatuan sistem, sudah melunturkan bahkan menghilangkan kepercayaan rakyat pada Pemerintahan maupun Wakil Rakyat.

Maka, Kami......Orang Indonesia sebagai rakyat pemegang kedaulatan tertinggi negara menetapkan Maklumat sebagai berikut:
Pancasila sebagai satu-satunya Idiologi Negara serta Pondasi Menata dan Mengatur Negara.
Mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Hukum Dasar Ketatanegaraan Indonesia.
Demokrasi Pancasila adalah ciri khas Demokrasi ala Indonesia, sehingga Undang-Undang Pemilu harus direnovasi ulang sesuai Jiwa Pancasila.
Kedaulatan rakyat bukan simbol belaka, oleh sebab itu Maklumat Rakyat merupakan solusi menyelamatkan bangsa dan negara dari ambang kehancuran.
TNI serta Polri adalah Abdi Rakyat, sebagai penjaga serta pelindung rakyat, bangsa, dan negara. Kembalilah sebagai Tentara Rakyat, dan berpihak kepada rakyat.
Meminta pertanggung-jawaban orang-orang yang menandatangani Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk turut menyelesaikan persoalan bangsa.

Dasar Maklumat Rakyat.

Indonesia mempunyai Phylosofie Luhur : Idiologi Nasional Demokrasi Negara Kesatuan atas dasar Keimanan serta cita-cita luhur. Inilah Landasan Konsepsi Indonesia. Keluar dari Konsep Dasar ini, berarti sudah menyimpang.
Pancasila adalah Dasar Negara yaitu : Pondasi membangun bangunan Rumah Indonesia. Gambar Indonesia harus sesuai dengan Sket Dasar Pancasila. Mengganti Sket Dasar Pancasila berarti sudah mengkhianati Negeri Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 itu adalah Kerangka Rumah Indonesia yang didirikan di atas Pondasi Pancasila. Baik pilar, maupun dinding-dindingnya, maupun atap-atapnya, tentunya harus mengakar kuat pada Pancasila. Merubah Undang-Undang Dasar 1945 tanpa mengerti Gambar Sket Dasar Pancasila berdampak pada bangunan yang rapuh dan keropos.
Pancasila itu Jiwanya (Rohnya) Orang Indonesia yaitu : Jiwa Pejuang Sosial, bukan pejuang individual. Pejuang Sosial itu memiliki ciri khas : Berani, Setia, dan Jujur.
Sistem Demokrasi Pancasila dijabarkan di dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yaitu sebagai penjabaran Roh Kejiwaan Pancasila. Untuk memahami, maupun mengerti Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 haruslah orang yang berjiwa Pancasila. Pola pikirnya adalah Idiologi Pancasila. Pandangannya adalah Pandangan Sosial Kebangsaan. Kehendaknya adalah Kehendak Sosial. Tindakannya adalah Tindakan Sosial. Sosial itu : Semua orang saling peduli satu sama lain. Jadi Sosial itu bukan Komunis, salah besar dan salah kaprah, orang yang beranggapan demikian. Demokrasi Pancasila bila diterapkan akan membuahkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dus, Keadilan Sosial bisa tercapai, jika jiwa bangsa ini adalah Jiwa Sosial. Yaitu jiwa-jiwa yang peduli pada beban-beban kesusahan, kekurangan, serta penderitaan orang lain (bangsa). ini yang disebut Amanat Penderitaan Rakyat.
Kesemuanya itu dapat terujud jika kita mengangkat figur Pemimpin Pamomong. Dan inilah saatnya : Pemimpin Pamomong tampil sebagai Juru Selamat, Juru Mudi, Juru Bangun, maupun Juru Kunci, menuju Indonesia Raya.
Kedaulatan tertinggi atas Negeri Indonesia adalah Kedaulatan Tuhan (Otoritas Tertinggi), dimandatkan pada rakyat sebagai kedaulatan rakyat. Rakyat memberi mandat pada Wakil Rakyat, sebagai penyelenggara, pengelola Negeri Indonesia. Menipu rakyat berarti menipu Sang Maha Karya Sempurna. Oleh sebab itu, saatnya rakyat memilih, mengangkat, dan menetapkan Pemimpin Pamomong berdasarkan Demokrasi Pancasila. Kita semua.........Orang Indonesia punya idam-idaman, Indonesia menjadi mercu suar dunia, menjadi pelopor kerukunan serta persatuan bangsa-bangsa.
Sekali Indonesia tetap Indonesia.
Garuda Pancasila bertengger di setiap Jiwanya Bangsa.
Merah Putih sudah berkibar di Hatinya Bangsa.
Damai di Hati
Damai di Bumi

Jiwaku telah menyatu dalam roh perjuangan bangsaku dan ragaku akan menjadi benteng tegaknya kejayaan negeriku.

Kami........Orang Indonesia

Padepokan Kebangsaan Sabdo Kawedar
Forum Kajian Pancasila dan Ketatanegaraan Indonesia 
Komite Penegak Kedaulatan Rakyat Indonesia



Nusantara, 31 Desember 2012
Senopati Armada Garuda Pamungkas
Dari Sabang sampai Merauke



Manggala Puteh

SAYEMBARA NUSANTARA

Diakui of tidak Indonesia sudah keropos. Keropos itu adalah yaitu kuasa, egois, rekayasa, otoriter, politik, serakah. Artinya Indonesia sekarang ini dikuasai orang-orang egois. kekuasaan egoisme otoriter telah merekayasa sistem dengan politik sebagai manifestasi jiwa yang rakus, serakah dan tamak.
Negeri Indonesia menjadi ajang adu kekuasaan. Pola pikir mereka : bagaimana berkuasa dan mempertahankan kekuasaan, dengan menghalalkan segala cara. Kalau sudah kuasa aku adalah segala-galanya. Slogan : siapa kuat, kuasa, benar menjadi budaya kemapanan sebuah kekuasaan Hukum Rimba Indonesia.

Pemilu : percaya memilih lantaran uang, merupakan alat politik supaya berkuasa. sebab dengan : uang urusan apapun nanti gampang, demokrasinya adalah : dengan enteng mengobral janji, orasi, dan kampanye untuk meraih kursi. Mengapa kursi-kursi jabatan diperebutkan? Sebab kursi jabatan itu ada duitnya. Duit artinya : duduk cari untung itung-itungan. Sehingga segala sesuatu dihitung maupun diperhitungkan untung ruginya, inilah kekuasaan egois. Politiknya : pinternya otak licik penuh taktik dimana mengabdi pada kerakusan, keserakahan, dan ketamakan.

Kekuasaan egois melahirkan politik otoriter, yang menghalalkan segala cara untuk menguasai dan merekayasa sistem.
Sistem rekayasa inilah yang memegang peranan di dalam melanggengkan kekuasaan.

Dus......siapapun yang berkuasa, adalah saya. Yang dipakai tentunya orang-orang yang sudah berjasa mendudukkan saya disinggasana kekuasaan. Rakyat, selamanya hanya “mlongo”, jadi penonton.

Di dalam sistem demokrasi, rakyat diposisikan sebagai pencoblos, setelah itu selesai, selamat tinggal kedaulatan rakyat. terima kasih atas dukungan anda. bukankah kedaulatanmu sudah aku ganti rugi dengan uang, kaos, maupun bensin dan rokok.

Akal-akalan serta okol-okolan politik semacam ini sebenarnya sudah basi. Toh menjadi makanan empuk “wong pinter” melanglang buana dipanggung Sandiwara Nusantara. Lenggang kangkung tanpa hambatan apapun, sebab sudah disahkan oleh undang-undang, dijaga ketat Tentara dan Polisi.
Rakyat kembali “mlongo”. Dan bergelut dengan keluh kesah, kekurangan, kesusahan, maupun kesusahan. Ibu Pertiwi menangis bersedih hati, menyaksikan anak-anaknya menjadi jagoan-jagoan adu kuasa, adu digdaya, adu pinter, adu harta. Menjual Indonesia demi sesuap nasi. Menjual Indonesia demi jabatan.

Keroposnya Indonesia menjadi keprihatinan bangsa. Sudah saatnya rakyat bangkit, berdiri dan berlari, bukan duduk diam menanti datangnya Ratu Adil, Sang Mahatma, Mesias maupun Imam Mahdi.
Perubahan itu diawali dari keberanian sebagai pelopor pergerakan. Kita........Orang Indonesia butuh figur Pemimpin Pamomong, bukan pemimpin gadungan, apalagi penguasa.
Seorang Pemimpin Pamomong dilahirkan dari rahimnya perjuangan bangsa yang dikandung oleh Ibu Pertiwi. Hidup kumbuh di tengah-tengah penderitaan rakyat. Ia adalah rakyat, turut memikul dan memanggul Amanat Penderitaan Rakyat.
Dus.....Ia membawa suara dan hati nurani rakyat, sebab memang sudah menyatu dalam roh dan jiwanya rakyat.

Kriteria Pemimpin Pamomong.

Orang Indonesia yang berani, setia dan jujur.
Paham Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sehat jasmani dan rohani.
Mempunyai konsepsi pembangunan Indonesia berwawasan sosial kebangsaan.



Orang Indonesia : berani, setia dan jujur.
Berani artinya : bongkar egoisme, rekayasa, dan ambisi, dengar hati nurani.
Berani tidak, kita membongkar egoisme yang sudah mendarah daging (mbalung sumsum) jiwanya bangsa.
Membongkar rekayasa politik otoriter yang menguasai sistem, serta menghentikan ambisi-ambisi pribadi untuk berkuasa maupun mempertahankan kekuasaan. Dan berani mendengarkan hati nurani sebagai bangsa yang luhur. Berani meluruskan hati yang bengkok dan tidak jujur.

Siap tidak, miskin bersama rakyat, yaitu siap memikul dan memanggul beban-beban penderitaan maupun kekurangan orang yang diperjuangkan. Pemimpin itu bukan jabatan, bukan kedudukan, maupun kekuasaan melainkan sebuah pengabdian dan pelayanan. Yaitu menjadi Abdi Rakyat. Berani apa tidak menjadi baturnya rakyat? Jangan harap seorang Pemimpin Pamomong mendapat gaji besar, mobil mewah, rumah gedong megah, maupun fasilitas yang menggiurkan. Apalagi merangkap sebagai seorang pengusaha.

Sistem Feokaliber (Feodalisme, Kapitalisme dan Liberalisme) harus dirombak total menjadi Sistem Sosial Kebangsaan. Presiden sampai Lurah itu bukan jabatan kehormatan untuk diperebutkan, melainkan Amanat Luhur yang sudah dipercayakan sebagai beban-beban tugas dan tanggung jawab menjadi Abdi Rakyat.
Camkan ini!
Oleh sebab itu, Sistem Kepemimpinan Sosial yang mesti diterapkan dalam memperjuangkan rakyat. Inilah Roh Jiwa Sosial Kebangsaan.

Sosial itu : Semua orang saling peduli satu sama lain. Hati yang peduli sebagai bukti kepemimpinan kita.  Peduli : Peka dengan urusan lingkungan, dari lingkungan keluarga, hidup bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang yang peka itu selalu perhatian dan memperhatikan derita serta kesusahan lingkungan dimana ia berada.

Dus......jangan sampai rakyatku ada yang menjadi pengemis, gelandangan, anak jalanan, orang gila keluyuran dijalan, pelacur, orang kelaparan, sakit penyakit yang dibiarkan oleh sebab tidak punya uang, dan masih banyak tugas tanggung jawab derita, kesusahan serta kekurangan yang perlu diperhatikan.

Itulah gambar kepribadian Indonesia yang semestinya. Indonesia yang berkarakter dan berkepribadian yaitu Karakter Sosial Kebangsaan. Apalah artinya kita mengenakan jas mahal, berdasi, dengan mobil mewah, makan enak di restoran yang mewah, dikawal ketat dan disambut dengan upacara-upacara kebesaran jika diluar sana wajah Indonesia menangis, nan jauh diujung sana bangsaku masih bodoh, miskin, dibungkus dengan belenggu-belenggu ketertinggalan. Apakah rasa malu itu telah mati?

Setia artinya selalu taat ikrar dan amanat.

Yaitu orang yang menjunjung tinggi amanat yang telah dipercayakan, apalagi jika sudah berani berikrar dan mengangkat sumpah. Oleh sebab itu seorang Pemimpin Pamomong itu hendaknya punya komitmen untuk menjaga dan menegakkan prinsip-prinsip kebangsaan. Amanat yang dipegang teguh meliputi:
Amanat Sang Pencipta.
Amanat Ibu Pertiwi.
Amanat Penderitaan Rakyat.
Banyak orang menganggap ikrar dan amanat sebagai omong kosong. Dan lebih suka memilih menjadi pengkhianat.

Jujur artinya menjaga ucapan, jangan ubah dengan rekayasa.

Ucapan itu ada dua macam :
Ucapan hati nurani.
Ucapan dibibir.
Apa yang telah terucap, lahir dari hati nurani pada hakekatnya hati itu sudah berbicara. Hati yang lurus, murni dan bersih jangan dinodai, dikotori, dan di ubah. Ini yang tanpa disadari, sudah merubah arah Bahtera Nusantara. Kiblat Indonesia terbalik seratus delapan puluh derajad, dan berubah total.

Bangsa ini butuh Orang Indonesia yang berani, setia dan jujur untuk mengembalikan Citra Indonesia di masa depan, mengembalikan Rumah Indonesia sebagai tempat tinggal yang aman, nyaman dan sejahtera.

Paham Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pancasila pada hakekatnya adalah roh jiwanya bangsa Indonesia. Yaitu jiwanya bangsa yang berjuang mati-matian, progresif revolusioner, tak kenal takut dan tak takut mati. Banyak orang mengaku sebagai pejuang dijaman ini. Tetapi orang yang berjiwa pejuang itu seribu satu. Seorang pejuang sejati dalam roh jiwanya adalah sosial. Jiwa sosial ini tidak bisa dibeli atau ditukar uang maupun duit.
Tidak bisa disulap maupun disihir, dipoles dengan dadanan yang menggiurkan. Melainkan sebagai panggilan jiwa. Oleh sebab rohnya berpaut dengan roh perjuangan bangsa.

Dus, dengan demikian orang yang memahami Pancasila harus berjiwa pejuang yaitu berjiwa sosial kebangsaan. Pola pikirnya adalah pola pikir sosial, cara pandangnya cara pandang sosial dan tindakannya adalah tindakan sosial.

Roh kejiwaan Pancasila dimanifestasitasikan dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 yang disebut Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila itu adalah Sistem Demokrasi Sosial yaitu demi mengangkat orang yang kesusahan/kekurangan sampai merasa aman, nyaman dan sejahtera seperti yang diidam-idamkan. Ini adalah kerangka dasar demokrasi Pancasila. Untuk memahami serta menerapkan Undang-Undang Dasar 1945, tentunya menggunakan kacamata sosial, serta cara pandang sosial.
Saya harus dibalik menjadi kita, kekuasaan dirubah menjadi pengabdian dan pelayanan. Penguasa diganti abdi rakyat, gontok-gontokan dirubah total menjadi gotong royong.

3.1.   Sehat Jasmani dan Rohani.
Ada pepatah mengatakan men sana in corpore sano artinya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Kesehatan itu mahal, sebagai berkah anugerah Sang Maha Pencipta yang wajib kita syukuri, bangsa ini diakui atau tidak sedang terjangkit sakit penyakit lahir maupun batin. Seorang figur Pemimpin Pamomong haruslah seorang tabib kebangsaan dimana bisa atau mampu mengobati sakit penyakitnya bangsa.
Apa penyakit bangsa itu?
Tri AAS (Aku, Angkuh, sombong) yang disebut egois.
Ini sebagai bibit kawit penyakit bobroknya moralitas bangsa.
Kusta (Rakus, Serakah, Tamak).
Dusta.
Lupa.
Tak punya malu.
Kelima dasar pokok penyakitnya bangsa ini sudah mendarah daging selama berabad tahun lamanya turun temurun sampai tidak terasa, ini adalah penyakit yang sangat berbahaya, yang menggerogoti mental-mental dan moral bangsa yang berdampak pada carut-marutnya persoalan bangsa yang datang silih berganti tak ada ujung pangkalnya seperti dewasa ini.

Seorang Tabib bangsa sebelum menyembuhkan orang lain tentunya harus sehat jasmani maupun rohaninya terlebih batinnya, artinya seorang pemimpin itu harus memiliki pikiran yang luhur, pikiran yang jernih, bersih dan suci. Hati yang luhur yaitu di dalam hatinya bersemayam roh dan kebenaran, kemudian memiliki kehendak yang luhur yaitu kehendak yang positif, yaitu kehendak sosial, dimana hidupnya ini bukan hanya untuk kepentingan kesenangan pribadi maupun kepuasan pribadi melainkan bagaimana hidupnya bermanfaat dan berguna untuk menolong sesama. Ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan yang berkenaan dengan sehatnya lahir maupun batin.

Kerangka Dasar Konsepsi Indonesia berwawasan Sosial Kebangsaan.
Konsep Dasar Indonesia itu sederhana. Indonesia itu : Idiologi Nasional Demokrasi Negara Kesatuan atas dasar iman serta cita-cita luhur, idiologi kita adalah Idiologi Nasional (Idiologi Kebangsaan), bukan idiologi keakuan, kesukuan, keagamaan, kepartaian maupun kedaerahan dan sebagainya.

Pola berpikirnya bangsa Indonesia adalah Pola Berpikir Sosial Kebangsaan, bukan pola pikir individual, kelompok maupun golongan. Kebhinnekaan Indonesia itu pada hakekatnya adalah Modal Dasar Pembangunan Nasional untuk memperkaya khasanah bagi kemajuan negara.
Banyaknya masukkan pola berpikir di setiap komponen bangsa mestinya menambah wawasan bagi solusi penyelesaian persoalan bangsa, bukan memperlebar atau memperdalam jurang perbedaan maupun jurang perselisihan yang bermuara kepada perpecahan bangsa, oleh sebab itu kita harus kembali pada pola berpikirnya bangsa. sehingga persoalan bangsa hendaknya diselesaikan menurut parameter kebenaran bangsa. Pancasila merupakan pisau analisa membedah persoalan bangsa, konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai turutannya.
Perlu dicamkan, bahwasannya Pancasila itu adalah jiwanya bangsa Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 itu adalah raganya yaitu penjabaran dan penerapan Pancasila.

Dus, jelaslah sudah bahwa Idiologi Nasional Indonesia adalah Pancasila yaitu Pola Pikir Sosial Kebangsaan. Yang mestinya kita junjung tinggi dan kita pahami demi cerahnya Wajah Indonesia yaitu Indonesia yang berseri-seri, selalu tersenyum dan ramah.

Pola pikir bangsa ini diterapkan dalam suatu sistem yaitu Demokrasi Negara Kesatuan dan perlu dipahami bahwa Demokrasi Indonesia adalah Demokrasi Negara Kesatuan, bukan demokrasi negara keakuan, kepartaian, agama, suku, kelompok maupun golongan tertentu. `
Apa itu Demokrasi Negara Kesatuan?
Indonesia adalah Negara Kesatuan, lebih jelas lagi adalah Negara Kesatuan Sosial. Jiwa-jiwa sosial kebangsaan yang saling bertaut sambung menyambung menjadi satu di dalam kerukunan dan tali persatuan merupakan kesatuan sosial, dimana ada satunya kehendak, hati dan pikiran untuk mewujudkan Demokrasi Sosial atau Sosio-Demokrasi.

Demokrasi artinya demi mengangkat orang kesusahan/kekurangan sampai merasa aman, nyaman dan sejahtera seperti yang diidam-idamkan. Demokrasi Sosial dapat diujudnyatakan karena didasari iman dan cita-cita luhur, imannya bangsa yang disebut Iman Kebangsaan merupakan satu kesatuan iman setiap Orang Indonesia. Bangsa ini percaya adanya Tuhan sebagai Pencipta Alam Semesta.

Bumi Indonesia merupakan anugerah kemurahan Sang Pencipta bagi bangsa Indonesia, untuk dikelola bersama dengan cara Indonesia dan diperuntukkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Ini yang selanjutnya dinamakan Iman Sosialnya Bangsa.
Iman itu : Indahnya masa depan artinya kita harus belajar berpikir positif menggambarkan jauh di depan sana masa depan yang indah penuh harapan. Apa yang diidam-idamkan bangsa yaitu aman, nyaman, sejahtera sudah terujud nyata. Inilah Iman Sosial yaitu iman yang dilandasi oleh rasa peduli bagi kemakmuran dan kesejahteraan bersama, bukan iman pribadi maupun iman kelompoknya sendiri.

Iman Sosial inilah yang memotivasi/mendorong jiwa pengabdian dan pelayanan atas dasar kasih. Cita-cita luhur bangsa adalah kehendak yang baik (positif) yang disebut kehendak luhurnya bangsa artinya kehendak bersama untuk mengujudkan satu tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang damai dan sejahtera. Satu untuk semua dan semua untuk satu.
Itulah Indonesia.

Calon Pemimpin Pamomong harus Paham Konsep Dasar Indonesia yang selanjutnya disebut Phylosofie Indonesia. Konsepsi Indonesia dapat diujudkan jika sudah berjiwakan Pancasila serta memahami dan menguasai Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.

Saudara-saudaraku sebangsa setanah air Indonesia.
Tiba saatnya digelar Sayembara Nusantara, beri kesempatan setiap Orang Indonesia untuk bertanding di arena terbuka yaitu pemilu yang benar-benar jujur, adil, langsung, umum, bebas tetapi tidak rahasia.
Wong cilik, wong bodho, wong desa, wong sugih, wong pinter, wong kutho, punya kesempatan yang sama tanpa diskriminasi apapun, unjuk kemampuan menyampaikan Konsepsi Indonesia.
Biarkan rakyat yang menilai, memilih dan menaruh kepercayaan.

Dus, pemilu di sini artinya percaya memilih wakil utama. Ini merupakan salah satu mekanisme untuk menyelamatkan bangsa dari Keroposnya Indonesia. Untuk mengembalikan Citra Indonesia sebagai bangsa yang besar.

Kami........Orang Indonesia, selama ini menjadi Penonton Sandiwara Nusantara.
Mulai saat ini Kami adalah : Para pemain yang turut memainkan lakon “Prau gabus kelem, watu item kumambang”.

Selamat pagi Indonesia, fajar telah menyingsing menyambut datangnya pelangi di ufuk Timur menuju Indonesia Raya.
Damai di hati
Damai di bumi

Stop permusuhan, pertikaian dan pembunuhan.
Stop perang maupun pamer senjata, sebab senjata itu bukan sahabat kita.
Jadilah pelopor-pelopor kerukunan dan persatuan umat manusia.

Jiwaku telah menyatu dalam roh perjuangan bangsaku, dan ragaku akan menjadi benteng tegaknya kejayaan negeriku.



Manggala Puteh


KITA ORANG INDONESIA

 Forum Kajian Pancasila dan Ketatanegaraan Indonesia
    Sekretariat : Gamasan RT. 01/02 Bandungan Kec. Bandungan Kab. Semarang (Jateng)
    Telpon : 081390401276, Email : wahyu.wijayanto45@gmail.com

KITA
ORANG INDONESIA


Jiwaku telah menyatu dalam roh perjuangan bangsaku dan ragaku akan menjadi benteng tegaknya kejayaan negeriku.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran yaitu kebenaran yang dibangun di atas jiwa yang luhur.Luhur itu : Lurus hati jujur apa adanya.

Rusaknya moral bangsa, hilangnya karakter bangsa oleh sebab hati yang bengkok, yang membuahkan liciknya pikiran, perkataan sikap dan perbuatan jahat. Politik menjadi corong : Pinternya otak licik penuh taktik. Pemilu merupakan alat politik untuk menempatkan ambisi dikursi goyang kekuasaan. Pemilu itu artinya : percaya memilih lantaran uang, dengan uang urusan apapun nanti gampang.
Sistem perpolitikkannya berorientasi pada soal bagaimana berkuasa dan mempertahankan kekuasaan. Siapa berkuasa aku adalah segala-galanya, negara adalah saya, siapa kuat, kuasa pasti benar. Itulah Hukum  Rimba Indonesia.

Kemanakah Kiblat Indonesia ?

Banyak orang mengaku sebagai Orang Indonesia akan tetapi tidak paham apa itu Indonesia? Bleger badan dan wadagnya Indonesia, roh dan jiwanya bangsa mancanegara.

Diakui of, tidak bangsa ini telah mewarisi budaya bangsa asing, beratus tahun lamanya. Termasuk sistem demokrasi dan ketatanegaraannya. Pancasila sebagai jiwanya bangsa Indonesia menjadi hiasan dinding penuh debu dan lamat. Dianggap barang kuno, ketinggalan jaman dan dilupakan orang, lebur kiamat dan dipeti matikan. Orang Indonesia justru gandrung dengan jimat-jimat, aji-aji serta ilmunya bangsa asing. Bangga jika mendapatkan predikat wong londo atau orang asing, baik itu tingkah laku sampai aqlaknya-pun mengikuti bangsa asing, sampai melupakan jati diri bangsa. Indonesia dewasa ini menjadi ajang atau arena adu pinter, adu kuat dan adu bener. Menonjolkan ego pribadi maupun kelompok, saling berebut aku, aku dan aku.

Haluan Indonesia sudah dibengkokkan bahkan diwalik grembyang seratus delapan puluh derajad oleh orang-orang pinter yang sudah bengkok hatinya, yaitu Orang-Orang Indonesia yang memakai sandangan Feokaliber yaitu Feodalis, Kapitalis dan Liberalis. Akar Feokaliber adalah ego : Aku, Angkuh, Sombong yang disebut Tri AAS. Tri AAS inilah bibit kawit penyakitnya bangsa yang pada hakekatnya sudah kritis, diambang kematian.
Ibarat rumah, Gambar Indonesia sudah bergeser owah dari ompaknya atau dari pondasinya. Ibarat kapal, Bahtera Indonesia sudah diombang-ambingkan badai topan dan kehilangan arah. Ini merupakan Fenomena Nasional yang menjadi keprihatinan bangsa.

Jika para pejabat yang bertengger di panggung-panggung kekuasaan asyik mencari kesalahan musuh-musuh politiknya, sibuk menyelamatkan diri, berdiri di ujung tanduk kejatuhan, di antara hidup merana dan mati konyol. Itulah proses menuju kiamat yang sebenar-benarnya. Kiamat itu artinya kejahatan itu akan mati.
Sampai kapan pendusta-pendusta yang terhormat, tuan-tuan dan nyonya-nyonya “kusta” (rakus, serakah dan tamak) tahan duduk di kursi goyang kekuasaan yang teramat panas.

Camkan ini !

Jika hukum manusia tak mampu menyentuhmu oleh sebab kesaktianmu, hukumnya sang pencabut nyawa yang akan bicara.

Tamatlah riwayatmu !

Karakter Indonesia.

Kita............Orang Indonesia tidak rela Negeri Indonesia menjadi ajang rebut rayah, rebut pinter, rebut bener, dan rebut kuasa.
Sekali Merdeka tetap Merdeka !
Kembali pada Karakter Indonesia yaitu jiwa yang luhur. Pancasila itu jiwanya Orang Indonesia adalah Jiwa Sosial Kebangsaan. Sosial itu  : semua orang saling peduli satu sama lainInilah ciri khas Orang Indonesia.

Jika setiap Orang Indonesia sudah berjiwa sosial, sambung-menyambung saling bertaut satu dengan yang lain, terikat dalam kerukunan dan saling ketergantungan, maka akan melahirkan Jiwa Sosialnya Bangsa. Ini yang dinamakan Jiwa Sosial Kebangsaan dan inilah Karakter Indonesia. Yang namanya Orang Indonesia haruslah berjiwa sosial, jiwa-jiwa sosial ini akan melahirkan gagasan sosial, rasa sosial, dan tindakan sosial. Ke semuanya ini dimanifestasikan dalam satu sistem sosial, oleh sebab itu masyarakat bangsa dan negara harus ditata dan diatur dengan tatanan sosialnya bangsa.

Akarnya jiwa sosial itu adalah rasa peduli. Peduli artinya peka dengan urusan lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan hidup bertetangga, lingkungan bermasyarakat, bangsa dan negara maupun lingkungan antar bangsa. Orang yang peka berarti tanggap rasa serta sigap berbuat terhadap beban-beban kesusahan serta penderitaan di lingkungan sekitar kita. Bagaimana orang yang kesusahan maupun kekurangan itu menjadi aman, nyaman dan sejahtera. Inilah Amanat Penderitaan Rakyat. Jadi hanya orang-orang yang berjiwa sosial yang mampu memperjuangkan dan mengujudkan Amanat Penderitaan Rakyat.

Kriteria Pemimpin Indonesia.

Di Indonesia haruslah didaulat Orang Indonesia, ditata dan diatur dengan sistem Indonesia dan dipimpin oleh seorang pemimpin. Seorang Pemimpin Indonesia haruslah dicalonkan dan dipilih oleh Orang Indonesia. Lha kita saat ini butuh pemimpin, bukan penguasa yaitu Pemimpin Pamomong. Pemimpin Pamomong itu pada hakekatnya adalah abdinya rakyat. Bukan ndoro bukan tuan melainkan baturnya rakyat, siapa yang mau berebut menjadi baturnya rakyat ? Ini yang mestinya direnungkan oleh hati nurani setiap orang yang mengaku Orang Indonesia.
Kalau setiap orang tahu dan paham bahwa pemimpin itu baturnya rakyat, tentunya tidak berbondong-bondong rebutan jadi batur. Jadi seorang Pemimpin Pamomong haruslah berjiwa sosial kebangsaan atau berjiwa Pancasila. Paham Konstitusi Dasar Undang-Undang Dasar 1945, dan perlu digaris bawahi bahwa setiap Orang Indonesia berhak di calonkan dan dipilih menjadi Pemimpin Pamomong. Siapa yang mencalonkan? Rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negeri Indonesia. Beri kesempatan pada rakyat, beri kesempatan pada setiap Orang Indonesia tanpa pandang muka, tanpa pandang suku, tanpa pandang derajad pangkat, status bahkan soal pendidikan sekalipun, jangan dibuat aturan pendiskriminasian, jika sudah demikian rakyat itu janganlah ditempatkan sebagai alat, sebagai obyek, dan sasaran politik.

Dalam mekanisme pemilihan Pemimpin Pamomong yang mana memberi kesempatan secara terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia, baik itu orang miskin, orang bodoh, wong desa, mempunyai kesempatan yang sama dengan orang berduit maupun orang pinter. Tak peduli itu Tukang Ngarit, Angon Kebo, Pedagang Asongan, Tukang Kayu sampai Ketua Partai, Pimpinan Perusahaan, Profesor Doktor sekalipun. Jika mau dan mampu menjadi baturnya rakyat, silahkan. Ini yang namanya keadilan sosial.

Jika perlu dibuka Sayembara Nasional Indonesia.
Wahai Orang-Orang Indonesia dari Sabang sampai Merauke siapa yang sanggup menjadi abdinya rakyat, memikul beban-beban kesusahan dan penderitaan rakyat. Silahkan mendaftarkan diri tanpa embel-embel, tedeng aling-aling maupun rekayasa apapun. Ini yang namanya Sistem Demokrasi Sosial yang harus dibangun pada saat rakyat merindukan figur seorang Pemimpin Pamomong yang benar-benar mampu membawa Bahtera Indonesia menuju Indonesia Raya.

Lalu dibuat atau disiapkan mimbar kehormatan, dimana setiap calon diberi kesempatan untuk menyampaikan program-program kebangsaan, Konsepsi Indonesia Baru, biar rakyat yang memilih, biar rakyat yang menentukan pilihan, secara fair dan terbuka.

Mekanisme yang semacam ini yang memilih figur pemimpin tentunya tanpa gontok-gontokan maupun sengketa, serta menghemat keuangan negara.


































GARUDA PAMUNGKAS


Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat terujud nyata jika TNI rukun manunggal bersama rakyat. TNI maupun Polri kembali pada fungsi sosial sebagai abdi rakyat yaitu mengabdi, melayani dan mengayomi.
Dwi fungsi TNI pada hakekatnya :
TNI sebagai Lembaga Pertahanan dan Ketahanan Negara.
TNI sebagai Lembaga Fungsi Sosial.
Bung Karno di dalam phylosofienya mengajarkan jika kamu jadi Tentara : “Tangan kanan pegang bedil, tangan kiri pegang pacul”. Artinya TNI termasuk Polri memiliki dua fungsi yang saling melengkapi, satu sisi sebagai angkatan bersenjata yang menempati fungsi militer, sisi lain sebagai rakyat yang menempati fungsi sosial.

Ketika negara membutuhkan sebagai kekuatan pertahanan dan ketahanan negara, harus siap sedia mengangkat senjata. Sekalipun darah dan nyawa taruhannya. Ketika negara aman dan tentram, TNI berada ditengah-tengah rakyat, kembali dalam pelukan dan pangkuan rakyat. Ia adalah rakyat. Harus siap sedia pegang “pacul” membanting tulang, memeras keringat bersama rakyat. Ketika negara membutuhkan rakyat sebagai kekuatan bela negara, rakyat-pun siap sedia menjadi bagian dari pertahanan dan ketahanan negara.

Dus........dengan demikian keselamatan serta ketentraman bangsa dan negara ini menjadi tugas dan tanggung jawab Orang Indonesia, bukan saja ditangan TNI maupun Polri.

TNI dan Polri dilahirkan dari Rahim Perjuangan Rakyat.

Sejarah perjuangan bangsa mencatat sebelum TNI dan Polri terbentuk, siapa yang dengan gagah berani berperang mengusir penjajah asing? Siapa orang-orang yang layak disebut pahlawan? “Rakyat”. Wong cilik, wong bodho, wong desa yaitu orang-orang yang pemberani, jiwanya berkobar-kobar tidak rela negerinya dijajah, apa yang dipegangnya menjadi senjata, tidak kenal takut dan tidak takut mati meskipun pistol, bedil, tank, granat, bom serta canggihnya senjata lawan tatkala itu.
Berapa banyak darah serta nyawa para pejuang dipertaruhkan demi Indonesia merdeka? Bahkan banyak para pejuang berguguran di medan laga, tidak pernah sedetik-pun menikmati Indahnya Alam Kemerdekaan. Pasukan rakyat tanpa gaji, tanpa jabatan, tanpa embel-embel apapun namun layak dan pantas disebut pahlawan sejati yaitu pahlawan-pahlawan tak dikenal. Hanya Tuhan yang tahu, Ibu Pertiwi yang memangku jasadnya. Pasukan rakyat tanpa helm baja, tanpa seragam loreng, tanpa sepatu, hanya dengan kathok kolor dan sarung, bersenjatakan bambu runcing siap bertempur menghadang serta menantang Kapal Induk, Tank-Tank, Panser maupun Pesawat Tempur.
Mereka berguguran sebagai Bantala-Bantala Nusantara. Perjuangan beliau-beliau tidaklah sia-sia meskipun satu dibanding seribu nyawa, namun roh perjuangan rakyat menghantarkan bangsa ini merdeka.

TNI dan Polri itu jelmaan pasukan rakyat, dibentuk oleh rakyat, Roh Jiwa Pejuang rakyatlah yang hidup dan tumbuh sebagai tentara-tentara modern sampai hari ini, oleh sebab itu jangan sekali-kali melupakan rakyat, jangan sekali-kali menyengsarakan rakyat, kembalikan rakyat, posisikan sebagai tuan di negerinya sendiri supaya kedaulatan rakyat tidak dikebiri, direkayasa dengan pinternya otak licik penuh taktik, sehingga rakyat diperalat sebagai budak-budak tertindas di jaman kemerdekaan!

TNI dan Polri dengan sumpah setianya dibelenggu dengan tugas dan tanggung jawab, terikat di bawah naungan kekuasaan sehingga terciptalah jurang pemisah antara TNI dan rakyat. Kekuasaan memanfaatkan fungsi militer untuk membentengi jabatan dan kedudukan penguasa.
TNI maupun Polri menjadi bemper-bemper pengaman, buldoser-buldoser yang siap menggusur habis suara rakyat. Ketika rakyat diadu dengan pasukan bersenjata yang terlatih, apalah dayanya?
Kembali rakyat yang menjadi korban, korban egoisnya para penguasa. Camkanlah ini!
Sejak Indonesia belum merdeka sampai hari ini 67 tahun Indonesia merdeka, rakyat selalu menjadi korban, sebab selalu dikorbankan oleh ambisi seseorang.

Soal Senjata dan Perang.

Perang itu adalah budayanya angkara murka, budayanya bangsa yang rakus, serakah dan tamak. Dan perang saat ini menjadi alat dari Feokaliber (Feodalisme, Kapitalisme dan Liberalisme) untuk merekayasa bisnis di bidang persenjataan.
Jika setiap bangsa damai sejahtera tanpa konflik maupun sengketa, hidup berdampingan dengan aman, nyaman dan rukun, maka pabrik-pabrik senjata akan bangkrut, oleh sebab itu diciptakan konflik-konflik antar bangsa melalui rekayasa politik dengan dalil-dalil perdamaian.

Feokaliber membuahkan sistem-sistem baru, secara internasional untuk menjebol dan mendobrak benteng-benteng sosial kebangsaan. Patriotisme, nasionalisme, rasa peduli soal bangsa dan negara digerogoti sedikit-demi sedikit dengan kemajuan teknologi, globalisasi, hak asasi manusia dan demokratisasi. Semua itu dipoles indah sebagai pioner-pioner untuk menguasai bangsa-bangsa. Agen-agen serta makelar-makelar kekuasaan tumbuh subur di ladang Indonesia, boneka-boneka cantik antek Feokaliber ditanam di pos-pos kekuasaan.
Memang perang kemerdekaan sudah lewat tetapi perang politik maupun perang sosial tumbuh subur bak jamur di musim hujan, mengorbankan rakyat, memperalat rakyat dan menempatkan rakyat sebagai obyek untuk diadu-domba, dipecah-belah, dibodohi sehingga yang namanya perselisihan, sengketa, pertikaian yang berujung maut menjadi makanan kesukaan. Inikah kepribadian Indonesia? Bangsa yang berjiwa luhur, santun, ramah dan sabar.

Kami menyerukan kepada seluruh bangsa untuk bertobat, serukan “Tobat Nasional”. Perang kemerdekaan baik itu merebut kemerdekaan maupun mempertahankan kemerdekaan yang pernah dilakukan bangsa ini sebagai bangsa pejuang itu adalah perang yang luhur, perang yang mulia. Oleh sebab apa? Untuk mempertahankan keutuhan Negeri Indonesia dari kerakusan, keserakahan dan ketamakan bangsa-bangsa penjajah. Perang pada saat itu adalah perang untuk menegakkan nilai-nilai keutamaan menghadapi angkara murka. Jadi pengertian perang di sini bukan sebagai kebanggaan, gagah-gagahan atau jagoan pamer kekuatan, hebat dan masyur. Itu bukan Karakter Indonesia.

Justru perang itu harus dihindari, sebagai alternatif terakhir. Bedil atau senjata itu pada hakekatnya adalah alat bela negara, alat untuk menjaga kehormatan bangsa, sehingga perang itu haruslah di stop sebab bertentangan dengan roh kebenaran. Kalau kita berdiri sebagai ksatria utama, kita harus punya batasan-batasan di dalam menghadapi lawan ataupun musuh. Berangkat dari jiwa yang luhur, kemudian dipagari dengan norma-norma kemanusiaan, norma keadilan atas dasar kasih. Sebab perang itu bukanlah untuk menjadi kebanggaan atau budaya untuk memerangi bangsa lain.

Ini yang harus diluruskan karena senjata itu diciptakan untuk membunuh, dan Tuhan tidak menghendaki adanya pembunuhan. Karena umat manusia itu harus dikembangbiakkan hidup rukun berdampingan, untuk mengelola bumi ini demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Ini amanat yang harus diemban, yang harus dipahami oleh TNI maupun Polri. Oleh sebab itu kita harus kembali kepada karakter luhur bangsa, bahwasannya kita sudah tahu dan paham bahwa kita dilahirkan bukan sebagai bangsa yang suka berperang. Kita dilahirkan bukan sebagai ahli-ahli membuat senjata, oleh sebab itu kita harus berani untuk menyerukan, menyuarakan sebagai Pelopor-Pelopor Kerukunan dan Persatuan Bangsa-Bangsa. Hentikan perang! Hentikan pabrik-pabrik senjata! Apalah artinya kita beragama jika kita tidak rukun, damai dan sejahtera.

Pada saat-saat ini kita membutuhkan figur Pemimpin Pamomong untuk menyelamatkan bangsa. Kita bangun kembali pilar-pilar kebangsaan, kita bangun kembali benteng-benteng dan Pagar Nusantara yang sudah dibikin loyo, dibikin lemes dan dibuat tidak berdaya. Bersama dengan rakyat kita bangkit untuk membangun kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari pengaruh bangsa asing, yang bebas dari penjajahan bangsa sendiri, dimana Negeri Indonesia ditumbuhi dengan tanaman-tanaman yang subur. Di sana ada canda dan tawa, ada kenyamanan, ada rasa aman, serta saling peduli. Kemudian kita berdiri sama tinggi duduk sama rendah, saling bergandengan tangan, saling berpelukan sebagai satu keluarga, sehingga rakyat tidak lagi ditakut-takuti dengan yang namanya senjata. Rakyat ditakut-takuti dengan yang namanya TNI maupun Polri.

Kapan lagi kita mau bersama, kita mempunyai idam-idaman yang sama, kita dilahirkan dari rahimnya Ibu Pertiwi, kita junjung tinggi, kita tegakkan Kejayaan Indonesia. Kita kembalikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai jiwa dan raganya bangsa Indonesia, yang membuat Wajah Indonesia itu berseri. Mari kita bersama-sama mensosialisasikan Pilar-Pilar Kebangsaan di seluruh Persada Nusantara supaya orang-orang itu sadar bahwa kita adalah bangsa yang besar, bangsa yang cinta damai, bangsa yang cinta kerukunan dan gandrung persatuan.

Mari kita serukan bersama-sama, kita awali dari Negeri Indonesia sebagai pelopor-pelopor kerukunan dan persatuan bangsa-bangsa.
Sekali lagi stop perang!
Hentikan pembuatan senjata-senjata yang mematikan!
Sekali Merdeka tetap Merdeka!

Jiwaku telah menyatu dalam roh perjuangan bangsaku dan ragaku akan menjadi benteng tegaknya kejayaan negeriku.



     Manggala Puteh