Jumat, 08 Oktober 2010

Pidato Sambutan Ketua Komite Penegak Kedaulatan Rakyat Indonesia Dalam Rangka Peringatan Hari Sumpah Pemuda Tanggal 28 Oktober 2010

Saudaraku seluruh Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dimanapun
saudara berada. Saudaraku satu Bangsa, satu Tanah Air dan satu Bahasa, Bangsaku Indonesia. Saudaraku satu Darah yaitu Darah Indonesia, satu Daging yaitu Daging Indonesia.

Hai ! Para pemuda, mahasiswa, pelajar Indonesia yang merupakan calon-calon pemimpin bangsa kedepan. Saat ini, hari ini, detik ini tanggal 28 Oktober 2010, detik dimana kita satu tekad akan meneruskan perjuangannya para leluhur pahlawan kusuma bangsa untuk mengujudkan Amanat Penderitaan Rakyat yang belum pernah ujud sampai saat ini. Dengan semangat perjuangan kebangsaan, dengan tetap komitmen terhadap sumpah serapahnya bangsa pejuang yang akan menggilas habis segala bentuk penjajahan dan penindasan dari muka bumi ini karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, tetap akan maju tidak bisa dihalang-halangi “rawe-rawe rantas malang-malang putung” untuk mendapatkan “pembebasan rakyat” suro diro angkoro murko lebur deneng pangastuti.


Sebagai pembukaan sambutlah salam perjuangan rakyat dengan pekik merdeka.

Merdeka ! Merdeka ! Dan sekali merdeka tetap merdeka !
Hari ini kita berkumpul dengan berpijak kepada ibu bumi nusantara dengan landasan yang sama berjati diri sebagai “warga negara” yang merasa diri memiliki kewajiban yang sama yaitu :

l Untuk mengerti dan memahami “hakekat kejiwaan” yang terkandung didalam momen agung perjuangan Bangsa Indonesia yang kita kenal dengan “Hari Sumpah Pemuda” tanggal 28 Oktober 1928.

2 Untuk mengerti dan memahami sejarah perjuangan bangsaku dan untuk menghormati jasa-jasa para leluhur-leluhurku dan para pahlawanku.

3. Untuk menggalang kembali “Persatuan Nasional”, bela negara, memandu Ibu Pertiwi Indonesia dan untuk ikut serta menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saudara-saudaraku seluruh Rakyat Indonesia yang gupita.

Tahun 2010 saat ini sudah 65 tahun Indonesia dinyatakan “Merdeka yang Berkedaulatan Rakyat”, sudah ribuan kali, berpuluh-puluh ribu kali dan bahkan beratus-ratus ribu kali “kata merdeka” menggema diudara Indonesia dan persada bumi jagatnya bangsa-bangsa.

Ada pertanyaan yang harus kita jawab dengan jujur, bersahaja apa

adanya.

“Sudahkah kita seluruh Rakyat Indonesia ini benar-benar lahir batin

sudah merdeka bebas dari segala bentuk penjajahan dan penindasan” ?

“Sudahkah seluruh Rakyat Indonesia Berdaulat atas Negara Kesatuan

Republik Indonesia” ?

“Apakah segala kekayaan alam yang terkandung didalam Tanah Air

Indonesia ini termasuk tanah dan airnya benar-benar sudah menjadi

miliknya

kesejahteraan dan kemakmuran rakyat“ ?

Ayo jawablah ! “Belum” ! Mengapa demikian ?

Kalau kedaulatan atas Negara Kesatuan Republik Indonesia ditangan

rakyat, lalu sekarang ini “apa saja yang dimiliki Rakyat dan dikuasai oleh

seluruh

Rakyat

Indonesia

yang

sebesar-besarnya

untuk Rakyat” sebab yang disebut negara itu ada tiga unsur yaitu : ada Tanah Air, ada

Bangsa yang menempati, ada Aturan atau Konstitusi Nasional untuk mengatur

kehidupan bersama sebagai Bangsa.

Apakah Tanah Indonesia dikuasai Rakyat ? Apakah Air Indonesia

dimiliki Rakyat ? Jawabannya tidak !

Sebab rakyat itu selama ini kalau tidak membeli tanah maka tidak akan memiliki

tanah untuk mendirikan rumah, kalau tidak membeli air dari perusahaan air

minum maka rakyat tidak minum.

Apakah Hutan Indonesia yang luas dengan segala hasilnya didaulat Rakyat ?

Rakyat hanya mencari ranting-ranting kering untuk memasak saja dipukuli

dan dihukum. “apa tidak terbalik ini lha wong tuannya kok dihukum oleh

abdinya”.

Apakah rakyat memiliki minyak hasil tambang, ada emas. ada tembaga, ada

besi, gas alam dan macam-macam kekayaan bumi dan laut Indonesia ini ?

Kalau jawabannya juga tidak, kemudian “semua itu milik siapa“ ? Itu yang

pertama, Kedaulatan atas Tanah Air beserta segala kekayaan alam yang

terkandung didalamnya.

Yang kedua, Kedaulatan atas semua bidang kehidupan Berbangsa dan

Bernegara.

Ada Politik, Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan, ada Pemerintahan, ada Hukum,

ada Pendidikan, Kesehatan dan lain-lain, ada Tentara, ada Polisi, Satpol PP,

semua itu didaulat oleh siapa ?

Yang ketiga, Kedaulatan atas Konstitusi Nasional Undang-Undang

Dasar 1945 .

Kalau rakyat merasa Berdaulat atas Konstitusi Nasional dan tidak pernah

mengutus

Dasarnya sendiri tetapi memilih wakil-wakil rakyat untuk mengujudkan Amanat

Penderitaan Rakyat, mengapa rakyat juga diam saja ?

Kalau sekarang rakyat merasa tidak pernah memilih wakil rakyat dan

wakil-wakil

rakyat

untuk

mengobrak-abrik

Undang-Undang menugaskan untuk membuat gedung baru yang mewah seperti hotel dan

menugaskan untuk studi banding jalan-jalan keluar negeri, apakah rakyat

yang berdaulat itu juga hanya diam saja sementara kehidupan rakyat semakin

menderita karena macam-macam bencana alam dan harga-harga kebutuhan

rakyat terus menanjak naik ?

Jawabannya juga sama, sebab rakyat yang memiliki negara ini tidak

bisa menghukum memberikan Sangsi Hukum Dasar Negara kepada para

Penyelenggara Negara yang melanggar Konstitusi Nasional atau mengkhianati

Dasar Negaranya sendiri. Justru malah terbalik Rakyatlah sebagai Pemilik

Negeri ini diancam oleh hukum dan dihukum oleh Penguasa Bangsanya sendiri.

Kedaulatan Rakyat selama ini sejak Indonesia merdeka dihargai hanya

sebagai “tukang coblos gambar dikertas”, Kedaulatan Rakyat berharga

sangat “murah”. Hanya dengan uang sebesar Rp. 10.000 sampai Rp. 50.000

dengan satu potong kaos oblong, rakyat sudah menyerahkan kedaulatannya

kepada para elite politik yang berebut kekuasaannya rakyat dengan janji-

janji dan iming-iming untuk mensejahterakan rakyat, tapi apa buktinya ?

Jadi kalau sekarang ini kekayaan Ibu Pertiwi Indonesia yang melimpah

ruah ini bukan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh

Rakyat Indonesia malah sebaliknya untuk rayahan para abdi rakyat dalam

menumpuk harta kekayaan pribadi dan golongannya. Semua kekayaan tanah air

ini memang sudah menjadi miliknya para penguasa, merekalah yang merdeka

sebebas-bebasnya bersama kaum juragan bangsa asing untuk mengeruk habis

kekayaan Tanah Air Indonesia, karena memang miliknya mau diapakan terserah

pemiliknya.

Rakyat tidak bisa menggugat, tidak ada gugatan rakyat kepada para penguasa

sebab kedaulatan itu artinya adalah “kekuasaan mutlak yang tidak bisa

diganggu gugat dan ditawar-tawar oleh siapapun”.

Saudara-saudaraku seluruh Rakyat Indonesia, satu Bangsa dan satu

Tanah Air Indonesia !
Sudah sejak merdeka sampai saat ini digembar-gemborkan “sebagai

Rakyat Berdaulat atas negeri ini”, disana menggembor bahwa Tanah

Air ini didaulat oleh seluruh Rakyat Indonesia. Disekolahan, diakademi,

diuniversitas, didalam perkumpulan-perkumpulan politik semua mengatakan

begitu, sementara Kedaulatan Rakyat yang mereka gembar-gemborkan itu

adalah “Kedaulatan Rakyat yang terkandung didalam buku kertas Undang-

Undang Dasar 1945” tetapi kedaulatan atas negeri ini dirampas sepenuh-

penuhnya oleh Penjajahan Politik kaum Sekutu yang ditangani oleh bangsamu

Inilah Kondisi Nasional yang sampai saat ini masih merupakan

Fenomena Nasional yang segera harus diungkap, harus dipahami, dimengerti

oleh segenap Bangsa Indonesia terutama bagi generasi penerus “supaya sistem

penjajahan ini dihentikan” !

Saudara-saudara sekalian !

Mengapa 65 tahun kita ini sudah menyatakan merdeka dan Produk-

Produk Perjuangan Bangsa yang beratus tahun sudah terbentuk tetapi tidak

dipakai sebagai Landasan Kejiwaan Bangsa Indonesia, sebagai “turutan”

didalam Penataan dan Penyelenggaraan Negara, sudah ada Undang-Undang

Dasar 1945 dan Pancasila sebagai Dasar Negara serta ada Filsafat Pemersatu

Bangsa Bhineka Tunggal Ika, tidak dipakai ?

Jadi kalau sekarang sangat ramainya sedang “mencari solusi” untuk

keluar dari krisis segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, sedang

“mencari sistem baru” yang bisa mengujudkan cita-citanya bangsa terujudnya

Amanat Penderitaan Rakyat, “baru belajar demokrasi”, ini sama saja adalah

pernyataan bangsa yang mengakui “bahwa Indonesia tidak punya apa-

apa” sedangkan kita sudah punya kok ! Jadi jangan menggunakan istilah

“mencari” tetapi marilah kita “kembali” dan yang tepat adalah kembali kepada

Konstitusi Nasional kita Undang-Undang Dasar 1945, kembali kita berdiri diatas Fondamen Negara yaitu Pancasila, marilah kita kembali kepada Filosofi

Pemersatu Bangsa Bhineka Tunggal Ika.

“Sistem Indonesia” itu bukan sistem baru, itu sudah dilahirkan tetapi

kita tidak mengerti, kita tidak mengetahui sebab apa ?

Karena kelihaiannya kaum penjajah dengan Sistem Liberal Kapitalismenya

bekerjasama dengan kaum Kolaboratornya pribumi didalam negeri, mereka

tancapkan “Sistem Penjajahan Politiknya” dengan menabur biji Liberal

Kapitalismenya. Tanggal 17 Agustus 1945 sekejap kita merdeka , lepas dari

Penjajahan kaum Kolonial Belanda dan Penjajahan Fasisme Jepang tetapi jatuh

pada jeratan penjajahan baru yaitu Penjajahan Politik kaum Sekutu sebagai

Pemenang Perang Dunia Kedua. Jadi hanya metamorfose ulat memang berubah

menjadi kupu yang indah menyenangkan, menarik hati tetapi ketika bertelur

tetap ulat yang menghabiskan daun. Dan mulai saat itulah dimana perjuangan

bangsa ratusan tahun dengan korbanan harta benda jiwa raga diabaikan,

Undang-Undang Dasar 1945 disisihkan dan Pancasila sebagai Dasar Negara

diganti dengan Sistem Kapitalis Liberalnya kaum modern sampai saat ini.

Inilah akar permasalahannya “mengapa Indonesia menjadi berantakan

seperti sekarang ini”.

Dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 2010 ini marilah kita angkat sebagai

Momen untuk mengembalikan Bangsa Indonesia dari bangsa yang terjajah

menjadi bangsa yang bebas, merdeka dan berdaulat atas negerinya sendiri .

Saudara-saudaraku sekalian !

Kondisi kehidupan bangsa dan bangsa-bangsa didunia sekarang ini

yang namanya nasibnya rakyat setali tiga uang adalah sama dengan kita.

Dimana-mana kehidupan rakyat semakin menderita terjajah dan tertindas

oleh kekuasaan bangsa sendiri yang Liberal Kapitalistis yaitu oleh kehebatan

suatu Sistem Penjajahan Modern yang disebut sebagai Penjajahan Politik.

Dengan Globalisasi Demokrasi berarti Kekuasaan Pemerintahan Negara

dimanapun didunia ini sudah “takluk semua kepada siapa yang punya uang”, semua sudah mengabdi kepada yang mempunyai duit dan tidak mungkin

mengabdi kepada rakyat yang tidak punya duit. Semua aspek kehidupan bangsa

baik politik, ekonomi maupun sosial budaya sudah terarah atau terpimpin

berjalan dengan uang. Akibatnya moral kebangsaan sekarang ini hancur

berubah menjadi moral cari duit. Semua sudah anutannya uang bukan Konstitusi

Nasional Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sudah tidak dibicarakan

oleh para Penyelenggara Negara.

Sekarang ini tidak ada satu bangsapun yang tidak terjajah dan tertindas

olaeh kaum Liberal Kapitalisme Bangsa sendiri yang bekerjasama dengan kaum

Kapitalisme Dunia dengan Budaya dan Ilmu Penjajahannya yaitu devide et

impera dengan dalih kebebasan dan kemerdekaan. Dengan liberalisme maka

kotak-kotak rakyat bermunculan sehingga rakyat tidak dapat bersatu karena tiap-

tiap kotak rakyat menjadi miliknya elite-elite politik yang disebut konstituen.

Jadi kalau sekarang ini terjadi kontradiksi semua antar Kelembagaan

Negara dan kontradiksi sosial antar kehidupan rakyat, Rakyat dengan

Rakyat,

Rakyat dengan Tentara sebagai Kekuatan Nasional dihancurkan”.

Rakyat

dengan

Tentara

sampai-sampai

“Manunggalnya

Saudara-saudaraku sekalian !

Sekarang ini banyak anak bangsa ini yang sudah tidak mengerti

Sejarah Perjuangan Bangsanya apalagi menghormati dan menghargai jasa-

jasa para Pahlawan dan menghormati ibu bapak serta leluhurnya sendiri.

Hilangnya Kebanggaan Nasional tetapi bangga menggunakan bahasa asing

, bangga memakai produk asing, bangga studi ilmunya orang asing untuk

mengatur negeri kita. Itupun buah dari politik devide et impera kaum Liberal

Kapitalismenya Dunia sampai-sampai yang namanya moral kebangsaan,

moral berbudi luhur hancur total. Bangsa kita yang dikenal sebagai bangsa

yang berbudi luhur, yang ramah berubah total menjadi bangsa yang mudah

marah, mudah tersinggung dan beringas hingga daging dan darah teman sendiri dimakan. Semua itu berakibat hancurnya Persatuan Nasional desintegrasi bangsa

yang parah dan krisis disegala bidang kehidupan bangsa ini.

“Bagaimanakah solusi terhadap carut-marutnya kehidupan bangsa

kita ini” ?

Saudara-saudaraku !

Leluhur bangsa kita sudah “membuktikan ampuh dan saktinya

Persatuan Nasional”. Marilah sejenak kita menengok kebelakang sebelum

Indonesia Merdeka.

Dimulai dari jaman “Wangsa Syailendra”. Dijaman ini tidak ada

pertentangan antara kaum agama Hindu dengan kaum agama Budha. Tidak ada

benturan antara kaum agama pendatang dengan kaum kepercayaan pribumi,

tidak ada orang rebutan benar tarung mulut, fitnah-fitnahan antar pemeluk

agama. Persatuan yang kokoh didalam hidup bersama sebagai keluarga wangsa

benar-benar terjadi karena ada “Bawono Tunggal” sebagai Filosofi untuk

mempersatukan Wangsa atau Bangsa yang kemudian disebut “Bhineka

Tunggal Ika” dijaman generasi penerusnya dan berhasil mendirikan kerajaan

besar Sriwijaya sampai mencapai puncak keemasannya yang kemudian disebut

sebagai “Nusantara Pertama” dan juga pada jaman Majapahit mencapai

kejayaannya yang disebut “Nusantara Kedua”.

Karena adanya pengkhianatan dari dalam dan munculnya penyakit dalam

yaitu “para pemimpin mengutamakan kepentingan pribadi” kemudian

saling berebut kekuasaan maka runtuhlah kerajaan Sriwijaya. Demikian juga

Majapahit, walaupun sudah ada Sumpah Palapanya Gajah Mada, walaupun

sudah mampunyai “gula kelapa” atau merah putih yang kemudian dijadikan

Bendera Nasional kita yang kita kerek keatas, kita tempatkan paling atas, kita

junjung tinggi-tinggi kita hormati “sebagai Jiwanya Bangsa Indonesia” yaitu Jiwa Ksatria Utama, tetapi ketika ada dominasi kepentingan pribadi dan

golongan maka hancur juga kerajaan Majapahit.

Dengan runtuhnya Majapahit inilah Kedaulatan atas Tanah Air ini yang

gemah ripah loh jinawi dengan segala kekayaan yang terkandung didalamnya

“mulai bergeser beralih ketangan orang saudagar-saudagar pedagang

bangsa asing” yaitu Penjajahan oleh kaum Kolonial Belanda ratusan tahun dan

Fasisme Jepang 3,5 tahun serta masuk pada Penjajahan Baru yaitu Penjajahan

Politik kaum Modern, akibatnya kesejahteraan dan kemakmuran dari bangsa kita

beralih ketangan mereka.

Perlawanan terhadap penjajahan yang dilakukan para leluhur pejuang

bangsa kita yang masih bersifat kesukuan atau kedaerahan selalu dengan mudah

dapat dipatahkan oleh kaum penjajah, justru antar kesukuan Bangsa Indonesia

“mudah diadu domba” oleh orang-orang kaum penjajah dengan menggunakan

orang-orang pribumi sendiri yang berkolaborasi dengan kaum penjajah karena

tawaran uang dan kekuasaan.

Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 adalah Momen Besar dimana

ditengah-tengah kancah perjuangan yang Progresif Revolusioner, dengan Jiwa

Patriotisme yang membara-bara, dengan korbanan jiwa raga para pemuda

kesukuan diseluruh Tanah Air ini mensepakati :

1 . Untuk “menyatukan Tanah Air Kesukuan” menjadi satu Tanah Air

Kesatuan yaitu Tanah Air Indonesia.

2 . Untuk “menyatukan Bangsa-Bangsa Kesukuan” menjadi satu Bangsa

Kesatuan yaitu Bangsa Indonesia.

3 . Dan “memilih Bahasa Kesatuan” dari Bahasa Kesukuan Melayu

disepakati menjadi Bahasa Indonesia.

Ini momen sejarah yang tidak boleh dilupakan bahwa Bangsa Indonesia

itu dari Bangsa Kesukuan, bahwa Tanah Air Indonesia itu dari Tanah Air

Kesukuan, kalau sudah menjadi negara kaya raya semacam ini jangan melupakan Bangsa Kesukuan, harus adil jangan meninggalkan dan selamanya

tidak boleh meninggalkan Bhineka Tunggal Ika. Bhineka itu Kesukuan dan

Indonesia Taman Sarinya, bunga-bunga itu sebagai bunga rampai disatu taman

yang indah yaitu Indonesia. Bhineka Tunggal Ika itu lahir dalam Konggres

Pemuda itu, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia inipun lahir dalam

Konggres Pemuda. Ini suatu momen yang luar biasa Produk Perjuangan Bangsa

sendiri.

Persatuan Nasional merupakan kekuatan yang kokoh kuat tak

tertandingi harus dikembalikan, karena Persatuan Nasional sebagai “Landasan

Membangun Dunia Baru”. Dalam kancah perjuangan bangsa untuk merebut

kembali Kedaulatan atas Tanah Air negeri kita ini dengan Persatuan Nasional

lahir batin, dengan Asas dan Tujuan yang sama, dengan kobaran api patriotisme

yang sama walaupun hanya dengan “bambu runcing” saja kita berhasil

merebut Kedaulatan atas Tanah Air Indonesia 17 Agustus 1945 kita menyatakan

Merdeka, itu pengalaman kedua dalam kancah perjuangan.

Pengalaman yang ketiga setelah Indonesia Merdeka “Manunggalnya

Rakyat dengan Tentara Nasional Indonesia”. Bangsa Indonesia terangkat

didunianya bangsa-bangsa, didepan mata dan hidung kaum Sekutu kita Bangsa

Indonesia mencuat sebagai “Bangsa Pelopor Kebangkitan Nasional Bangsa-

Bangsa”. Bangkitnya kekuatan yang sedang tumbuh di Persada Bumi ini.

Bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang Besar dan Bangsa yang Berjiwa Besar,

Bangsa yang disegani dalam Dunia Internasional.

Ditengah-tengah Penjajahan Politik Liberal Kapitalisme kaum Sekutu,

kita Bangsa Indonesia ditempatkan sebagai “posisi sentral” dalam mendirikan

Organisasi Internasional Bangsa-Bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin

yang kita sebut sebagai “Negara-Negara Non Blok”, suatu negara yang

mengabaikan tawaran-tawaran dagangan Kapitalis Liberal yang dipelopori

oleh Amerika Serikat dan tawaran “sosialis komunal” yang dipelopori oleh

Uni Soviet. Bangsa Indonesia menempatkan diri diantara dua kekuatan raksasa

dunia itu sebagai “Kekuatan Dunia Ketiga” yang menolak dua sistem yang bertentangan antagonistis sebagai raksasa dunia

taring-taringnya kepada bangsa-bangsa diseluruh muka bumi ini supaya takut

setengah mati dengan harapan untuk memihak satu diantara dua kekuatan

raksasa itu. “Dengan begitu dunia akan terpecah menjadi dua kubu yaitu

kubu Kapitalis Liberal dan kubu Sosialis Komunal”.

yang sedang menunjukkan

Nah ! Itulah merupakan contoh aktual bahwa “Dengan Persatuan

Nasional, dengan Manunggalnya Rakyat dengan Tentara Nasional

Indonesia

mutlak

mengangkat martabat Bangsa Indonesia didunia internasional”.

benar-benar

mampu

untuk

merupakan

menghantarkan

Kekuatan

bangsanya,

Nasional

mampu

yang

untuk

Saudara-saudaraku sekalian !

Sekarang tanggal 28 Oktober 2010 saat ini, hari ini, bulan ini, tahun

ini, detik ini bersamaam hari Sumpah Pemuda marilah kita angkat tinggi-

tinggi sebagai momen “Komando Rakyat untuk Persatuan Nasional sebagai

Sumpah Rakyat Indonesia” yaitu :

1 . Bangsa Indonesia adalah Bangsa Kesatuan, Tanah Air Indonesia adalah

Tanah Air Kesatuan dan Bahasa Indonesia adalah Bahasa Kesatuan.

2 . Bahwa Kedaulatan atas Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

ditangan Rakyat Indonesia yang harus diatur dengan Sistem Indonesia

dengan Tatanegara Indonesia Produk Perjuangan Bangsa sendiri harus

dikembalikan.

3 . Kita Bangsa Indonesia satu Bendera Nasional yaitu Bendera Merah Putih.

4 . Kita Bangsa Indonesia satu Dasar Negara yaitu Pancasila.

5 . Kita Bangsa Indonesia satu Kehendak yaitu satu Visi Nasional

terujudnya Amanat Penderitaan Rakyat.

6 . Kita Bangsa Indonesia satu Pikiran Bangsa yaitu Idelogi Nasional.

7 . Kita Bangsa Indonesia satu Pandangan Hidup yaitu Filosofi Nasional.
8 . Kita Bangsa Indonesia satu Filosofi Pemersatu Bangsa yaitu Bhineka

Tunggal Ika.

9 . Kita Bangsa Indonesia satu Kepribadian Nasional yaitu Berdaulat

dibidang Kebudayaan Nasional.

Salatiga, 28 0ktober 2010

Minggu, 14 Februari 2010

Sesepuh Forum Kajian Pancasila dan Ketatanegaraan Indonesia

PIDATO SAMBUTAN
Sesepuh Forum Kajian Pancasila dan Ketatanegaraan Indonesia

Bapak Budi Suroso
Dalam Sarasehan Kebangsaan
Menyongsong Tahun Baru 2010
Di Salatiga

Forum Kajian Pancasila dan Ketatanegaraan Indonesia

Sekretariat Jl. Cempaka Sari
No. 5 RT. 08 RW. VIII
Butuh Salatiga
Tlp. (0298) 313 243
Saudara-saudara sekalian !

Pada hari ini kita telah berada di depan pintu gerbang tahun 2010. Sebentar lagi kita Bangsa Indonesia telah memasuki umur yang ke - 65 tahun.

Sudah 65 tahun Bangsa Indonesia menjalani hidup dengan membawa seribu satu harapan, tetapi satu harapan pun belum pernah terujud.

Mengapa ? Sebab setelah kita berhasil merebut Kedaulatan atas Tanah Air kita dari tangan penjajahan orang-orang Bangsa Belanda dan penjajahan orang-orang Fasisme Jepang, dengan kelihaiannya Bangsa Sekutu menancapkan Penjajahan Politiknya di Indonesia yang dilakukan oleh orang-orang kolaborasinya Bangsa Indonesia sendiri, yaitu para elite politik Indonesia yang beraliran liberal kapitalisme.

Dengan tawaran uang dan kekuasaan mereka sampai hati mengorbankan Bangsa dan Tanah Air demi pengabdiannya bagi Penjajahan Politik Sekutu.

Saudara-saudara sekalian !

65 tahun Bangsa Indonesia hidup dibawah telapak kaki Penjajahan Politik Modernnya kaum Sekutu sebagai Pemenang Perang Dunia Kedua sampai saat ini.

Bukan hanya di Indonesia tetapi seluruh Bangsa di muka bumi ini telah tunduk kepada kaum Sekutu dengan Sistem Penjajahan Globalnya.

Tetapi saudara-saudara sekalian !

Sabda alam telah menentukan bahwa tahun 2010 ini adalah Tahun Penentuan bahwa Sistem Kemurkaan Liberal Kapitalis Dunia telah mencapai tahap ketuaan dan keloyoannya.

Sistem Kapitalisme Liberal sudah harus tumbang dari Persada Bumi Dunia ini dengan segala budaya dan moralitas kemurkaannya.

Dan tumbangnya kemurkaan ini sebagai penghantar munculnya Sistem Baru yaitu suatu Sistem Penataan dan Penyelenggaraan Negara yang mengarah kepada terujudnya Amanat Penderitaan Rakyat di berbagai Negara di muka bumi ini.

Saudara-saudara sekalian !

Marilah kita memasuki kondisi nasional negeri kita sendiri, suatu kondisi kehidupan Bangsa Indonesia produk dari budaya Sistem Kapitalis Liberal yang bercokol di Persada Nusantara selama 65 tahun yang menyebabkan hancurnya sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia.

Dengan Sistem Politik Kepartaian Liberal di dalam menjalankan perebutan kekuasaan oleh elite-elite politik, berakibat hancurnya persatuan nasional yang sudah terbangun ratusan tahun di dalam kancah perjuangan kemerdekaan.

Dan berakibat pula terjungkir baliknya Sistem Penataan dan Penyelenggaraan Negara.

Dan tidak adanya harmonisasi hubungan antar kelembagaan fungsional, justru terjadinya saling berebut dominasi antar kelembagaan.

Sistem Perpolitikan dan Sistem Perekonomian Nasional kita, yang mengarah terujudnya Amanat Penderitaan Rakyat berbalik arah menjadi Perpolitikan Liberal dan Perekonomian Kapitalis Liberalisme.

Suatu Sistem Politik dan Ekonomi yang membebaskan kaum politisi liberal dan kaum kapitalis domestik maupun mancanegara untuk menduduki Singgasana Kekuasaan Negara.

Sistem ini berakibat pula tertanamnya budaya dan moralitas Kapitalis Liberal di dalam benak Para Penyelenggara Negara yang menuntun untuk memberatkan kepentingan pribadi di dalam menggaruk kekayaan Negara, sebaliknya justru mengabaikan tugas dan kewajibannya sebagai Misionernya Rakyat yaitu Misi Nasionalnya.

Saudara-saudara sekalian !

Kondisi Nasional kita sekarang ini menunjukkan bahwa Sistem Liberalisme dan Kapitalisme yang mendominasi Penataan dan Penyelenggaraan Negara Indonesia ini telah menginjak ketuaannya.

Maka oleh sebab itulah kita Bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri di dalam menyusun suatu Sistem Penataan dan Penyelenggaraan Negara yang berasas dan bertujuan terujudnya Amanat Penderitaan Rakyat yaitu :

o Terujudnya suatu tatanan masyarakat Bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, adil dan makmur bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
o Mencari Para Pemimpin yang bermoralitas kebangsaan dan bersih dari segala budaya Kapital liberalisme, sebagai sosok penyelenggara Negara yang mengerti dan memahami jasa-jasa para pahlawannya.

Yang mengerti dan memahami Ketatanegaraan dan Konstitusi Nasionalnya sebagai Turutan bagi para penyelenggara Negara di dalam mengujudkan cita-cita bangsanya yang telah tertuang sebagai Pahamnya Bangsa Indonesia yaitu Nasionalismenya Bangsa Indonesia

.

o Mengujudkan suatu tatanan kehidupan bangsa yang bersih dari segala bentuk penjajahan dan penindasan oleh bangsa lain maupun oleh bangsa sendiri, dengan segala bentuk budaya dan moralitas Kapitalis Liberalismenya.



Saudara-saudara sekalian !

Saat ini kita melihat sendiri, suatu kondisi kehidupan bangsa di mana para penyelenggara Negara menunjukkan ketidak mampuannya di dalam Tugas dan Kewajiban Nasionalnya. Dan di depan mata kita mereka bermain sandiwara, suatu skenario pengelabuhan rakyat di dalam menutupi kolepsitasnya sebagai kekuasaan yang bangkrut di dalam menanggung krisis nasional yang berkepanjangan.

Di dalam kondisi kekuasaan semacam ini, tumbuhlah kesadaran rakyat.

Menyadari kembali bahwa Negeri Indonesia adalah Negerinya.

Menyadari sepenuh-penuhnya bahwa Kedaulatan atas Negeri ini adalah di tangan Rakyat yang selama ini digunakan sebagai ajang di dalam perebutan kekuasaan dan kekuasaan itu sebagai kekuasaan ancaman dan penindasan bagi rakyat yang kemudian terjadilah kontradiksi antar Rakyat dengan Kekuasaan.

Menyadari kondisi tatanan masyarakat semacam inilah kemudian bangkitlah Semangat Nasionalnya.

Dengan Kebangkitan Nasional ini terbentuklah kesatuan jiwa, kesatuan pikiran, suatu kesatuan kemarahan rakyat ditumpahkan bersama di dalam bentuk Demonstrasi Rakyat.

Nah ! Menghadapi kondisi semacam ini tidak boleh dihadapi dengan hati panas tetapi harus dengan otak bersih.

Maka dengan inilah perlunya segera dibentuk kembali Manunggalnya Rakyat dengan Tentara Nasional Indonesia untuk menyelamatkan Bangsa dan Negara dari kehancurannya.

Nah saudara-saudara sekalian !

Kita ini punya Tentara dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajuritnya yang berkewajiban untuk menjaga Keutuhan dan Keselamatan Negara beserta segala Perabot Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia di dalam Institusi Negara di bidang Pertahanan dan Keamanan Negara.

Di dalam Kondisi Nasional di mana Rakyat dan Kekuasaan sudah tidak ada jalinan jiwa pemersatu Bangsa, yang ada justru sebaliknya yaitu terjadinya kontradiksi Rakyat dengan Kekuasaan.

Di mana-mana di seluruh Tanah Air ini terjadi suatu pergerakan perlawanan Rakyat menghadapi arogansi kekuasaan di dalam sikap dan perilaku kesewenang-wenangan terhadap Rakyat Bangsanya sendiri sebagai pemilik Kedaulatan Negerinya.

Dan pergerakan perlawanan rakyat ini sudah berkembang kepada kebrutalan dan anarkis yang berakibat makin parahnya kontradiksi sosial di negeri kita ini, itu yang pertama.

Yang kedua, terjadinya kontradiksi antar Kelembagaan Penegak Hukum yang semestinya sebagai Aparat Negara yang bertanggung jawab terciptanya masyarakat yang tenteram.

Suatu Aparat Kamtibmas yang harus menciptakan kehidupan masyarakat yang aman justru sebaliknya Kelembagaan Negara Penegak Hukum ini digunakan sebagai ajang kontradiksi para Penyelenggara Penegak Hukum di dalam kompetisi kelihaiannya di dalam permainan saling tuding, saling menyalahkan di dalam usaha menyelamatkan dirinya masing-masing di dalam perbuatan kotornya berebut uang Negara untuk kepentingan pribadinya.

Yang ketiga, demikian juga Lembaga Negara yang dinyatakan sebagai Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pejabat-pejabat tinggi yang terhormat, mereka bukan melaksanakan misionernya untuk kepentingan rakyat justru sebaliknya mereka juga menggunakan Institusi Negara ini sebagai alat lembaga bisnis ligeslasinya memperdagangkan undang-undang di dalam tujuan mencari uang untuk kepentingannya sendiri.

Dan menggunakan institusi Dewan Perwakilan Rakyat ini sebagai alat politik kepartaiannya di dalam berebut dominasi politik kepartaiannya, di dalam berebut kekuasaan Negara.

Yang keempat, terlebih lagi munculnya keunikan nasional, suatu fenomena konstitusional di mana Kelembagaan Pertahanan dan Keamanan Nasional yang seharusnya dilakukan oleh Tentara Nasional secara fungsional dan profesional jatuh di tangan Polisi Negara.

Dan dibalik semua keunikan itu muncul keunikan baru di mana suatu Negara ditantang perang oleh Negara lain, pulau-pulau nusantara yang harusnya diselamatkan dan dipertahankan diambili orang.

Tentara Nasional Indonesia yang harus berkewajiban menghadapi dengan tank dan metraliurnya, dengan pesawat tempur dan torpedonya, dengan ketangguhan sapta marganya justru tentara dikurungi sebagai jago Bangkok yang diikat dua kakinya dan diberi jatah makan satu pincuk nasi kucing didalam suasana pesta poranya para pejabat-pejabat tinggi Negara.

Yang kelima, dan berikutnya para pengamat politik, kaum ilmuwan, para pemuka-pemuka Lembaga Swadaya Masyarakat yang semestinya harus menyumbangkan Pemikiran Nasionalnya, menyumbangkan ilmu dan pengetahuannya sebagai Ilmuwan Nasional untuk mendinginkan suasana Kontradiksi Nasional, tetapi justru sebaliknya mengarah kepada keberpihakannya kepada suatu kubu yang sedang berebut kebenaran bagi kelompoknya.

Kondisi Nasional semacam ini telah menunjukkan kepada Bangsa Rakyat Indonesia di seluruh Tanah Air ini bahwa Pemerintahan Negara sudah bangkrut.

Kebangkrutan di berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kebangkrutan Pemerintahan Negara ini menumbuhkan Keprihatinan Nasional, keprihatinan suatu bangsa yang sedang dilanda malapetaka dan kesengsaraan dan krisis nasional yang berkepanjangan.

Selanjutnya pihak-pihak yang berambisi dan haus kekuasaan dan orang-orang kolaborator di dalam perselingkuhan politiknya dengan orang-orang bangsa lain tidak mungkin tidak mereka akan bermunculan menggunakan Kondisi Nasional kita ini untuk saling berebut kekuasaan.

Belum lagi kalau kemarahan rakyat sudah memuncak yang suatu saat akan menjadi bombardir sebagai gempa sosial.

Nah ! saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air.

Saya tidak mampu untuk menjelaskan berikutnya. Sebab kini bulu kuduk saya merinding. Gambarkanlah sendiri apa yang akan terjadi di negeri kita ini !

Tetapi kini saya masih berdiri di depanmu dan belum akan beranjak dari tempat ini kalau belum menyumbangkan, walaupun hanya semenir gabah, sepotong rambut, memberikan solusi kepada bangsaku di dalam menghadapi kondisi kemelutnya bangsa yang berkepanjangan.



Saudara-saudara sekalian !

Saudara-saudaraku satu darah dan satu daging yaitu Darah Indonesia dan Daging Indonesia.

Dan khususnya kepada kamu anak-anakku, Prajurit-prajurit Sapta Margais.

Camkanlah !

Tanamkanlah ! Di dalam benak jiwamu beberapa patah kata dari orang tua, yang akan saya sampaikan kepadamu, sebagai penutup kata sambutan saya di dalam sarasehan menyongsong kehadiran tahun 2010 ini.

* Masih adakah di antara kita anak bangsa yang masih segar bugar Nasionalismenya ?

Jawabannya masih berpuluh-puluh juta.

* Masih adakah orang-orang bangsamu yang sanggup berjuang untuk menyelamatkan Bangsa dan Tanah Airnya ?

Masih laksaan, masih berjuta-juta, masih berpuluh-puluh juta.

Para Pejuang Indonesia yang siap berkalang tanah, bercermin bangkai demi Keutuhan dan Keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.

* Masih adakah patriotisme kesapta margaan dikalangan tentaramu ?

Jawabannya seratus persen masih utuh !



Kepada mereka ini saya sebagai orang tua kepada anak-anaknya, anak bangsa di seluruh Persada Bumi Indonesia ini,

Segera persatukan jiwa dan ragamu !

Persatukanlah kembali Persatuan Nasionalmu !

Ujudkanlah Manunggalnya Tentara dengan Rakyat !

Ikatkanlah Bendera Merah Putih di kepalamu !

Dan Pekikkanlah puluhan kali, ratusan kali, ribuan kali pekik merdeka, merdeka ! merdeka !

Sekali merdeka tetap merdeka !

Merdekakanlah bangsamu, bebaskan bangsamu dari berbagai belenggu penjajahan dan penindasan.

Dan ajaklah, bersamalah dengan segenap bangsa di muka bumi ini untuk melenyapkan keangkara murkaan dunia dengan segala budaya dan moralitas kemurkaannya.

Dan setelah itu Bangunlah Dunia Baru yang betul-betul baru. Yaitu suatu Bangunan Internasional yang didalamnya terujud kehidupan bangsa-bangsa yang merdeka, bersatu dan berdaulat atas tanah airnya, atas perpolitikannya sendiri, atas ekonominya sendiri, atas budayanya sendiri yang bersih dari campur tangan orang bangsa lain.

Selamat berjuang hai anak-anakku !

Merdeka ! Dan Merdekakan kehidupan Bangsamu.