Jumat, 17 Agustus 2007

DEKRIT PARA PENERUS PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

“KEMBALI KEPADA PANCASILA UNDANG-UNDANG DASAR 45”

Tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah sekedar Proklamasi, tetapi sekaligus merupakan deklarasi lahirnya suatu bangsa yang merdeka dengan system dasar penyelenggaran Ketatanegaraan, Phylosophi, Ideologi, serta system dasar Perpolitikan Nasionalnya, yaitu yang terkandung di dalam Konstitusi Nasional UUD 1945.
Bangsa Indonesia berjuang mati-matian untuk merebut kembali kedaulatan dari tangan penjajah Kolonialis Belanda. Perjuangan ini terwujud Atas Berkat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan di dorong keinginan luhur bangsa yang mencita-citakan :

1. Memiliki kembali tanah air untuk dikelola sendiri secara bersama-sama dan hasilnya untuk dinikmati bersama bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
2. Mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir maupun batin, terwujudnya keadilan dan kemakmuran yang sejati, serta terwujudnya keamanan dan ketentraman masyarakat.

Sejak kita mendapatkan kembali kedaulatan di tangan kita, saat ini belumlah mendapatkan kedaulatan di bidang perpolitikan dan perekonomian yang sebenar-benarnya. Kedaulatan rakyat yang semestinya menjamin rakyat berkuasa di negeri ini, justru apa yang didapat adalah sebaliknya, Penguasalah yang memiliki negeri ini.
Kaum birokrat tidak melaksanakan Konstitusi Nasional, justru mereka menggunakan system Kabinet Parlementer Negara Asing dengan basis Ideologi Liberalismenya. Maklumat Pemerintah meloloskan lahirnya Multi Partai dengan basis Ideologi Liberalis, sudah barang tentu melahirkan Perpolitikan Liberal di negara ini. Disinilah awal dari “perjuangan Konstitusi UUD 1945” sebagai norma moral kebangsaan, sebagai norma kebenaran setiap perilaku kehidupan berbangsa dan bernegara, beralih ke badan norma moral kebenaran Liberalismenya.
Pada saat itulah sebenarnya “bangsaku” telah terjajah lagi, yaitu penjajahan Politik, Ideologi dan Penjajahan Moral Kebangsaan kita. Perpolitikan Liberalis Kepartaian mengundang lahirnya pertentangan politik para elit politik dalam perebutan kekuasaan. Kedaulatan politik semestinya dikuasai bersama oleh seluruh rakyat Indonesia, untuk dipertahankan bersama, justru berubah menjadi bahan rebutan bagi para elit politik.
Pertikaian antara elit politik berdampak timbulnya dis-integrasi bangsa, yang pada gilirannya mengundang campur-tangan politik oleh negara-negara asing didalam melaksanakan system penjajahan modernnya di bidang politik, ekonomi, social dan budaya serta panjajahan moral.
Perselingkuhan politik oleh para birokrat dan elit politik dengan negara asing melahirkan pro dan kontra kekuasaan, yang kemudian timbullah pemberontakan-pemberontakan separatis dimana-mana. Terlebih lagi setelah Dekrit Presiden “Kembali kepada UUD 1945” dengan Manipol Usdeknya, justru terjadilah perpecahan total antara pro Manipol Usdek dan kontra Manipol Usdek, pro Bung Karno dan Kontra Bung Karno.
Situasi dan kondisi perpolitikan nasional seperti ini dengan dipicu oleh terbentuknya Negara Boneka Malaysia sebagai daerah strategi militer untuk menghancurkan pemerintahan negara Indonesia pimpinan Bung Karno, maka perselingkuhan politik ini makin kokoh dan berkelanjutan dengan adanya scenario tragedy 30 September 1965.
Scenario politik Asing bersama kaum perselingkuhan politik bangsa sendiri itu, mengakhiri kekuasaan dari tangan Bung Karno beralih ke tangan penguasa Orde Baru. Peristiwa 30 September 1965, mengubur system Feodalis setengah jajahan menelorkan suatu system Feodalis Militeris Kapitalis Birokrat yang membuahkan krisis multi-dimensi, disintegrasi bangsa yang sangat parah, hutang luar negeri ratusan triliun dan keporak-porandaan system ketatanegaraan disegala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kondisi nasional semenjak Proklamasi Kemerdekaan sampai saat ini, Konstitusi Nasional kita UUD 1945 sama sekali tidak dijalankan seperti tersurat diatas dan yang lebih parah lagi UUD 1945 sebagai prinsip-prinsip dasar kejiwaan dan norma dasar kebenaran kehidupan berbangsa dan bernegara di rubah, padahal belum ada satu batang hidung pun pemilik Konstitusi yaitu rakyat yang meminta UUD 1945 harus di rubah.
Perubahan itu hanya kemauan orang-orang yang merasa diri sebagai Wakil Rakyat, bertindak semaunya atas nama rakyat merubah UUD 1945 tanpa minta ijin pemiliknya yang disebut Referendum, ini berarti UUD Amandemen tersebut adalah CACAT HUKUM. Hal inilah yang melatarbelakangi timbulnya kesepakatan para penerus perjuangan bangsa untuk merebut wadah perjuangan bersama bagi seluruh eksponen masyarakat secara pribadi maupun kelompok untuk mempelopori kembalinya UUD 1945 dan Persatuan Nasional.


Tidak ada komentar: